Selidik Gedung Algemeene, Cagar Budaya Surabaya yang Kini Dijual

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 17 April 2021 | 06:13 WIB
Gedung Algemene atau yang akrab dijuluki 'Gedung Singa' di jantung kota tua Surabaya. Arsiteknya, Hendrik Petrus Berlage, Bapak Arsitektur Modern di Belanda. (Begandring Soerabaia)

 

Ada juga kolaborasi seni rupa pada Gedung Algemeene, berupa mosaik porselen bergambar Raja Firaun bersama ibu Eropa dan ibu Jawa, yang masing-masing menggendong anak.

"Ada karya-karyanya Jan Toroop. Jan Toroop itu seniman kelahiran Purworejo. Jan Toroop juga terkenal. Disebut sebagai salah satu seniman modernis awal yang memberikan kontribusi pada dunia seni rupa di Eropa, tapi dia orang Belanda kelahiran Purworejo," beber Yudha.

Seorang pemerhati sejarah arsitektur Hindia Belanda asal Delft, Olivier Johannes Raap, turut memberikan pemeriannya tentang gedung Algemeene. Hampir setahun sekali dia menjelajahi kota-kota di Jawa berdasar koleksi kartu pos zaman Hindia Belandanya.

Dia mengatakan kepada National Geographic Indonesia bahwa gedung ini mewakili tiga disiplin keahlian: seni arsitektur, seni patung, dan seni lukis. "Di sebelah kiri-kanan pintunya terdapat dua patung singa bersayap hasil karya pematung Belanda Joseph Mendes da Costa, yang memperlihatkan bahwa uang dari pelanggannya dijaga dengan aman," ungkap Olivier. "Di atas pintu dipasang lukisan keramik hasil karya pelukis Jan Toorop dengan gambaran alegoris yang memuliahkan misi perusahaannya."

Olivier menambahkan bahwa sang arsitek Hendrik Petrus Berlage membuat rancangan tanpa melihat lokasi dengan mata kepalanya sendiri. "Karena baru pada 1923 ia mengunjungi Hindia Belanda untuk pertama kalinya."

Baca Juga: Nasib Penerbang RAF yang Pesawatnya Tertembak Jatuh di Surabaya

Tampak depan gedung Algemeene. (Mahandis Yoanata Thamrin)

 

Berlage menerima pesanan untuk merancang kantor ini karena sebelumnya ia sudah mendesain bangunan lain untuk perusahaan Algemeene di Belanda, ungkapnya. Kantor Algemeene di Surabaya mengikuti konsep tradisional khas Belanda: sederet bangunan  yang menghadap ke kanal, dengan fasad indah yang representatif untuk status pemiliknya.

Gedung Algemeene, ungkapnya, merupakan transisi dari gerakan historisme ke gerakan modernisme. "Sebagai gaya utama, kantor Algemeene memakai arsitektur Rasionalisme, sebuah gaya desain bangunan dalam gerakan modernisme awal," ujar Olivier. "Yang diutamakan adalah kejelasan dan kesederhanaan dalam keteraturan serta kesatuan, tanpa menerapkan banyak ornamen."

Senada dengan pemaparan Yudha, Olivier juga mengungkapkan bahwa ciri khusus Berlage adalah lengkungan batu-bata ada dindingnya. "Lengkungan tersebut bisa dianggap sebagai pengembangan lanjutan dari pintu berbentuk ladam yang terinspirasi dari gerbang bulan tradisional Tionghoa."

Dalam gedung Algemeene, kata Olivier, elemen yang dipinjam dari historisme adalah bidang simetris ketat khas Neoklasik. Sementara itu rangka batang kayu pada fasad depannya terinspirasi dari gaya arsitektur lama di Eropa. Berkait hiasan besi di atas atap dengan nama perusahaan, dia berkomentar bahwa hiasan itu merupakan "manifestasi dari tren penggunaan besi, sebuah epilog dari revolusi industri pada abad ke-19."

Lalu apa makna dua patung singa karya Mendes dan mosaik besutan Toorop di fasad depan Algemeene? "Patung singa dan lukisan keramik yang menghias bangunannya masing-masing memperlihatkan elemen dari Mesopotamia dan Mesir kuno, yang melambangkan keabadian," ungkap Olivier. "Pesannya: uang pelanggan akan aman untuk selamanya."