Budaya Panji di Tatar Sunda, Meresap Ranah Islam dan Filosofis

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 23 April 2021 | 09:00 WIB
Tarian dan topeng dari Bali tampil dalam sikuen Mahakarya di pelataran depan Candi Prambanan. (Feri Latief)

yang disebut sebagai pewarisan agar diri meresap dalam topeng yang dipentaskan. Aktivitas itu mulai dari puasa yang bertujuannya membersihkan diri, kemudian.

"Di Tari Panji," ujarnya. "Mencapai akhir tari topeng harus sesuai dengan doa leluhur, yakni awal dan akhir. Ini karena tradisi Panji ini sangat sakral."

"Selain itu, untuk mempelajari Tari Topeng Panji itu tidak mudah, karena diawali dengan [yang] kecil-kecil. Itu, di Panji ada Mageung Nafas. Banyak yang mementaskan tapi tidak ada isinya," Rasinah merujuk pada esensi kesenian Panji.

 

Baca Juga: Manfaatkan Teknologi, Roh Tari Topeng Mimi Rasinah Bangkit di Tengah Pandemi

Tari topeng mimi rasinah di Indramayu. (Dok. Sanggar Tari Topeng Mimi Rasinah)

 

"Tapi kalau mau ada isinya harus ada proses-proses tertentu, karena topeng Panji ini kayak orang urip (hidup) tapi mati, mati tapi urip. Ini gambaran besarnya seperti itu."

Sebelumnya, budaya Panji dikenal menyebar seantero Asia Tenggara berdasarkan kisahnya yang terpamang dalam relief, naskah kertas, dan seni tari maupun peran. Perkembangannya melintasi zaman hingga dikemas lewat anime (animasi bergaya Jepang), hingga film laga.

Namun, ada dimensi lain yang tradisi Panji berhasil masuk ke dalamnya: ranah spiritualitas dan nilai filosofis.

Endang Caturwati, pegiat seni Topeng Priangan dan Panji mengatakan di forum yang sama, tradisi Panji berkembang kembali di Jawa Barat di komunitas tertentu sejak 1920-an lewat tari Keurseus.

Keurseus sendiri merupakan gerakan priyayi menari dengan tertib lewat patokan, batasan, dan struktur tertentu.