Studi: Bangun Tidur Satu Jam Lebih Pagi Bisa Kurangi Risiko Depresi

By Utomo Priyambodo, Kamis, 10 Juni 2021 | 19:30 WIB
Ilustrasi bangun tidur (Lutfi Fauziah)

Nationalgeographic.co.id—Sekadar bangun tidur satu jam lebih pagi ternyata dapat mengurangi risiko seseorang terkena depresi berat sebesar 23 persen. Hal itu dinyatakan oleh hasil sebuah studi genetik baru yang laporannya telah terbit di jurnal JAMA Psychiatry pada 26 Mei 2021.

Studi yang dibuat oleh para peneliti dari University of Colorado Boulder dan Broad Institute of MIT and Harvard itu mewakili beberapa bukti terkuat bahwa kronotipe—kecenderungan seseorang untuk tidur pada waktu tertentu—memengaruhi risiko depresi. Studi ini dilakukan terhadap 840.000 orang.

Ini merupakan salah satu studi pertama yang mengukur seberapa banyak, atau sedikit, perubahan yang diperlukan untuk mempengaruhi kesehatan mental.

"Kami telah mengetahui untuk beberapa waktu bahwa ada hubungan antara waktu tidur dan suasana hati, tetapi pertanyaan yang sering kami dengar dari dokter adalah: Seberapa awal kita perlu mengubah orang untuk melihat manfaatnya?" kata penulis senior Celine Vetter, asisten profesor fisiologi integratif di CU Boulder.

"Kami menemukan bahwa waktu tidur satu jam lebih awal dikaitkan dengan risiko depresi yang jauh lebih rendah," ujar Vetter lagi seperti dilansir oleh Science Daily.

Studi observasional sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang yang suka tidur di malam hari dua kali lebih mungkin menderita depresi daripada yang bangun pagi—terlepas dari berapa lama mereka tidur. Namun, karena gangguan mood dapat mengganggu pola tidur, para peneliti mengalami kesulitan untuk menguraikan apa penyebabnya.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Cara Komunikasi Lewat Mimpi dengan Orang yang Tidur

Sulit bangun pagi berkaitan dengan gen yang ada di dalam tubuh kita. Apakah mereka yang memiliki varian genetik yang membuat mereka bangun pagi juga memiliki risiko depresi yang lebih rendah? Jawabannya adalah tegas: Ya! (SaraBerdon/Getty Images/iStockphoto)

Penelitian-penelitian lainnya memiliki ukuran sampel yang kecil, mengandalkan kuesioner dari satu titik waktu. Atau, tidak memperhitungkan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi waktu tidur dan suasana hati. Hasil dari penelitian-penelitian semacam itu tentu berpotensi membingungkan.

Pada 2018, Vetter menerbitkan sebuah studi jangka panjang yang besar terhadap 32.000 perawat yang menunjukkan bahwa "orang-orang yang bangun pagi" memiliki kemungkinan 27 persen lebih kecil untuk mengalami depresi selama empat tahun. Namun hasil studi tersebut menimbulkan pertanyaan: Apa artinya menjadi orang yang bangun pagi?

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas apakah mengubah waktu tidur lebih awal benar-benar melindungi, dan berapa banyak perubahan yang diperlukan, penulis utama Iyas Daghlas, M.D., beralih ke data dari perusahaan pengujian DNA 23 and Me dan database biomedis UK Biobank. Daghlas kemudian menggunakan metode yang disebut "pengacakan Mendelian" yang memanfaatkan asosiasi genetik untuk membantu menguraikan sebab dan akibat.

"Genetik kita ditetapkan sejak lahir sehingga beberapa bias yang mempengaruhi jenis penelitian epidemiologi lainnya cenderung tidak mempengaruhi studi genetik," kata Daghlas, yang lulus pada Mei dari Harvard Medical School.

Baca Juga: Teori Baru Ini Ungkap Cara Memunculkan Mimpi Saat Kita Tidur

Lebih dari 340 varian genetik umum, termasuk varian yang disebut "gen jam" PER2, diketahui memengaruhi kronotipe seseorang. Dan genetika secara kolektif menjelaskan 12-42 persen preferensi waktu tidur kita.

Para peneliti menilai data genetik yang tidak teridentifikasi pada varian ini dari data yang diambil pada hingga 850.000 individu. Data-data ini termasuk data dari 85.000 yang telah memakai pelacak tidur yang dapat dipakai selama 7 hari dan 250.000 yang telah mengisi kuesioner preferensi tidur. Ini memberi mereka gambaran yang lebih terperinci, hingga jam, tentang bagaimana varian gen memengaruhi saat kita tidur dan bangun.

Dalam sampel terbesar ini, sekitar sepertiga dari subjek yang disurvei mengidentifikasi diri sebagai morning larks, 9 persen adalah night owl, dan sisanya berada di tengah. Secara keseluruhan, rata-rata titik tengah tidur adalah pukul 3 pagi, yang berarti mereka tidur pada pukul 11 ​​malam dan bangun jam 6 pagi.

Baca Juga: Sains Tidur: Apa yang Sejatinya Terjadi pada Otak Ketika Kita Tidur?

Beberapa hal terjadi pada tubuh kita saat tidur. Sekadar bangun tidur satu jam lebih pagi ternyata dapat mengurangi risiko seseorang terkena depresi berat sebesar 23 persen. (Vera_Petrunina/Getty Images/iStockphoto)

Dengan mendapatkan informasi ini, para peneliti kemudian beralih ke sampel berbeda yang mencakup informasi genetik bersama dengan catatan medis dan resep yang dianonimkan. Mereka juga mengambil sampel survei tentang diagnosis gangguan depresi mayor.

Dengan menggunakan teknik statistik baru, mereka bertanya: Apakah mereka yang memiliki varian genetik yang membuat mereka bangun pagi juga memiliki risiko depresi yang lebih rendah?

Jawabannya adalah tegas: Ya!

Setiap titik tengah tidur satu jam lebih awal (pertengahan antara waktu tidur dan waktu bangun) berhubungan dengan risiko gangguan depresi mayor sebesar 23 persen lebih rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang yang biasanya pergi tidur pada jam 1 pagi malah pergi tidur pada tengah malam dan tidur dengan durasi yang sama, mereka dapat mengurangi risiko depresi tersebut sebesar 23 persen. Bahkan jika mereka pergi tidur jam 11 malam, mereka bisa memotongnya sekitar 40 persen.

Tidak jelas dari penelitian apakah mereka yang sudah bangun pagi bisa mendapat manfaat dari bangun lebih awal. Tetapi bagi mereka yang berada di kisaran menengah atau rentang malam, beralih ke waktu tidur lebih awal kemungkinan akan membantu.

Apa yang bisa menjelaskan efek ini?

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mendapatkan paparan cahaya yang lebih besar di siang hari, yang cenderung didapatkan oleh orang yang bangun pagi, menghasilkan serangkaian dampak hormonal yang dapat memengaruhi suasana hati.

Yang lain mencatat bahwa memiliki jam biologis, atau ritme sirkadian, yang trennya berbeda dari kebanyakan orang bisa membuat depresi.

Yang lain mencatat bahwa memiliki jam biologis, atau ritme sirkadian, yang trennya berbeda dari kebanyakan orang bisa membuat depresi.

"Kita hidup dalam masyarakat yang dirancang untuk orang-orang pagi, dan orang-orang malam sering merasa seolah-olah mereka terus-menerus tidak selaras dengan jam sosial itu," ujar Daghlas.

Baca Juga: Mengapa Kita Terkadang Memimpikan Orang yang Sudah Meninggal?