Sekerat Hikayat Menu Babi Nusantara sampai Resep Warisan Bung Karno

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 13 Mei 2021 | 09:00 WIB
Babi perunggu, lambang kemakmuran, berasal dari zaman Majapahit. Saat ini menjadi koleksi Metropolitan Museum, Amerika Serikat. (Metropolitan Museum)

Buku ini muncul sebagai tengara zaman yang mendefinisikan kembali nasionalisme kita di meja makan. Sukarno mencoba merumuskan apa itu masakan Indonesia, kendati unsur-unsur budayanya tak bisa dilepaskan dari kebinekaan selera Nusantara—Arab, India, dan Cina.Bung Karno tampaknya begitu memahami konsep Indonesia yang berbineka—budaya dan geografi. Kumpulan resep yang mencapai lebih dari 1.600 resep itu dikumpulkan dari kebiasaan menu bersantap penjuru Tanah Air. Hasilnya, sebuah buku resep yang mencoba mewakili semua unsur budaya. Pemikiran ini dilandasi semangat zaman pencarian jati diri kita sebagai suatu bangsa.Mustikarasa merupakan pengejawantahan dari pemikiran Bung Karno dalam kebutuhan revolusi Indonesia. JJ Rizal, sejarawan sekaligus Pendiri dan Direktur Penerbit Komunitas Bambu, mengungkapkan dalam pengantar penerbitan buku Mustikarasa edisi 2016 . "Ini adalalah manifestasi dari apa yang pernah ia katakan bahwa kepada orang yang lapar tidak bisa diberikan kepadanya pemikiran revolusi," tulisnya.Dia juga mengungkapkan buku ini menjadi konsep tentang politik pangan nasional. Menurutnya, Bung Karno memahami ancaman krisis pangan di Indonesia, yang merupakan "ancaman terbesar bukan hanya kekuasaannya tetapi juga masa depan Indonesia," tulis Rizal.

Baca Juga: Di Balik Foto Langka Lawatan Pertama Soekarno ke Amerika Serikat 1956

Gedung Agung, kediaman Presiden Soekarno di Yogyakarta ketika Ibu Kota Republik Indonesia pindah ke kota ini. Pada 1950-an, Soekarno memerintahkan pengumpulan resep masakan Indonesia. (Dwi Oblo/National Geographic Traveler)
Kaitan buku ini dengan Sukarno sebagai arsitek bangsa, dia mengungkapkan bahwa sebagai 'Penyambung Lidah Rakyat', sejak muda Sukarno telah lantang bicara "kemerdekaan dimulai dari lidah". Makna di balik pernyataan itu adalah "apa yang dicecap lidah bangsa Indonesia menurutnya harus menunjukkan semangat kemerdekaan, selfreliance," ungkapnya.Ada salah satu menu yang digandrungi Bung Karno, setidaknya semenjak dia masih mahasiswa di Technische Hoogeschool te Bandoeng. Dia kerap mengajak kawannya makan sate untuk mengakhiri ketegangan diskusi. Barangkali mereka memesan ke penjual sate pikulan yang biasanya menjajakan sate ayam di Bandung.Nah, perkara menu sate saja, Mustikarasa menyajikan 23 menu sate yang menghasut selera kita.Sederet menu sate dalam buku warisan Bung Karno itu: Sate ayam, sate ayam rendang, sate asam manis, sate bandeng khas Tegal, sate bumbu dendeng, sate gapit, sate gurih, sate kerang, sate lidah, sate manis, sate manis tempe, sate madura, sate mangut khas Banten, sate padang khas Sumatra Barat, sate prentul, sate cirebon, sate udang khas Jawa Timur, sate udang manado, sate usus. Dan, Bali telah menyumbang menu sate terbanyak dibanding provinsi lain: sate lilit, sate pusut, sate penyu, dan sate babi.

Michiko Shoda, istri putra mahkota Kaisar Jepang, sedang mendapat penjelasan tentang canting di Istana Negara 1962. Tampak di latar, GoTik Swan dan Bung Karno. (Arsip Go Tik Swan Hardjonagoro)