Hari Perhitungan

By , Selasa, 28 Agustus 2012 | 11:22 WIB

Dia juga mengisi layanan militer dan intelijen dengan anggota keluarga dan membiarkan korupsi merasuki setiap segi kehidupan Yaman. Pada Februari 2012 Saleh mengundurkan diri, menandatangani kesepakatan yang membagi pemerintahan antara partai dan koalisi lima kelompok oposisi. Saleh, kerabatnya, dan pasukan keamanannya diberi jaminan kekebalan dari tuntutan hukum.!break!

“QAT LEBIH ENAK DARIPADA MADU,” seru Abdullah al-Kholani, 60, sambil tersenyum lebar. “Kami lebih rela berhenti makan daripada berhenti mengunyahnya.” Al-Kholani adalah pria pendek yang kepalanya dililit kain kafiyeh. Matanya dalam, hidungnya bak paruh elang, dan bibir bawahnya agak maju karena gigi gingsul. Tangannya kasar bernoda hijau akibat memetik daun qat. Ia seorang “pencinta tanah,” kata al-Kholani kepada saya, “dan bangga akan hal itu.” Dia berbicara bahasa Arab dalam kalimat-kalimat pendek yang parau dan bernada tinggi, yang sulit ditangkap oleh juru bahasa saya. Itu karena mulut petani itu penuh qat.

Al-Kholani mengajak saya berjalan dari rumah batu tempat ia dan istrinya membesarkan enam anak. Kami menyusuri parit pengairan yang kering, ke tempat terbuka di tengah hutan pohon berwarna cokelat muda yang ramping.

Kami berada di Wadi Dhahr, sebuah ngarai di barat laut Sanaa yang dibatasi oleh dinding batu pasir yang membuat kepala terasa berputar. Dar al-Hajr adalah rumah peristirahatan musim panas milik imam Yaman yang terakhir berkuasa. Bangunan ini menakjubkan dengan jendela berkaca warna dan lorong batu dingin, menjulang di atas batuan di belakang kami. Al-Kholani, yang keluarganya turun temurun berkebun qat di sini menyombongkan bahwa daun dari kebunnya memiliki khasiat paling kuat.

“Kalau mengunyah itu, pasti terjaga selama tiga hari,” katanya sambil tertawa, seraya menawari saya segenggam daun dari pohon kuno itu. Rasanya pahit dan menyebabkan saya menjadi merasa sangat haus. Al-Kholani mengolah dua kebun qat yang memiliki luas total beberapa hektare. Dia menjual dua panen dalam setahun kepada tengkulak yang mendistribusikan daun itu ke pasar di seluruh Sanaa. Tanaman ini menghasilkan sekitar Rp38 juta per tahun—hampir empat kali rata-rata pendapatan per kapita. Dan ada manfaat sampingannya: Al-Kholani dapat mengunyah qat sebanyak yang dia mau, mulai menjelang pagi dan berlanjut hingga larut malam.

“Qat jauh lebih enak dari wiski, jauh lebih enak dari hasyis, karena membantu kita terus bekerja,” katanya. “Qat memberi energi. Saya mengunyah qat ketika tak ada real di saku, dan qat membuat saya merasa bahagia. Kalau saya tidak punya makanan, tidak masalah.” Al-Kholani mengatakan bahwa dia tidak peduli pada gejolak di Sanaa tahun lalu. “Saya hanya peduli pada kebun saya,” katanya. Tetapi gara-gara unjuk rasa dan bentrokan senjata, “orang tidak mengunyah sebanyak biasanya, dan bisnis pun menurun. Insya Allah, situasi akan membaik.”

Menurut survei, setidaknya sepuluh juta orang Yaman—40 persen dari populasi—mengunyah qat empat jam atau lebih sehari. Kegiatan ini menguras pendapatan dan, meskipun al Kholani bersikeras bahwa qat membantu orang bekerja, sebenarnya mengurangi produktivitas. Qat mengandung alkaloid yang terurai menjadi zat kimia yang mirip dengan adrenalin.

Sebagian qat al-Kholani sampai ke pasar Cairo Street di Sanaa barat laut, pasar ramai yang beratap logam bergelombang. Pada awal sore, pasar itu dijejali orang dari semua lapisan masyarakat: tentara, pedagang, profesional, pegawai negeri, pelajar. Walid al-Rami, pendamping saya dari pemerintah, seorang pecandu qat yang bermata merah. Ia mencari daun kecil lunak dan tangkai kemerahan. “Tanda bahwa daunnya manis dan berkhasiat,” katanya. Dia membeli sebungkus seharga Rp240 ribu, cukup untuk mengunyah malam itu.

Sekitar 40 persen sumber air Yaman yang semakin surut digunakan untuk pengairan qat. Sejak sungai yang mengalir melalui kebun al-Kholani tiba-tiba mengering, dia harus menarik lebih dari 37.500 liter per bulan dari sumur-dalam. Di beberapa bagian pipa air sudah kering, pasokan harus diangkut truk setiap hari.

Adel al Shujaa memimpin Organisasi Antiqat Yaman di Sanaa. “Sekarang ini orang yang menentang qat sangat sedikit,” katanya, sebelum menyebutkan daftar efek negatif daun itu: penurunan nafsu makan, kekurangan gizi, sistem kekebalan tubuh melemah. Al-Shujaa melobi parlemen untuk merancang undang-undang antiqat, tetapi setelah sepuluh tahun berupaya sendirian, satu-satunya keberhasilannya hanyalah membujuk seorang petani qat untuk menanam kopi dan tanaman pengganti lainnya. “Saya optimistis bahwa pada akhirnya kami akan berhasil,” katanya.!break!

DI KOTA TUA SANAA, seekor unta mengerang dalam keremangan toko mirip gua di dekat Bab al Yaman, satu-satunya gerbang lengkung batu yang tersisa dari tujuh, yang dulu menutup kota berumur 2.500 tahun ini dari dunia luar. Dengan tali diikatkan pada kepala dan punuknya, unta itu terseok-seok mengelilingi gerinda besi, menggiling biji mustar menjadi minyak. Kala itu pukul 8.30, beberapa jam sebelum awal hari kerja di wilayah kuno ibu kota itu. Banyak warga masih tidur, mengusir efek acara mengunyah qat malam sebelumnya.

Kota Tua itu menciut wilayahnya selama abad terakhir, dan proyek pemasangan listrik serta pembuatan gorong-gorong telah membawanya ke dunia modern. Tetapi dalam banyak hal, kota itu tidak berubah. Menara apartemen dari batu bata dan pualam putih berkerumun di sekitar pasar yang menjual emas, perhiasan, tekstil, hasil bumi segar, serta rempah-rempah. Di sebuah gang, seorang pria tua yang memiliki kelopak mata hitam bak batu bara dan berjenggot putih tipis melewati saya dengan belati melengkung atau jambiya yang diselipkan pada sabuk bersulam.