Jawa Timur, Sarang Tokoh-Tokoh Kebangkitan Nasionalisme Indonesia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 21 Mei 2021 | 08:22 WIB
Anak-anak keturunan Arab di Surabaya. Surabaya menjadi salah satu tempat persemaian bangkitnya nasionalisme Indonesia. ( P.J. van Winter/KITLV 25116)

Sejarawan Leo Suryadinata dalam Peranakan Chinese Politics in Java 1917–1942, menulis, bahwa partai ini terbentuk dari perselisihan sesama Tionghoa yang mendukung kolonial Belanda, atau mendukung nasionalisme Tiongkok. 

PTI sendiri berhasil mengubah surat kabar Sin Jit Po menjadi Sin Tit Po. Media ini dahulunya menggemborkan semangat anti kolonialisme yang cenderung mendukung identitas Tionghoa untuk nasionalisme Tiongkok. Perubahannya membuat agendanya mendukung semangat PTI untuk nasionalisme Indonesia.

Sin Tit Po juga melahirkan gagasan bagi nasionalisme Indonesia bagi kalangan Arab yang dicetus Abdurrahman Baswedan.

Baca Juga: Ketika Orang Arab dan Tionghoa Membuat Resah Pemerintah Kolonial

Pejuang Republik berlaga dengan meriam penangkis serangan udara dalam Pertempuran Surabaya. Mungkin operator meriam itu bernama Gumbreg, yang berhasil menjatuhkan lebih dari sepuluh pesawat musuh. (Album Perang Kemerdekaan 1945-1950)

Baswedan, dalam Mencari Identitas Orang Hadhrami di Indonesia di Indonesia (1900-1950), menentang dengan sikap orang Arab--khususnya Hadhrami--kalangan tua yang memiliki sikap untuk semangat nasionalisme untuk Hadhrami.

Maka pada 1934, ia mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI) yang kemudian berkembang menjadi partai politik. Semangat nasionalisme Indonesia dari kalangan Arab dibuktikan dalam pernyataan sikap dari Sayyid Abdullah bin Salim Al-Attas di kongres PAI.

Dalam kongres itu ia menyatakan bahwa, "PAI hanya bisa memperjuangkan kepentingan orang-orang Indonesia melakui jalan politik." Pernyataan ini dikutip dari  The Hadrami Awakening, Community and Identity in the Netherlands East Indies (1999) karya Natalie Mobini Kasheh.

Baca Juga: Siapa Sajakah yang Berhak Mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional?

Semangat kebangkitan nasional di masa lalu hanyalah buah pemikiran cerita kelam masa Perang Dunia I dan II, ujar Adrian Perkasa. Ia merefleksikan, nasionalisme di masa lalu terbentuk karena dianggap membawa kemuliaan bagi banyak bangsa, tetapi memiliki makna yang fleksibel atau kontekstual

"NKRI itu bukan harga mati, tapi nasionalisme itulah yang harus diperjuangkan," Adrian berpendapat. "Nasionalisme itu, menurut para ahli itu ga bisa diukur kadarnya pada setiap orang. Sama seperti kadar komunisnya seseorang, atau kadar keimanan seseorang, karena semua selalu berkembang."