Dia dan timnya mengekskavasi di sepetak lahan yang saat ini dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mereka membuat dua area kotak gali. Di sisi timur ada dua kotak gali masing-masing berukuran 4 x 4 meter dan 6 x 4 meter. Sementara di bagian tengah terdapat tiga kotak gali masing-masing berukuran 4 x 4 meter. Namun, timnya masih beruntung karena di bagian bagian timur relatif lebih baik kondisinya.
“Pada bagian timur laut ditemukan susunan bata yang kami perkirakan bagian bastion kastil,” ungkap Wanny. Dia menambahkan temuan lainnya berupa “sisa karang yang merupakan penguat bangunan. Sementara itu temuan lepasnya ada beberapa pecahan keramik Cina.”
Wanny mengabarkan bahwa penelitian ini juga melakukan pemindaian dengan alat ground penetrating radar. “Hasil penelitian akan kami serahkan ke Tim Ahli Cagar Budaya DKI,” imbuhnya. “Tim inilah yang berwenang memberi rekomendasi tindakan lebih lanjut.”
Baca Juga: Kisah Paket yang Tak Sampai: Tenggelamnya Gerbang Kota Batavia
Mereka menemukan ratusan repihan barang pecah belah. Selain pecahan keramik Cina, temuan lainnya adalah pecahan keramik Jepang, dan beragam botol, baik terbuat dari kaca maupun tembikar. National Geographic Indonesia menjumpai dua temuan pecahan barang pecah belah di tepian kotak ekskavasi.
Pertama, pecahan botol porselen bertuliskan Japansch Zoya yang tampaknya dibuat di Deshima, Jepang, untuk pasar Eropa. Botol kecap ini kemungkinan diproduksi pada akhir abad ke-18.
Kedua, Pecahan tembikar di sisi timur laut Kastel Batavia. Bagian botol tembikar dengan segel melingkar yang dicap tepat di bawah bahu. Cap itu bertuliskan SELTERS yang mengelilingi gambar singa bermahkota. SELTERS merupakan merk air mineral dari mata air Niederselters di Nassau, Jerman. Mata air ini menghasilkan air berkarbonasi secara alami yang telah dikenal selama ratusan tahun. Pada akhir abad ke-18, air mineral itu dibotolkan dan diekspor ke seluruh dunia.
Latar Sejarah Pembangunan Kastel Batavia
Sejarah baru tercipta di Muara Ciliwung. Kamis, 30 Mei 1619, serdadu-serdadu VOC asal Belanda dan tentara bayarannya asal Belgia, Denmark, dan Jepang bergempita merayakan keberhasilan penaklukkan Jaccatra di benteng mereka. Sementara itu Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen justru masih berada nun jauh di Kepulauan Rempah, Maluku.
Jaccatra adalah sebutan dalam dokumen VOC untuk Kota Jayakarta. Para serdadu telah mengganti nama kota pelabuhan itu menjadi Batavia, penghormatan kepada suku bangsa Batavier sebagai leluhur orang-orang Belanda. Benteng kecil Jaccatra pun berganti nama menjadi Kasteel Batavia.
Kendati Jayakarta ditaklukkan pada 1619, sejatinya nama resmi “Jaccatra” masih digunakan hingga dua tahun kemudian. Barulah pada Sabtu, 28 Agustus 1621, Coen menulis dalam Plakaatboek bahwa kompeni diperintahkan “supaya kota ini harus disebut dan diberi nama sejak saat ini dan seterusnya [sebagai] Kota Batavia dan bentengnya Kasteel Batavia yang terletak di dalam Kerajaan Jaccatra.”
Baca Juga: Zaman VOC, Biang Kemacetan Bisa Kena Denda