Ilmuwan Temukan Lagi Data Hilang Misterius Terkait Asal Virus Corona

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 24 Juni 2021 | 16:00 WIB
Kelelawar diduga sebagai hewan yang membawa virus corona. (Gita Laras Widyaningrum)

Nationalgeographic.co.id - Mencari asal-usul Covid-19 yang sebelumnya menjadi teka-teki hingga mengakibatkan banyak asumsi, adalah tanggung jawab ilmuwan atas 3,9 juta jiwa meninggal di seluruh dunia.

Hambatan penelusuran ini disebabkan kurangnya akses yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok, yang merupakan tempat asal pagebluk. Selain itu, database ilmiah daring terkait urutan genetik dari lebih 200 sampel virus awal Covid-19 di Wuhan hilang.

Kini, penelitian itu bisa dilakukan berkat file terkait 13 urutan virus corona yang disimpan di Google Cloud, ungkap para ilmuwan di New York Times, Rabu (23/06/2021).

Berdasarkan laporan ilmiah di BioRxiv terbit Selasa (22/06/2021), temuan ini mendukung bahwa virus corona bukanlah berasal dari laboratorium yang bocor. Melainkan, virus sudah beredar di Wuhan sebelum wabah awal yang berhubungan dengan passar hewan dan seafood pada Desember 2019.

Jesse Bloom, penulis studi itu, meninjau data genetik berdasarkan yang diterbitkan oleh berbagai kelompok penelitian, termasuk studi Maret 2020 yang mencakup informasi 241 urutan genetik dari para ilmuwan Wuhan University.

Data berbentuk spreadsheet itu menunjukkan bahwa para ilmuwan telah mengunggahnya ke database daring. Database itu disebut sebagai Sequence Read Archieve yang dikelola oleh National Libarary of Medicine milik pemerintah Amerika Serikat.

Baca Juga: Bukan dari Wuhan, Investigasi WHO Ungkap Asal Covid-19 di Tiongkok

 

Musim panas tahun lalu, data terkait sampel virus corona di Wuhan hilang. Kini, ilmuwan berhasil menemukannya demi menelusuri asal-usul pagebluk. (_freakwave_/pixabay)

Agar bisa menentukan asal mulanya, para ilmuwan mencari telebih dahulu virus progenitor. Bagian ini adalah semua strain lain pada virus diturunkan.

Meski urutan awal adalah pada sampel di kasus pasar makanan di Wuhan, tetapi kasus dari awal November dan Desember 2019 diketahui tidak memiliki hubungan dengan pasar. Ini menandakan virus muncul dari tempat lain di awal pagebluk.

Masalah bagi ilmuwan lainnya juga tertera pada genetik pertama. Beberapa dari kasus yang ditemukan di pasar, termasuk tiga mutasi yang hilang dalam sampel virus muncul beberapa pekan kemudian di luar pasar. Virus yang kehilangan ketiga mutasi itu cocok dengan virus corona yang ditemukan pada kelelawar tapal kuda (Rhinolophus beddomei).

Bloom menulis bahwa telah menemukan urutan yang dihapus yang mungkin berasal dari beberapa sampel paling awal. Berdasarkan data yang didapatnya, urutannya tak memiliki tiga mutasi itu.

“Mereka tiga langkah lebih mirip dengan virus corona kelelawar daripada virus dari pasar ikan Huanan,” kata Bloom.

Baca Juga: Penggunaan Ivermectin sebagai Obat COVID-19 Sedang Diuji oleh Oxford

Pada 17 April 2020, tenaga kesehatan di Kepulauan Sangihe memulihkan tenaga sebelum memindahkan jenazah akibat Covid-19. Kacamata penuh embun adalah salah satu hal yang sering dihadapi oleh mereka, di balik alat pelindung diri yang mereka kenakan. (Stenly Pontolawokang/National Geographic Indonesia)

Ini menunjukkan, ujarnya, bahwa pada saat SARS-CoV-2 mencapai pasar, itu telah beredar untuk sementara waktu di Wuhan atau sekitarnya. Virus yang ada pasar, menurutnya, tidak mewakili keragaman penuh virus corona yang sudah lepas pada akhir 2019.

"Mungkin gambaran kita tentang apa yang ada di awal di Wuhan dari apa yang telah diurutkan mungkin agak bias," katanya.

Namun Bloom lewat laporannya mengakui bahwa kesimpulan penelitiannya harus dikonfirmasi dengan analisis yang lebih dalam mengenai urutan virus.

Baca Juga: Setahun Pagebluk Covid-19. Apa saja yang Bisa Kita Pelajari?

Michael Worobey, ilmuwan dari University of Arizona, sebelumnya bersama Bloom selalu vokal untuk menyerukan penelitian terkait asal-usul pagebluk ini. Mereka pada awal Mei lalu mengeluh bahwa tidak ada inforamsi yang cukup untuk menentukan, apakah karena kebocoran laboratorium, atau penularan manusia dari hewan di luar laboratoriurm.

Worobey kini sedang mengerjakan studi skala besar terkain gen virus itu untuk memahami asal-usulnya. Ia memaparkan bahwa sekarang telah menambahkan 13 urutan yang ditemukan oleh Bloom.

“Data tambahan ini akan memainkan peran besar dalam upaya itu,” ujarnya Worobey.

Masih belum jelas mengapa infromasi ini hilang sejak awal. Diketahui 13 ururtan ini telah terhapus pada musim panas 2020 lalu dari National Library of Medicine yang dikelola pemerintah Amerika Serikat.

Baca Juga: Wabah Tikus Melanda Australia Timur: Pasien-Pasien Rumah Sakit Digigit

 

"Tidak ada alasan ilmiah yang masuk akal terkait penghapusan: urutannya sangat sesuai dengan sampel yang dijelaskan oleh Wang dkk. (2020a,b)," tulis Bloom di laporan itu.

"Tidak ada koreksi pada makalah itu, makalah itu menyatakan persetujuan subyek manusia telah diperoleh, dan pengurutan tidak menunjukan bukti plasmid atau kontaminasi sampel ke sampel. Maka, tampaknya urutan itu dihapus untuk mengaburkan keberadaan mereka," tambahnya.

Tetapi dia juga menulis ada beberapa keterbatasan dalam penelitiannya, khususnya urutan hanya sebagian serta tak menyertakan informasi terkai penanggalan maupun lokasi pengumpulan sampel yang jelas. Informasi ini sangat penting untuk melacak kembali asal-usul virus.

Terlepas dari apa yang terjadi pada 13 urutan ini, Bloom sekarang mencari tahu petunjuk lain yang mungkin ditemukan secara daring. Untuk merekonstruksi asal-usul Covid-19, semua petunjuk itu berpotensi penting.

“Idealnya, kita perlu mencoba menemukan sebanyak mungkin urutan awal lainnya,” katanya. "Dan saya kira penelitian ini menunjukkan bahwa kita harus mencari di segala sumber."

Baca Juga: Anak Malaysia Terinfeksi Virus Corona Baru yang Berasal dari Anjing