Perundungan Anak Bisa Berefek Seumur Hidup bagi Korban dan Pelakunya

By Utomo Priyambodo, Kamis, 4 Maret 2021 | 16:00 WIB
Ilustrasi bullying. (klingsup/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Isu bullying atau perundungan sedang menyeret aktor Korea Selatan Kim Ji Soo. Isu bullying yang dilakukan oleh bintang River Where the Moon Rises di masa kecilnya ini pertama kali beredar di forum daring.

Dilansir Soompi, tuduhan ini dilayangkan oleh seseorang yang mengaku satu sekolah dengan Ji Soo ini pada 2006-2008. Ia menulis di forum daring bahwa Kim Ji Soo dan kawanannya tak kenal ampun, sehingga anak-anak lain tak berani melawan.

"Bila anggota geng itu mengalami sesuatu yang sedikit saja tidak mengenakkan, semua anggota akan pergi memukuli orang itu, menginjak-injaknya dengan cara yang mempermalukan," kata sang penulis.

"Kata 'perundungan' bahkan tak cukup untuk menggambarkan semuanya. Aku adalah korban dari semua jenis kekerasan, seperti dikucilkan, jadi korban kekerasan, ancaman, hinaan, dan kata-kata kasar (dari geng Ji Soo)," bebernya lagi. Ia menyatakan hal ini berawal saat ia mencoba melawan salah satu teman Ji Soo yang merebut sertifikat hadiah milik anak lain.

Baca Juga: Hari Pertama Sekolah, Jangan Sampai Anak Anda Terkena Bullying

Bullying yang terjadi di masa kanak-kanak adalah sesuatu yang rentan terjadi. Bagi banyak orang, hal ini mungkin terkesan sepele dan menjadi pemaklukan. Namun, sesungguhnya praktik bullying sungguh berbahaya karena bisa berefek seumur hidup bagi korban bullying maupun pelaku bullying tersebut.

Menurut hasil penelitian Duke University yang terbit di Proceedings of the National Academy of Sciences, orang-orang dewasa yang di masa kanak-kanaknya pernah jadi korban penindasan atau bullying ternyata memiliki kondisi kesehatan mental dan kesehatan fisik yang lebih buruk dibanding mereka yang tidak pernah jadi korban bullying sewaktu kecil.  

Laporan tersebut didasarkan pada temuan dari Longitudinal Great Smoky Mountains Study, yang dimulai pada tahun 1993 dan diikuti 1.420 anak-anak dari North Carolina bagian barat. Dalam studi ini para peneliti psikiatri mewawancarai peserta hingga sembilan titik waktu, pertama ketika mereka masih anak-anak dan remaja (usia 9 hingga 16 tahun) dan sekali lagi ketika mereka dewasa muda (usia 19 hingga 21 tahun). Studi tersebut dipimpin oleh William Copeland, seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Duke University Medical Center di Durham, North Carolina.

Baca Juga: Orangtua Harus Pahami Tipe "Bully" yang Paling Berbahaya bagi Anak

Laporan-laporan sebelumnya, termasuk beberapa dari Great Smoky Mountains Study, menunjukkan bahwa orang-orang dewasa muda yang diintimidasi sejak kecil dapat memiliki masalah kesehatan mental jangka panjang seperti gangguan kecemasan, gangguan panik, dan depresi.

Korban bullying "memiliki masalah emosional jangka panjang yang terburuk dan hasil kesehatan yang buruk," tulis Copeland dan rekan-rekan penulisnya seperti dilansir National Geographic.

Dalam riset ini para peneliti mengukur kadar protein C-reaktif (CRP) dalam darah —penanda peradangan kronis yang dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular dan sindrom metabolik— para peserta pada beberapa titik selama masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa muda mereka. CRP adalah tanda stres pada tubuh, kata Copeland, dan "pertanda masalah kesehatan di masa mendatang."

Para peneliti kemudian menemukan tingkat CRP pada semua peserta ditemukan meningkat seiring bertambahnya usia mereka. Tetapi mereka yang pernah ditindas memiliki tingkat kenaikan tertinggi, dan mantan penindas memiliki tingkat terendah.

Baca Juga: Saat Anak Menjadi Pelaku Bullying, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?

Catherine Bradshaw, wakil direktur Johns Hopkins Center for the Prevention of Youth Violence di Baltimore, Maryland, memperingatkan agar tidak terlalu menafsirkan tingkat CRP yang lebih rendah pada para pelaku bullying sebagai sesuatu yang baik dan sehat. Dan bahkan jika temuan Duke University itu adalah bukti bahwa menjadi penindas mungkin baik, itu tidak boleh dibaca sebagai izin untuk menindas, katanya.

Ada "studi-studi lain yang terdokumentasi dengan baik, baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang menunjukkan bahwa anak-anak yang terlibat dalam penindasan cenderung akan membuat masalah-masalah lainnya," kata Bradshaw. Misalnya, anak-anak pelaku intimidasi lebih cenderung menjadi anggota geng, membawa senjata, dan membolos.

Jadi, jagalah anak-anak kita agar jangan sampai terlibat perilaku bullying, baik sebagai korban maupun pelakunya.