Saksi Sukarno Badal, yang mengaku bekerja untuk klan Ampatuan, mengatakan bahwa para wartawan berada di dalam salah satu kendaraan ketika dihujani peluru.
Unsay dan anak buahnya melarikan diri dari TKP setelah menerima informasi bahwa tentara sedang dalam perjalanan ke daerah itu. Unsay memerintahkan operator backhoe milik pemerintah provinsi untuk mengubur semua mayat dan kendaraan.
Istri Mangudadatu, Bai Gigi, kerabat dan pendukung perempuan lainnya termasuk di antara mereka yang tewas, bersama dengan 32 pekerja media yang akan meliput pengajuan pencalonan walikota.
Mangudadatu mengatakan kepada pengadilan bahwa keluarga dan penasihatnya memutuskan untuk mengirim istri dan anggota keluarga perempuan lainnya untuk mengajukan sertifikat pencalonannya, yakin bahwa mereka tidak akan dirugikan karena Islam, agama dominan di wilayah otonomi Muslim amat menghormati perempuan.
Baca Juga: Rentetan Praktik Pembredelan pada Media Massa oleh Orde Baru
Mangudadatu, yang juga dari keluarga politik yang berkuasa di Mindanao, mencalonkan diri untuk mengakhiri 20 tahun kekuasaan Ampatuan di Maguindanao.
Keterangan saksi menunjukan bahwa anggota klan Ampatuan bertemu beberapa kali untuk merencanakan pembunuhan Mangudadatu.
Dalam kesaksiannya, Mangudadatu mengatakan bahwa Ampatuan secara pribadi telah memintanya setidaknya dua kali untuk membatalkan tawaran politiknya pada 20 Juli 2009 selama pertemuan dengan Menteri Pertahanan saat itu Gilbert Teodoro dan tiga minggu kemudian dengan Presiden Gloria Macapagal Arroyo.
Magudadatu menolak permintaan itu. Sukarno Badal bersaksi bahwa rencana membunuh Mangudadatu lahir hanya beberapa saat setelah dia pertana kali menolak untuk menuruti permintaan para Ampatuan.
Baca Juga: Kezaliman Terhadap Jurnalis di Awal Kemerdekaan Republik Indonesia