Menjajal Sisi Lain Raja Ampat, Kepingan Surga di Timur Indonesia

By Fathia Yasmine, Minggu, 6 Desember 2020 | 16:22 WIB
Wayag, Raja Ampat. (Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id - Bagi mereka yang memiliki hobi selam, Raja Ampat sudah tidak asing lagi di telinga. Terletak di ujung timur khatulistiwa, Papua. Raja Ampat menjadi salah satu kepingan surga yang memanjakan panca indera.

Hamparan pulau-pulau yang tersebar di tengah lautan, goa keramat, hingga danau ubur-ubur di tengah pulau membawa daya pikat tersendiri. Kearifan budaya dan alam yang ada di Raja Ampat pun menjadi sebuah harmoni indah yang sayang untuk dilewatkan.

Dahulu, Raja Ampat merupakan sebuah wilayah kekuasaan Kerajaan Tidore yang terbagi menjadi empat wilayah kerajaan kecil, yaitu Waigeo, Batanta, Misool, dan Salawati. Dari kepulauan-kepulauan ini, hanya beberapa yang dihuni oleh suku asli setempat.

Meski begitu, kekayaan alamnya tetap lestari hingga sekarang. Vegetasi alam yang masih terjaga, keanekaragaman flora seperti aneka anggrek, kantong semar, hingga satwa endemik seperti nuri kepala hitam dan kakatua raja, juga bisa ditemui di berbagai daratan Raja Ampat.

Baca Juga: Di Antara Perairan Surgawi Papua, Leluhur Nusantara Membuat Coretan Unik Tentang Perjalanan Manusia

Memiliki total 2.713 pulau, berwisata ke Raja Ampat menjadi sebuah pilihan yang tepat untuk melepaskan diri sejenak dari penatnya suasana kehidupan perkotaan. Untuk menuju Raja Ampat, pejalan harus singgah di Sorong, Papua Barat terlebih dulu untuk selanjutnya melanjutkan penerbangan menuju Bandara Marinda Raja Ampat.

Namun, jika memiliki waktu lebih serta ingin melihat keindahan Papua lebih dalam, pejalan dapat memilih perjalanan jalur laut menggunakan kapal cepat dengan durasi 2 jam perjalanan, sambil ditemani jernihnya lautan Papua.

Selain berwisata menjelajahi keindahan laut dan pemandangan Raja Ampat, ada dua hal yang wajib dilakukan pejalan jika ingin merasakan sensasi liburan all-out. Di antaranya dengan menjajal homestay serta mengunjungi Desa Wisata khas Raja Ampat.

Homestay ala Raja Ampat

Berbeda dengan daerah perkotaan, Raja Ampat justru dikelilingi oleh berbagai penginapan ala lokal atau homestay. Penginapan ini tersebar luas di berbagai pulau yang ada di Raja Ampat, seperti yang ada di Pulau Arborek, sang primadona di Raja Ampat.

Uniknya, homestay ini bukanlah penginapan biasa. Pejalan akan disuguhkan dengan suasana “menumpang” di rumah penghuni lokal. Dikutip dari laman Stay Raja Ampat, menginap di homestay milik warga tergolong lebih murah di banding menginap di resor.

Baca Juga: Noken Raja Ampat dan Wamena Tak Sama, Apa Bedanya?

Selain itu, harga yang dibayarkan selama menginap juga sudah termasuk makan dan minum 3 kali sehari, termasuk fasilitas minuman seperti teh dan kopi. Homestay milik warga pun cukup sederhana, tidak ada fasilitas ala hotel berbintang maupun layanan room service.

Pejalan justru bisa merasakan langsung sensasi tidur di lantai beralaskan kasur, menjajal “dip mandi” alias kamar mandi Papua, hingga merasakan hidup tanpa listrik di siang hari. Mengingat ketersediaan listrik masih berasal dari genset berisi BBM.

Sedangkan dalam hal interior maupun fasilitas kamar, sumber serupa menyebut, beberapa homestay yang tersebar di wilayah pulau juga menyediakan beranda serta hammocks untuk bersantai.

Warga sekitar maupun pemilik homestay juga tidak segan untuk membantu pejalan ketika memerlukan informasi seputar destinasi maupun keperluan sehari-hari. Inilah yang membuat menginap di homestay jauh lebih menyenangkan, berkat keramah-tamahan para penghuninya.

Desa Wisata Ikonik

Selain homestay ala lokal, pesona wisata lain yang wajib digali yaitu dengan berkunjung ke berbagai Desa Wisata nan ikonik Raja Ampat, salah satunya masih berlokasi di Pulau Arborek. Memiliki nama desa yang sama dengan sang pulau, pejalan bisa bertemu dengan penduduk asli Raja Ampat.

Dikenal dengan keramahtamahan penduduknya, desa ini menjadi surga untuk berburu souvenir cantik seperti hiasan, topi, maupun tas tali (noken), sekaligus belajar langsung cara membuatnya. Kerajinan ini juga menjadi salah satu mata pencaharian para ibu rumah tangga yang ada di desa ini.

Desa ini juga masih memiliki udara yang asri, melalui jalan setapak, pejalan bisa melihat indahnya pasir putih dan lautan biru yang terhampar di sisi pulau. Jika beruntung, pejalan bisa bertemu dengan para nelayan dan sedang berburu ikan dengan jala atau tombak.

Baca Juga: Karawapop, Laguna Hati yang Berapit Gugusan Pulau Papua Barat

Jika ingin menyusuri atau berkeliling pulau, pejalan juga bisa meminta bantuan warga maupun gerombolan anak-anak yang sering bermain di dekat pantai. Mereka akan senang mengantarkan para pejalan sambil menceritakan kisah tentang asal muasal desa dan pulau ini.

Tak jauh dari Desa Arborek, terdapat Desa Sawinggrai yang terkenal dengan pertunjukan cenderawasih menari. Di sini, pejalan bisa menikmati tarian Makakero, tarian sambutan yang kerap diberikan masyarakat untuk menyambut para pejalan, melalui gerakan panah yang diayun ke kanan-kiri serta dibalut dengan permainan alat musik dan nyanyian yang merdu.

Wisata pun dilanjutkan dengan mendaki bukit Manjai Sawinggaran selama 30 menit, untuk mengujungi rumah kayu tempat pemantauan cenderawasih. Setidaknya ada 4 jenis cenderawasih yang bisa dilihat di Sawinggrai, yakni cenderawasih merah, cenderawasih belah rotan, cenderawasih kecil, dan cenderawasih besar.

Dari empat jenis ini, cenderawasih merah menjadi maskot Desa Sawinggrai. Namun, menyaksikan atraksi cenderawasih menari tidak bisa dilakukan setiap saat, mengingat atraksi ini merupakan ritual kawin, sehingga burung cantik ini hanya menari pada pagi hari sekitar pukul 07.00 hingga 09.00 dan sore hari sekitar 16.00 hingga 17.00.

Baca Juga: Asal-usul Nama Raja Ampat

Lepas memantau cenderawasih, pejalan juga akan diajak untuk memberi makan ikan-ikan liar di sekitar dermaga. Di bantu oleh penduduk sekitar, pejalan bisa menikmati sensasi ikan yang berebut makanan sekaligus menikmati hamparan laut yang indah.

Jika ingin menginap, masyarakat desa juga menyediakan homestay di pingir dermaga yang dapat disewa. Bedanya, homestay di desa ini justru beratapkan jerami. Biaya yang dibebankan juga sudah termasuk biaya 3 kali makan, menonton atraksi cenderawasih, snorkeling, hingga memberi makan ikan.

Menutup perjalanan di Raja Ampat bisa dilakukan lewat singgah di Desa Sauwandarek. Pejalan bisa membeli berbagai souvenir yang terbuat dari daun pandan laut sebagai cinderamata sebelum bertolak ke rumah.

Sebelumnya, pejalan juga bisa mengunjungi danau asin lokal bernama Telaga Tenauwyau yang terletak di belakang desa. Itulah tiga destinasi wisata desa yang bisa dikunjungi selama berada di Raja Ampat.

Melalui kunjungan ke desa ini, tidak hanya keindahan alam yang bisa pejalan dapatkan, tetapi juga pengalaman bersosialisasi sekaligus membantu masyarakat sekitar dalam memberdayakan lingkungan dan mendongkrak finansial mereka.

Baca Juga: Tuah Keramat Empat Raja

Meski begitu, pejalan diharapkan tidak membuang sampah sembarangan, mentaati peraturan yang dibuat pengelola, serta tidak merusak terumbu karang yang ada di sekitar pantai.

Selain itu, bepergian di tengah pandemi tetap perlu menerapkan berbagai protokol kesehatan. Salah satunya yakni penerapan protokol kesehatan menggunakan masker, menjaga jarak aman, dan mencuci tangan (3M).

Terapkan pula prinsip Clean, Health, Safety, Environment (CHSE) saat menaiki kendaraan umum atau pribadi ketika menuju tempat wisata, berkuliner, hingga menjelajah agar kesehatan tetap terjaga.