Membelah Segara Anakan, Menilik Dusun Mandiri Energi di Pesisir Jawa

By Nana Triana, Sabtu, 28 November 2020 | 12:27 WIB
E-Mas Bayu (Energi Mandiri Tenaga Surya dan Angin) di Dusun Bondan, Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ()

Nationalgeographic.co.id – Berjarak1.500 mil di lepas pantai Spanyol, terdapat sebuah pulau yang bernama El Hierro. Pulau seluas 278 kilometer persegi itu menarik, karena sudah sepenuhnya mandiri energi.

Aktivitas penduduknya ditenagai oleh energi baru dan terbarukan. Angin dan debur ombak menjadi sumber energi untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik yang memenuhi kebutuhan 10.000 penduduknya.

Ketika bicara soal pemanfaatan energi baru dan terbarukan serta pulau, desa atau kota yang mandiri energi, pikiran seringkali melayang ke tempat-tempat di luar negeri. El Hierro yang diceritakan di atas, jadi salah satunya.

Tak banyak yang tahu, di Tanah Air pemanfaatan energi baru dan terbarukan perlahan sudah diadaptasi untuk mewujudkan kemandirian energi. Membelah Segara Anakan, laguna raksasa yang terimpit di antara Pulau Nusakambangan dan Pulau Jawa, dapat ditemukan Dusun Bondan.

Dusun ini telah memanfaatkan tenaga surya dan angin untuk memenuhi kebutuhan listrik penduduknya yang terdiri dari 78 kepala keluarga. Dusun Bondan berlokasi di pelosok, tepatnya Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah.

Buat menjangkaunya, warga dari kota harus menuju Dermaga Sleko, Nusakambangan dan menempuh perjalanan air selama 1,5 jam dengan menaiki perahu compreng. Sulitnya akses dan jauhnya jarak dari pulau besar ini membuat Dusun Bondan sulit untuk mendapatkan akses listrik.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Cara Ubah Limbah CO2 Jadi Energi Bermanfaat

Kisah Dusun Bondan meraih kemandirian energi dimulai empat tahun lalu. Pada 2017, harapan datang. Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) dibangun di dusun tersebut. PLTH ini memanfaatkan teknologi hybrid energy one pole (HEOP) untuk membangkitkan listrik.

HEOP mengkombinasikan pembangkit listrik tenaga surya dengan kincir angin. Teknologi ini dinilai tepat jika diterapkan di daerah pesisir karena ketersediaan angin dan paparan sinar matahari melimpah.

Pembangunan PLTH tersebut bermula dari lomba karya ilmiah untuk mahasiswa yang diselenggarakan Serikat Pekerja Patra Wijayakusuma (SP PWK) Pertamina Refinery Unit IV Cilacap. Di antara karya ilmiah yang diusulkan, inovasi teknologi pembangkit listrik untuk daerah pesisir ini dinilai menarik untuk diterapkan.

Melihat besarnya manfaat yang dirasakan warga dusun, Pertamina pun berinisiatif menambah pembangkit listrik di 14 titik, menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Program pembangunan instalasi tersebut bernama Energi Mandiri Tenaga Surya Angin (E-Mas Bayu). 

Saat itu, instalasi yang dibangun hanya satu sebagai pilot project. Namun, satu instalasi tersebut sudah mampu menerangi empat rumah warga.

Anak-anak bisa belajar dengan penerangan yang layak saat malam hari. Warga pun bisa berkumpul memusyawarahkan persoalan dusun kapan saja.

Baca Juga: Tergabung dalam Jaringan Cagar Biosfer Dunia, Peneliti Ungkap Potensi Energi Terbarukan Nan Melimpah di Kepulauan Selayar

“Dahulu saat malam kita hanya menggunakan klenting (lampu minyak—red).  Memasuki 2017, kami mendapatkan penerangan di Dusun Bondan. Akhirnya kami mendapat PLTH,”  kata Mohamad Jamaludin, Humas sekaligus fasilitator E-Mas Bayu dan E-Mbak Mina Dusun Bondan saat ditemui tim National Geographic Indonesia Rabu, (18/11/2020).

Hingga kini, sudah ada 15 PLTH berteknologi HEOP di dusun Bondan. Dusun Bondan pun kian terang.

E-Mas Bayu mampu menghasilkan daya sebesar 12.000 watt peak (WP). Dengan kapasitas listrik sebesar ini, masing-masing rumah di Dusun Bondan bisa menikmati listrik dengan daya sebesar 500 watt.

“Listrik bukan hanya untuk menyalakan lampu lagi. Sekarang warga bisa menonton televisi. Ibu-ibu bisa masak nasi dengan rice cooker,” lanjut Jamaludin.

Menjadi penggerak ekonomi warga

Aliran listrik PLTH ini juga menjadi penggerak ekonomi di Dusun Bondan, terutama dalam pengelolaan tambak. Sebelumnya, tambak dikelola secara tradisional sehingga hasil panennya tidak maksimal.

E-Mas Bayu mendorong kehadiran program energi mandiri tambak ikan (E-Mbak Mina). E-Mbak Mina mewujud dalam bentuk pengelolaan tambak dengan metode silvofishery dan aktivitas Kelompok Usaha Ibu Mandiri.

Metode silvofishery adalah cara budi daya ikan sekaligus penghijauan mangrove dalam satu tambak. Selain manfaat konservasi, akar mangrove juga menyediakan mikroorganisme seperti plankton sebagai makanan udang.

Metode polikultur biofilter dimulai dengan menyaring air sebelum masuk ke tambak. Air dialirkan dari sungai ke kolam penampungan. ()

Sedangkan kelompok usaha Ibu Mandiri menjadi wadah pemberdayaan perempuan untuk mengolah hasil panen dari tambak, menjadi produk baru dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Sebelumnya, petambak menjual hasil panen ke tengkulak. Tak jarang mereka menjual dengan harga murah karena menggunakan sistem ijon.  Tengkulak membeli ikan bandeng dan udang windu sebelum masa panen. Petambak tak memiliki pilihan selain menjual hasil panen ke tengkulak agar modal terus berputar.

“Setelah ada listrik, petambak bisa memanfaatkan freezer untuk menyimpan hasil panen jika tidak habis diolah,” ujar Asnem, ketua kelompok usaha Ibu Mandiri.

Baca Juga: Kisah Sukses Desa Wisata Berbasis Energi Terbarukan di Pesisir Yogyakarta

Kelompok usaha Ibu Mandiri tidak hanya menjual ikan dan udang segar, tetapi juga dapat mengolahnya menjadi berbagai varian produk makanan bernilai jual. Misalnya saja, kerupuk dan abon. Sementara, tulang ikan, kulit udang, dan limbah lain diolah menjadi terasi.

Sebagian limbah ikan dan udang yang tersisa, diolah menjadi tepung sebagai campuran bahan pakan ikan. Dengan siklus produksi ini, selain tanpa limbah, kelompok petambak juga bisa menghemat biaya produksi karena tak perlu membeli pakan ikan.

Energi yang menghidupi

Meningkatnya taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat di dusun Bondan tak lepas dari peran Pertamina melalui program CSR E-Mas Bayu dan E-Mbak Mina.

Bahkan di tahun ini pun, Pertamina kembali menambah kapasitas produksi menjadi 16.200 WP. Penambahan kapasitas 4.200 WP ini untuk memenuhi kebutuhan program-program masyarakat.

Dengan begitu, masyarakat di dusun Bondan semakin produktif dan pendapatan warga kian meningkat hingga 50 persen. Setiap bulan, anggota kelompok bisa mendapatkan keuntungan yang lumayan besar dari produk olahan ikan dan udang yang mereka buat.

Baca Juga: Di Kulonprogo, Mereka yang Muda Upayakan Ketahanan Pangan

Setelah E-Mas Bayu dan E-Mbak Mina, rangkaian program lain pun diciptakan. Salah satunya, Tambak Polikultur dan Biofilter (Maskuter). Program ini meningkatkan hasil panen tambak secara signifikan dan jarak masa panen pun jadi lebih singkat.

Dalam waktu tiga bulan, petani tambak bisa memanen bandeng dengan ukuran lima hingga enam ekor per kilogram.

“Biasanya kalau tambak biasa dua sampai tiga kwintal, dengan adanya sistem ini bisa mencapai satu hingga satu setengah ton sekali panen,” kata Jamaludin.