Magnet Kota yang Hilang

By , Rabu, 30 September 2015 | 14:21 WIB

Saat artikel ini ditulis, sedang direncana­kan ekspedisi lain yang lebih luas, dengan dukungan penuh dari pemerintah Honduras. Negara itu, yang miskin dan dirundung masalah narkoba dan kekerasan yang menyertainya, membutuhkan kabar baik. Ciudad Blanca, Kota Putih, mungkin cuma legenda—tetapi apa pun yang mendekatkan cerita itu dengan kenyataan menimbulkan kegembiraan besar; itu hal yang bisa dibanggakan bersama, menegaskan hubungan bangsa itu dengan masa lalu pra-Columbus mereka. Setelah mendengar kabar penemuan kumpulan artefak itu, Juan Orlando Hernández, presiden Honduras, memerintahkan militer menjaga situs itu siang-malam terhadap penjarah.

Beberapa minggu kemudian dia datang naik helikopter untuk melihat langsung, dan berjanji bahwa pemerintahannya akan mengerah­kan “segenap daya upaya” tidak hanya mendukung penelitian dan perlindungan warisan budayanya, tetapi juga warisan ekologi di wilayah sekitarnya.

Penyelidikan baru saja di mulai. Sebagian besar lembah T1 masih belum disurvei, sementara reruntuhan T3 yang lebih luas belum mulai digarap. Dan entah apa yang tersimpan di balik tajuk hutan yang menutupi area lain di Mosquitia? Dalam beberapa tahun terakhir terjadi perubahan mendasar dalam pendapat arkeolog tentang pemukiman orang pra-Columbus di lanskap tropis. Dalam pandangan lama, permukiman manusia yang jarang penduduknya tersebar di daratan yang umumnya kosong. Dalam pandangan baru, permukiman itu padat penduduk, di sela ruang kosong yang jumlahnya jauh lebih sedikit.

“Bahkan di wilayah hutan terpencil ini,” Fisher berkata, “di tempat yang tidak disangka-sangka, terdapat populasi padat yang tinggal di kota—ribuan orang. Ini besar sekali artinya.”

!break!

Masih banyak sekali yang harus kita pelajari tentang  penduduk Mosquitia dahulu. Namun, mungkin waktunya tidak cukup. Pada Februari, saat kami terbang dari T1 kembali ke Catacamas, baru beberapa kilometer saja hamparan hutan hujan sudah berubah menjadi lereng yang dibuka untuk peternakan. Virgilio Paredes, direktur Instituto Hondureño de Antropología e Historia, yang menaungi operasi ekspedisi ini, menghitung bahwa dengan laju saat ini, penebangan hutan akan mencapai lembah T1 dalam delapan tahun atau kurang.

Hal itu akan menghancurkan kekayaan budaya yang mungkin ada dan membuatnya mudah dijarah. Presiden Hernández berjanji untuk melindungi wilayah ini dari penggundulan hutan serta penjarahan, sebagian dengan cara membentuk Cagar Pusaka Mosquitia, wilayah seluas 2.030 kilometer persegi yang mengelilingi lembah-lembah yang disurvei dengan lidar.

Namun, masalahnya rumit. Meskipun pem­bukaan hutan melanggar hukum—kawasan itu seharusnya dilindungi dalam Cagar Biosfer Tawahka Asagni dan Río Plátano—peternakan sapi merupakan penggerak ekonomi dan tradisi yang dijunjung tinggi di wilayah Honduras ini.

Jika penemuan di T1 menjadikan situasi lebih berpihak pada pelestarian, tidak penting lagi Kota Putih itu benar-benar ada atau sekadar mitos. Pencariannya telah menghasilkan kekayaan.

Dave Yoder sangat menyukai kota kuno—dia juga memotret untuk kisah sampul Agustus mengenai Paus Fransiskus. “Dalam banyak hal,” katanya, “Vatikan lebih sulit ditembus daripada rimba.”