Bangunan Kastel bertahan hingga awal abad ke-19. Daendels memerintahkan untuk membongkar Kastel Batavia pada 1808. Alasannya, supaya pertahanan Batavia ini tidak jatuh kepada Inggris.
Adolf Heuken dalam Historical Sites of Jakarta mengungkapkan bahwa pada akhirnya puing-puing benteng itu kembali diratakan dengan tanah pada 1835. Dia mendasarkan laporan Stuterheim dalam Rapporten 1940 No.1 Het onderzoek naar de aanwezigheid van overblijfelen van het kasteel Batavia—atau Investigasi Keberadaan Sisa-sisa Kastil Batavia—yang dirilis pada 1941.
"Hanya nama populer Kota Inten yang masih mengingatkan akan salah satu kubu benteng Batavia itu," tulis Heuken.
Baca Juga: James Cook Pernah Keluyuran di Batavia
Pentingnya Kastel Batavia untuk Kita
“Tidak banyak penelitian yang dilakukan di situ,” kata arkeolog Candrian Attahiyat. Kini, dia menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya, dia bekerja di Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta hingga purnakarya.
Kendati usia kastel ini hampir 400 tahun, Candrian mengungkapkan bahwa sejauh ini catatan penelitian tentang Kastel Batavia baru bermula pada 1940. Penelitian ini dilakukan oleh Willem Frederik Stuterheim (1892-1942), peneliti pada Oudheidkundige Dienst, atau Jawatan Purbakala Hindia Belanda. Penelitiannya di sekitar sisi selatan, Bastion Diamant dan Bastion Robijn.
Penelitian berikutnya oleh Tim Dinas Museum dan Sejarah, Provinsi DKI, yang melibatkan Candrian. Pada awal 1990-an, survei mencari tembok kota, termasuk Kastel Batavia. Saat itu lokasi penelitiannya berada di luar parit sisi selatan, dekat tembok Gudang Timur VOC. Survei ini juga melibatkan dirinya.
Dari seluruh lahan tapak Kastel Batavia, "sekitar sepertiga kawasan kastel yang dimiliki Pemprov," ujarnya.
Baca Juga: Serdadu VOC Asal Tanah Madura
Apa makna Kastel Batavia bagi sejarah Kota Jakarta? Candrian mengungkapkan bahwa kastel ini penting sebagai penanda bahwa Jakarta pernah mengalami sejarah kelam. Menurutnya, kota ini merupakan kawasan yang pertama kali dikuasai oleh Belanda. Sementara itu Daendels telah menghancurkan kastel dan tembok kota ini pada 1808. “Jadi yang tersisa apapun buktinya tentunya barangkali kita sajikan narasinya yang cukup bijak kepada publik,” ujarnya “sehingga publik tidak terjebak pada romantisme sejarah atau sentimen antikolonial.”
“Saya meyakini bahwa ini semuanya Bastion Saphier. Cuma kita nanti menentukan batas-batasnya, apakah batas itu penting atau tidak,” ujar Candrian terkait dengan zonasi kawasan. Demikian juga untuk “pembangunan, signifikansi, dan pelestariannya akan dikaji secara utuh oleh Tim Ahli Cagar Budaya.”
Baca Juga: Buang Sampah ke Sungai Merupakan Warisan Zaman VOC, Benarkah?