Anjing Perang

By , Senin, 19 Mei 2014 | 10:21 WIB

Anjing pekerja baru di Marinir belajar mencari bom rakitan dalam langkah-langkah kecil. Setelah menguasai kepatuhan dasar, mereka diajari mengenali berbagai aroma yang berhubungan dengan bahan peledak, termasuk amonium nitrat, yang jamak digunakan dalam pembuatan ranjau darat di Afganistan. Kemudian, mereka memulai latihan yang disebut “memburu burung”, untuk memungkinkan pawang mengarahkan gerakan anjing dari jarak jauh.

Awalnya, pawang melepas anjing dan me­merintahkannya bergerak ke arah “pelontar burung”, katapel berpengendali jarak jauh ber­peluru bola tenis. Kepatuhan pada perintah suara dan sinyal tangan adalah hal krusial dan sering kali sulit didapatkan. Saat anjing men­dekati pelontar, pawang meluncurkan bola ke udara. Anjing mengejar dan mengembalikan bola itu ke pawang, yang memuji-muji dan menepuk-nepuknya.

Begitu anjing lebih mahir mengikuti perintah, pawang mulai menyembunyikan benda-benda beraroma aneka ragam bahan peledak di sekitar tempat latihan. Dengan terus-menerus menggerakkan pelontar dan menyebarkan aroma ke jarak dekat dan jauh, anjing semakin terbiasa mencari di area yang luas dan mem­peringatkan pawang saat mengendus apa pun yang beraroma mirip bahan peledak.

Akhirnya tidak ada pelontar burung dan bola tenis, hanya aroma. Setelah menemukan masing-masing satu aroma, anjing dipanggil dan dihadiahi mainan. Pencarian bom rakitan adalah permainan—mengidentifikasi aroma untuk mendapatkan mainan.

Zenit anjing pencari penuh semangat—dan mitra sempurna. Pada musim gugur 2010, pasangan ini terpilih untuk penugasan. Mereka dikirim ke Yuma Proving Ground untuk menjalani pelatihan akhir selama tiga pekan sebagai kristalisasi atas semua yang diperlukan pawang dan anjingnya di medan perang dan untuk menjalani ujian terakhir. Di sebuah desa Afgan palsu, seorang pawang dan anjingnya harus mencari ranjau-ranjau yang ditata dengan rumit. Sebagian di antaranya diberi aroma agar terendus anjing. Sebagian lainnya tidak beraroma, namun dibiarkan terpajan agar pawang melihatnya. Jika sebagai tim mereka dapat menemukan lebih dari 80 persen ranjau, pasangan itu mendapatkan persetujuan final untuk terjun ke medan perang.

“Jose mirip anak jalanan East L.A. waktu masuk korps,” kata salah seorang atasannya, Sersan Alfred Nieto. “Tapi dia dan Zenit benar-benar mengenali pekerjaan mereka—itu tidak perlu diragukan. Menurut saya mereka tumbuh bersama-sama.”

Setelah menyelesaikan pelatihan di Yuma, keduanya menumpang pesawat pengangkut, menginap semalam di Jerman, lalu terbang ke pangkalan utama Marinir, Kamp Leatherneck di Afganistan. Dari sana, Jose dan Zenit dikirim ke Alcatraz. Jika sebelumnya mereka berada di desa Afgan fiktif di tengah gurun pasir Arizona, kali ini mereka berada di lokasi yang nyata, Provinsi Helmand, tanpa sanak saudara. !break!

Tiga bulan berlalu. Saat ini mereka berada di wadi di luar Sangin, dikelilingi bom rakitan. Semakin banyak ranjau yang ditemukan, bergantian antara Mulrooney dan Jose dan Zenit. Aku menemukan satu... Di sini.... Yup.

Jose yakin telah mendapatkan pola. Tampak­nya Taliban mengubur ranjau di jalur-jalur akses menuju wadi, dengan asumsi pasukan Amerika akan merasa lebih aman jika terlindung dari pandangan di dasar sungai kering itu daripada di lapangan terbuka. Semua terjadi dengan sangat cepat saat itu. Jose menarik napas dalam-dalam untuk menekan kegelisahan dan menjaga agar konsentrasinya tidak buyar.

Penciuman anjing biasanya bekerja paling baik—atau paling sensitif—dalam cuaca yang sejuk dan tenang. Aroma menjadi lebih tajam pada suhu yang lebih tinggi, dan angin dapat mengikis dan mengurainya di tempat yang luas, menyamarkan sumbernya. Kabar baiknya: Di bawah sini tidak ada angin. Tetapi saat itu tengah hari, kering kerontang, dan begitu panas sampai-sampai Jose bisa mengecap garam dalam keringat yang mengucur ke bibirnya.

Zenit berlari ke seberang, mengikuti perintah Jose, menegakkan telinga, mengais-ngais tanah, turut gelisah. Anjing itu mencari semua aroma yang akan memberinya mainan. Di manakah aroma itu?

Ada seruas jalan setapak dari tanggul menuju wadi, dan Zenit melewatinya tanpa me­nunjukkan perubahan tingkah. Jose mengikuti dari jauh, mengukur langkahnya sendiri. Para prajurit lainnya mengikutinya, menandai rute yang mereka lewati berdasarkan petunjuk Jose, dengan krim cukur.