Sejak awal Agustus 1619, sejatinya Jan Pieterzoon Coen sudah resah tentang keadaan Kasteel Batavia, yang layaknya tempat tinggal darurat. Kehidupan pun ala kadarnya. Intinya, benteng itu terlalu kecil sehingga perlu diperbaiki, atau perlu dibangun benteng baru.
Pertanyaannya kemudian, siapa yang akan membangun kota taklukan yang tanpa penduduk ini?
Batavia mendapati kesulitan sumber daya manusia. Coen memiliki siasat jitu—dan tak beradab—untuk perkara ini. Semua orang Cina yang berada di kapal jung mereka akan dikirim ke Batavia untuk meneruskan pekerjaan pembangunan kota. Tidak hanya orang Cina; orang Jawa, tawanan perang, dan orang Banda pun dipindahkan ke Batavia.
Demi pembangunan benteng baru, VOC menugaskan Kapten Willem Ysbrandtszoon Bontekoe (1587 – 1657) untuk mendatangkan material dari Kepulauan Seribu. Kini, patung torsonya dipajang di pelabuhan kota kelahirannya, Hoorn. Ia menulis catatan perjalanannya dari Hoorn ke Hindia Timur, yang terbit pada 1646.
Baca Juga: Makam Kapitan Cina Pertama di Batavia, Makam Tertua Seantero Jakarta
“Mereka memberi saya empat puluh laskar untuk mengungkit dan mengikat batu-batu dengan tambang supaya dapat menghelanya ke dalam perahu,” ungkapnya. “Batu-batu tersebut sangat putih, jauh lebih putih daripada batu kapur di negeri Belanda. Benteng di bangun terutama dari batu seperti itu, dari dalam air terus hingga puncak. Senang melihatnya. ”
Luas Kastel Batavia yang baru kira-kira tiga kali luas kastel yang lama. Empat bastionnya—kubu benteng—memiliki nama-nama batu mulia. Searah jarum jam berawal dari barat laut: Parel, Saphier, Robijn, dan Diamant.
Sebelum penyerangan pertama Mataram ke Batavia pada pertengahan 1628, Kasteel Batavia kedua telah berdiri. Di sisi selatannya tampak permukiman baru yang bersabuk jaringan kanal. Bahkan, seruas kanal telah dibangun di sisi timur, berikut dengan bangunan pertahanan.
Baca Juga: Saatnya Gulungan Arsip VOC Ungkap Losmen Lampu Merah di Batavia