Asal Mula Astrologi, Kenapa Ramalannya Terasa Relevan untuk Kita?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 11 Juli 2021 | 12:00 WIB
Ilustrasi: Konstelasi bintang (Gloria Samantha)

"Dan pernah kau lihat bintangbersinar putih penuh harapan?Tangan halusnya terbukacoba temani dekati akuselalu terangi gelap malamku".

Nationalgeographic.co.id - Kutipan di atas adalah penggalan lirik Aku dan Bintang, lagu dari Peterpan yang rilis pada 2003. Dari liriknya, kita bisa pahami bahwa bintang yang bersinar terang di malam hari memiliki harapan bagi yang melihatnya.

Perihal bintang yang memiliki harapan akan masa mendatang sudah lama jauh dikenal oleh manusia. Manusia melihat bintang sebagai penunjuk jalan, kemunculannya pun bisa diprediksi dan mulai menamainya, bahkan diurutkan lewat rasi dengan berbagai rupa seperti hewan hingga manusia.

Perlahan, mereka mulai mengamati bagaimana benda benderang di angkasa itu bisa mempengaruhi kehidupan kita, dalam astrologi. Perhitungan ini terasa logis karena berdampak pada musim, pasang-surut laut, dan unsur kehidupan lainnya.

Peradaban Mesopotamia, atau Irak kuno, adalah yang pertama kali memperkenalkan astrologi pada 3000 SM. Mereka mencatat dan mengidentifikasi konstelasi dan pola yang menonjol pada bintang.