Sekerat Hikayat Menu Babi Nusantara sampai Resep Warisan Bung Karno

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 13 Mei 2021 | 09:00 WIB
Babi perunggu, lambang kemakmuran, berasal dari zaman Majapahit. Saat ini menjadi koleksi Metropolitan Museum, Amerika Serikat. (Metropolitan Museum)

Bung Karno memasukkan 23 menu berbahan dasar babi dalam resep warisannya. Tampilnya sekerat menu babi dalam Mustikarasa menunjukkan pusparagam resep leluhur kita demi memenuhi asupan protein hewani di bentang geografis Nusantara. Pada kenyataannya, sejarah dan tradisi menu daging babi muncul di hampir setiap pulau-pulau besar di negeri ini.Setiap resep Mustikarasa disajikan dengan memberikan paparan singkat tentang takaran daging babi yang dibutuhkan—seberapa berat dan berlemak—bumbu atau bumbu alternatifnya, serta cara membuatnya.Berikut ke-23 resep masakan babi: Babi ketjap, babi tjien, bakut masak sajur asin, be genjol (Bali), daging babi masak tomat (Kalimantan), guling (Bali), ine avau' au (Papua), krupuk babi, lawar merah (Bali), lawar putih (lawar), namalum malum (Batak), nihasumba (batak), pangsit, piong duku bai (Toraja), sangsang (Batak), sate babi (Bali), sate pusut, sumpiah, ritja rodoh (Manado), timbungan (Bali), tjah hati babi, tjap tjai tjah, dan tollo pamarasan (Toraja).Apabila dibandingkan dengan buku-buku resep menu masakan zaman sekarang, sangat sedikit atau nyaris tidak ada buku menu babi yang beredar di masyarakat pada hari ini. Padahal gerai-gerai rumah makan yang menjajakan masakan menu ini sampai sekarang masih memiliki pemujanya.

Baca Juga: Kelakar Bung Karno dan Ziarah Go Tik Swan Demi ‘Batik Indonesia’

Bung Karno pernah menggagas proyek buku menu bersantap khas Indonesia. Dia memerintahkan pamong praja sampai ahli gizi untuk menyatukan selera penjuru Indonesia. Hasilnya, lebih dari 1.600 resep kuliner khas Nusantara. (Helen dan Frank Schreider/ National Geographic)
Ary Budiyanto, ahli antropologi di Universitas Brawijaya Malang, mengatakan bahwa Mustikarasa disusun ketika Indonesia memimpikan menjadi bangsa bersama yang besar.Saat penyusunan Mustikarasa, "nasionalisme masih menjadi zeitgeist—semangat zaman," ujarnya kepada National Geographic Indonesia. "Mustikarasa ini pun sebenarnya masih lanjutan dari buku-buku resep masa kolonial yang sangat kosmopolit, multikultur, multibangsa." Kendati pada zaman revolusi menu-menu Eropa mulai dikurangi kemenonjolannya, buku ini masih menyisipkan resep-resep Eropa.Perihal menu babi dalam Mustikarasa, Ary mengatakan, menu itu masih lazim tampil dalam khazanah kuliner Indonesia pada 1950-an. Situasi sosial dan budaya yang kosmopolit turut mendukung keberadaan menu itu di bentang penerbitan publik. Semangat zaman inilah yang turut dipelopori tokoh semasa, seperti Kasman Singodimedjo, yang menyatukan Indonesia sekaligus membuktikan kepeloporan umat Islam dalam mempersatukan bangsa ketika Republik ini lahir.