Terancam Punah, Perdagangan Liar Burung Paruh Bengkok Masih Marak

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 26 Mei 2021 | 11:00 WIB
Burung paruh bengkok Brasilia yang berwarna cerah ini kerap mengundang ketertarikan wisatawan untuk (Bayu Dwi Mardana)

Nationalgeographic.co.id Jika mencari burung paruh bengkok di Google, sangat mudah untuk menemukan toko yang menjualnya, baik secara daring maupun luring.

Padahal, burung ini merupakan satwa yang dilindungi dalam Peraturan Menteri LHK nomor 106 tahun 2018. Wajar bila kerap diburu, sebab burung itu memiliki penampilan yang menggoda untuk dikoleksi.

Akibatnya, sebelum 2018 burung tersebut mengalami eksploitasi berlebihan. Maka lewat regulasi itu, praktik perburuan dan perdagangannya tak lagi bebas dan dinyatakan ilegal, kecuali dilakukan oleh pihak konservasi.

Baca Juga: Ratusan Burung Paruh Bengkok Diselundupkan, Kondisinya Memprihatinkan

Sehingga praktik perburuan dan perdagangnya yang secara bebas adalah ilegal, kecuali yang diperdagangkan pihak konservasi.

Burung yang diperdagangkan pihak konservasi—termasuk burung paruh bengkok, adalah burung keturunan kedua, bukan yang langsung ditangkap. Tentunya bertujuan agar bisa memenuhi permintaan pasar burung.

"Burung-burung yang dilakukan penangkaran itu untuk keturunan kedua, dari bibit ini istilahnya masih milik negara yang dititipkan ke penangkaran itu disebut dengan f0," terang Dudi Nandika dari Konservasi Kakatua Indonesia saat dihubungi National Geographic Indonesia, Selasa (25/05/2021).

"Kalau f0 dikawinkan akan menghasilkan f1, terus melahirkan f2. Nah, f2 itu sudah bisa diperjualbelikan baik domestik dan internasional."

Baca Juga: Menteri LHK Menyerukan Penyelamatan Kakaktua Jambul Kuning

Lewat konservasi, burung paruh bengkok bisa dibudidayakan sekaligus bisa memenuhi pasar dengan cara yang legal di mata hukum. (Wikimedia)

Mengenai penelusuran perdagangan ilegal, Dudi mengikuti studi bersama para peneliti dari Australian National University.

Laporan mereka dalam Biological Conservation (Vol 257 Mei 2021), menggunakan model kriminologi untuk mengetahu faktor mengapa burung paruh bengkok masih diperdagangkan. Padahal negara ini terbukti sangat penting melakukan konservasi.

Dudi menyebut ada yang melatarbelakangi mengapa perburuan dan perdagangan ilegal burung paruh bengkok. Hal yang paling utama adalah permintaan pasar dan peluangnya.

Permintaan pasar burung paruh bengkok sangat besar dalam skala perdagangan nasional dan mancanegara. Sedangkan pada faktor peluang, para pedagang memanfaatkan celah untuk bertindak secara sembunyi-sembunyi.

Baca Juga: Kepolisian Halmahera Utara Tangkap Pemburu Burung Paruh Bengkok

"Permintaan burung paruh bengkok yang tinggi sebagai hewan peliharaan, dan usaha perburuan dari alam liar untuk diperjualkan telah signifikan berkontribusi pada penurunan parahnya di seluruh dunia," ujar rekan penulis studi Rob Heinsohn dari ANU dalam rilis akademis.

"Sepertiga dari hampir 400 spesies burung parrot terancam punah hari ini."

Melalui model kriminologi itu, para peneliti mengambil datanya diambil dengan pengamatan di beberapa pelabuhan Maluku, pasar burung di Sulawesi Selatan, dan Jakarta.

Data tambahan juga disediakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di beberapa wilayah.

"Kita mendapatkan data yang cukup banyak di BKSDA Maluku dan Jawa Timur terkait laporan penyitaan," ungkap Dudi. "Walaupun burung-burung ini di Indonesia tengah dan timur, tapi banyak lolos ke Pulau Jawa. Mereka tertangkap di Jawa Timur."

Baca Juga: Pengamatan Terbaru: Masih Ada Burung Terancam Punah di Teluk Jakarta

Burung paruh bengkok diselundupkan dengan cara dimasukan ke dalam pipa paralon dan botol air kemasan (Gregorius Bhisma Adinaya)

Mereka menemukan ada banyak jalur perdagangan gelap yang kini diberantas penegak hukum. Dudi mengakui, meski sudah ditutup beberapa jalur, jalur lain dapat muncul dan berubah-ubah.

Ia menyebut rute perdagangan ilegal ada di sekitar Papua, Maluku Utara, dan Manado untuk diekspor ke Filipina. Kemudian dari kawasan Nusa Tenggara hingga ke Jawa Timur.

"Nanti terpecah lagi di barat Indonesia ke Jakarta, ke Sumatera, ada juga yang lewat Kalimantan. Itu yang sudah teridentifikasi," ujar Dudi.

"Tapi banyak jalur-jalur tikus, seperti tidak menggunakan kapal besar, tapi juga dengan modus kapal kecil, ada juga yang menitipkan di kapal-kapal perusahaan. Ini yang agak susah."

Untuk itu, KSDA dan sejumlah LSM mencoba semaksimal mungkin untuk mengidentifikasi dan memetakan titik-titik potensial perdagangan, dan penyelundupan burung paruh bengkok, tambahnya.

Dalam perkembangannya pun modus penyelundupan burung paruh bengkok mulai menggunakan pengambilan telur. Padahal, burung paruh bengkok menghasilkan telur yang sangat terbatas, setidaknya tiga butir per tahunnya.

Sebenarnya, teknik ini bermanfaat bagi konservasi untuk menghindair kematian burung di perjalanan. Pihak kepolisian dan BKSDA sudah mulai mengendus modus ini, meski secara jumlah belum begitu banyak.

Menurutnya usaha penegakan hukum sudah banyak dilakukan. Usaha dilakukan saat ini hanyalah mengandalkan edukasi masyarakat bahwa burung paruh bengkok adalah aset bangsa yang harus dikelola dengan baik lewat konservasi.

Baca Juga: Hilang 125 Tahun, Burung Hantu Bermata Oranye Terlihat Lagi di Borneo