Koninklijke Olie, Perusahaan Minyak Kerajaan Belanda Kelahiran Langkat

By Mahandis Yoanata Thamrin, Jumat, 2 Juli 2021 | 21:02 WIB
Uji pengeboran dengan bor Sullivan (untuk strata pada kedalaman 400 meter), mungkin untuk B.P.M. di Pangkalansoesoe di Pangkalanbrandan. Foto sekitar 1927-1932. (KITLV)

 

Nationalgeographic.co.id—Jan Reerink dikenal sebagai pengusaha, pelopor industri perminyakan Hindia Belanda. Pada 1871 dia menemukan minyak yang merembes di pinggang Gunung Ciremai. Lokasinya di Majalengka, Jawa Barat.

Kemudian Reerink melakukan pengeboran pertama untuk minyak bumi di Hindia Belanda. Untuk memompa minyak bumi dari batuan, dia mengerahkan sapi. Produksi minyak bumi pertamanya sebesar 6.000 liter. Kini, kita mengenal sumur minyak pertama itu sebagai “Maja-1” atau “Cibodas Tangat-1.”

Satu dasawarsa setelah ikhtiar Reerink, kemujuran minyak baru datang di daerah Langkat, Sumatera Utara. Pada suatu hari, Aeliko Jans Zeijlker, seorang administratur kebun tembakau, sedang berteduh dari guyuran hujan lebat di sebuah gubuk.

Hari makin gelap, seorang mandor perkebunan yang menemaninya menyulut obor buat penerang hari. Obor ini lain: jauh lebih terang benderang.

Sang mandor menguraikan, dia membasahi ujung obor itu dengan cairan yang ada di belakang gubuk. Terdorong rasa ingin tahu, sebelum meninggalkan gubuk, Zeijlker mengambil cairan itu. Dia menerka cairan itu tak lain adalah kerosen, minyak bumi. Sejak itulah, ringkas kisah, Zeijlker mengumpulkan modal buat mengebor sebidang lahan di Telaga Said, tak jauh dari Pangkalan Brandan.

Administratur perkebunan tembakau pada Deli Tobacco Maatschappij, sekitar 1880-an. (TEMBAKAU DELI)

 

Melalui berbagai upaya, pada medio Juni 1885, gas, air dan minyak mendesak kuat dari dalam tanah. Sumur yang menyemburkan minyak ini disebut Telaga Tunggal I. Inilah kala penemuan sumber minyak komersial pertama, yang menjadi cikal bakal The Royal Dutch Shell. Temuan itu berefek domino: disusul sumur minyak di Telaga Said, yang sangat produktif.

Potensi minyak yang berlimpah ruah ternyata tak dibarengi dengan modal yang cukup. Modal cekak, sementara mata bor mesti terus berputar. Lantas, pemerintah Hindia Belanda turun tangan lewat Jawatan Pertambangan—yang dibentuk saat terbit Aturan Pertambangan, Koninklijke Besluit, pada 1850.

Baca Juga: Desa Wisata Energi Migas Wonocolo, 'Texas' di Bumi Nusantara

Personel BPM di Langkat, Sumatra Utara., sekitar 1927-1932. (KITLV)

 

Adrian Stoop memimpin Jawatan Pertambangan mengebor beberapa sumur minyak, dibarengi dengan studi geologi kawasan Telaga Tunggal. Stoop seorang insinyur muda yang bergairah menyadari perlunya banyak pengetahuan untuk eksplorasi minyak.

Dia mengasah kemampuan eksplorasi minyak dengan belajar di Standard Oil Company, perusahaan minyak di New York. Pengetahuan dari Amerika membekali Stoop untuk memperbaiki teknik pengobaran di Langkat.

Baca Juga: Sepotong Jejak Budaya dan Sejarah Tarakan, Kota Minyak Hindia Belanda

Pertemuan Bataafsche Petroleum Maatschappij-Shell di Hindia Belanda, sekitar 1933. (KITLV)

Selanjutnya, eksplorasi di Telaga Tunggal dipimpin Fennema, insinyur berotak encer. Hasil kajian di lapangan minyak ini memberi gambaran geologi dan potensi minyak Telaga Tunggal. Laporan ini menarik banyak pemodal untuk ikut berkecimpung dalam bisnis minyak.

Kabar sukses Zeijlker di Langkat—juga Stoop di Jawa—membawa demam minyak bumi di Hindia Belanda. Di Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur, Jacobus Hubertus Menten mendapat konsesi minyak di Sanga-Sanga dari Kesultanan Kutai.

Baca Juga: Kebakaran Kilang Minyak akibat Sambaran Petir di Negara-negara Tropis

 

Awalnya Menten lebih tertarik pada batu bara, lantaran mendengar berita tentang Zeijlker dan Stoop, dia beralih ke minyak bumi. Menten meyakini kawasan Sanga-Sanga memiliki potensi minyak dan gas bumi.

Seorang geolog pemerintah Hindia Belanda, Hooze, menjuluki kawasan ini dengan sungai minyak tanah. Sumber gas Sanga-Sanga juga besar, yang salah satunya telah membara sejak 1882.

Minyak telah menimbulkan kegandrungan bagi para pemodal; perusahaan minyak mulai bermekaran di Nusantara. Zeijlker mampu mengumpulkan modal dari para pengusaha perkebunan di Belanda, yang pada 1890 terbentuk Koninlijke Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleum Brownen in Nederlandsche Indie. Perusahaan pertambangan minyak milik kerajaan ini biasa dijuluki "De Koninklijke Olie".

Baca Juga: Energi Perjuangan Memperkenalkan dan Melestarikan Batik 'Pompa Minyak' Blora 

Sumur minyak di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, dianggap sebagai asal mula Royal Dutch Shell. Foto oleh Carl Josef Kleingrothe (1864-1925). (KITLV)

De Koninklijke Olie memiliki lapangan minyak di Telaga Said dan Perlak, Sumatera bagian Utara. Di Jawa Timur juga berkembang perusahaan Dortsche Petroleum Company.

Dominicus Antonius Josephin Kessler dan Jan Willem Ijzerman merintis eksplorasi minyak di Sumatra Selatan. Kedua orang ini mendirikan Nederlandsche Indische Exploratie Maatschappij pada 1895 yang mengelola konsesi di Banyuasin dan Jambi.

Baca Juga: Batik Khas Cepu-Blora: Dari Kambium, Ganja, Sampai Pompa Angguk

Kantor BPM dekat Koningsplein, Batavia, sekitar 1940. (KITLV)

Seiring bertambah konsesinya, pada 1897 dibentuk Sumatera–Palembang Petroleum Maatschappij, yang menjadi bagian The Royal Dutch. Di Bayung Lencir perusahaan itu membangun kilang mini di daerah Bayung Lencir.

Penemuan ladang minyak terus berlanjut di Lematang Ilir dan Muara Enim, Sumatera Selatan, dan berdirilah Muara Enim Petroleum Maatschappij. JW Ijzerman juga membangun kilang yang cukup besar di Plaju.

Di pengujung abad ke-19 persaingan dunia perminyakan kian ketat. Untuk menghadapi persaingan, De Koninlijke bersatu dengan Shell: menjadi De Koninlijke Shell atau The Royal Dutch Shell. Shell sendiri telah mengeksplorasi wilayah Sanga-Sanga, yang berproduksi pada 1892. Perusahaan ini juga telah memiliki kapal tanker dan piawai memasarkan minyak bumi.

Baca Juga: Sejarah Perusahaan Global dalam Eksplorasi Minyak di Hindia Belanda

Benzine-depot B.P.M. di Gemblongan, Soerabaia, sekitar awal abad ke-20. (KITLV)