Nationalgeographic.co.id - Matematika adalah ilmu pasti yang sangat berperan dalam memecahkan masalah. Berkat matematika, kita bisa mengerti kisaran harga belanja di pasar, hingga melatih logika dalam permainan seperti catur.
Banyak orangtua yang memaksakan anaknya untuk mengikuti les agar kemampuannya dalam mata pelajar di sekolah lebih baik. Alih-alih mengharuskan anak untuk les matematika, dua peneliti Department of Neuroscience, Karolinska Institutet, Swedia, mengungkapkan cara lain.
Mereka adalah Nicholas Judd dan Klingberg. Dalam laporannya, meningkatkan kemampuan matematika Anak bisa dengan melatih kognitif atau ingatannya secara visual. Cara ini dapat dilanjutkan dengan latihan penalaran mereka.
Mereka menulis, latihan ingatan secara visual ini mendukung gagasan pelatihan kognisi spasial dalam masalah matematika. Kognisi spasial adalah cara untuk memahami dan mengingat hubungan dimensi di antara objek.
Baca Juga: Sains Memaafkan, Belajar Memberi Maaf Baik bagi Fisik dan Mental
Dalam laporannya yang ditulis di Nature Human Behaviour, Kamis (20/05/2021), untuk mengujinya, para peneliti memberikan pelatihan kognitifnya pada 17.000 anak sekolah di Swedia.
Anak-anak itu berusia enam dan delapan tahun, dan melakukan pelatihan lewat aplikasi selama 20 atau 33 menit per hari selama tujuh minggu.
Pada minggu pertama, anak-anak diberi latihan yang sama, lalu mereka dikelompokkan secara acak untuk lima kondisi pelatihan yang berbeda. Dalam setiap kelompok, anak-anak menghabiskan sekitar setengah dari waktu pelatihan mereka untuk tugas garis bilangan matematika.
Sisa waktunya dialokasikan secara acak untuk proporsi berbeda dari tiap kelompok pelatihan kongnitif dalam bentuk tugas rotasi. Selain rotasi juga seperti memori kerja visual atau penalaran non-verbal. Setelah itu mereka diuji pada minggu pertama, kelima dan ketujuh selama masa eksperimen.
Baca Juga: Menjemput Impian Anak-anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dreamable
Lebih rincinya, berikut adalah tugas pelatihan yang mungkin bisa diterapkan untuk anak Anda:
1. Dalam tugas baris angka, anak diminta untuk mengidentifikasi posisi angka secara tepat pada garis yang memuat titik awal dan akhir. Kesulitan bisa ditambahi dengan menghapus tanda spasial, misal tanda centang pada garis bilangan, dan hasil untuk memasukkan masalah matematika seperti penjumlahan, pengurangan, dan pembagian.
2. Pada tugas memori kerja visual, anak diminta untuk mengingat kembali objek visual. Dalam penelitian Nicholas Judd dan Tortel Klingberg, anak-anak menyusun kembali urutan titik. Kesulitan akan bertambah dengan menambahkan lebih banyak item.
3. Pada tugas penalaran non-veral, anak diminta untuk menyelesaikan urutan pola spasial. Mereka diminta untuk memilih gambar yang tepat untuk mengisi ruang kosong berdasarkan urutan sebelumnya. Kesulitan bisa ditingkatkan dengan menambahkan dimensi baru seperti warna, bentuk, dan titik.
4. Lewat tugas rotasi, anak diminta untuk mencari tahu seperti apa bentuk benda jika diputar. Anak-anak diminta untuk memutar sebuah objek 2D agar sesuai dengan berbagai sudut. Kesulitannya bisa ditambah dengan meningkatkan jumlah sudut rotasi atau kompleksitas objek yang diputar.
Baca Juga: Perkembangan Otak Anak yang Pernah Dipukul Mirip Otak Korban Pelecehan
Lewat tugas rotasi, anak diminta mencari tahu seperti apa bentuk suatu benda bila diputar.
5. Kemudian dalam penelitian terakhir, anak-anak diminta untuk memutar sebuah objek 2D agar membentuk bangunan berdasarkan kerangka. Kesulitan bisa ditambah dengan meningkatkan jumlah sudut rotasi, atau kompleksitas objek yang diputar.
"Dalam studi besar acak ini kami menemukan bahwa dalam hal meningkatkan pembelajaran matematika pada anak-anak, jenis pelatihan kognitif yang dilakukan memainkan peran penting," kata Torkel Klingberg, salah satu penulis dalam Eurekalert.
"Ini adalah temuan penting karena memberikan bukti kuat bahwa pelatihan kognitif berpengaruh pada kemampuan yang berbeda dari yang Anda praktikkan."
Baca Juga: Dunia Sunyi Para Pencari Jati Diri, Kisah Anak-anak Penyandang Autisme
Berkat pelatihan penalaran kemampuan matematika anak-anak berdampak secara positif paling terbesar dalam variabel laporannya. Baik penalaran dan pelatihan memori, secara signifikan lebih unggul dari pelatihan rotasi.
Mereka juga mengamati bahwa manfaat pelatihan kongnitif itu bisa berbeda tiga kali lipat tiap individu dari sebelumnya. Temuan itu menjelaskan perbedaan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya yang melihat karakteristik tiap individulah yang berdampak pada hasil.
Para peneliti menulis bahwa ada keterbatasan pada eksperimen ini, salah satunya adalah kurangnya keberadaan kelompok kontrol pasif untuk memperkirakan dampak absolut. Kemudian mereka juga tidak menyertakan kelompok siswa yang menerima pelatihan lewat pelajaran matematika.
"Meskipun kemungkinan untuk setiap tes tertentu, pelatihan tentang keterampilan tertentu adalah cara yang paling efektif waktu untuk meningkatkan hasil tes," ungkap Klingberg.
"Penelitian kami menawarkan bukti prinsip bahwa pelatihan kognitif spasial berpengaruh pada kemampuan akademis."
Baca Juga: Sains Ancala, Bagaimana Kita Bersikap dan Belajar pada Gunung?