Kisah Penjarah Makam

By , Rabu, 25 Mei 2016 | 00:00 WIB

Di wilayah tidak stabil, barang antik mung-kin mengikuti jaringan distribusi yang juga digunakan pedagang senjata. “Saya sering menemukan simpanan barang antik bersama RPG [granat berpeluncur roket] dan senjata lain,” kata Matthew Bogdanos, jaksa New York dan kolonel Korps Marinir yang pernah bertugas di Irak pada awal 2000-an.

Di antara 50 sekian pelabuhan, bandara, dan rute darat yang digunakan untuk menyelundupkan barang antik dari Mesir, saya memilih mengunjungi Damietta. Peti mati Shesepamuntayesher dikirim ke Amerika Serikat dari Dubai, pernah disembunyikan di dalam peti kemas yang berisi perabot. Damietta adalah salah satu pelabuhan peti kemas Mesir yang paling ramai.

Jarak dari Kairo ke Damietta hanya 240 kilometer, tetapi perjalanan saya menghabiskan waktu hampir lima jam. Malam sebelumnya pemberontak membunuh dua polisi di luar hotel saya di dekat Kairo, dan di jalan ini terjadi serangan RPG sporadis. Keamanan ditingkatkan, dengan penghalang jalan pada jarak teratur. Saya memerhatikan arus truk yang tiada henti. Kendaraan seperti ini dapat saja menyembunyikan peti mati Shesepamuntayesher.

Setelah Shesepamuntayasher sampai ke Dubai, jejaknya akhirnya semakin jelas. Berdasarkan email, deklarasi cukai, dan manifes pengiriman, para jaksa dan penyelidik federal menduga bahwa ada tiga orang yang terlibat dalam pengiriman sarkofagus dari Dubai ke Amerika Serikat: Mousa Khouli, pedagang barang antik kelahiran Suriah yang berdiam di Kota New York; Salem Alshdaifat, warga Yordania yang berdiam di Michigan; dan Ayman Ramadan, orang Yordania yang berdiam di Dubai. (Khouli akhirnya mengaku bersalah untuk dakwaan penyelundupan dan memberi pernyataan palsu kepada agen federal dan dihukum kurungan rumah enam bulan. Alshdaifat mengaku bersalah untuk dakwaan pelanggaran hukum ringan dan didenda seribu dolar. Ramadan masih buron.)

Dokumen yang diungkap dalam proses pengadilan menunjukkan bahwa Alshdaifat mengirim foto set peti mati Shesepamuntayesher kepada Khouli, lalu Ramadan dan pihak-pihak lain akhirnya mengirim bagian-bagiannya—dengan deskripsi menyesatkan tentang isi dan nilainya—kepada Khouli dan pedagang uang logam kuno di Connecticut. Khouli lalu menggunakan foto tersebut untuk menjual sarkofagus itu kepada seorang kolektor di Virginia. Para penyelidik dari U.S. Immigration and Customs Enforcement (ICE) menduga bahwa Ayman Ramadan menangani barang antik yang dijarah dari Suriah, Yordania, dan Libia. Dan email antara Alshdaifat dan pelanggan potensial menyiratkan dia memiliki pengetahuan langsung tentang penjarahan di Mesir.

Brenton Easter, agen khusus ICE yang menyelidiki kasus Shesepamuntayesher, berkomentar bahwa kerja sama antara jaringan penjarahan internasional jauh lebih baik daripada antara pejabat penegak hukum. Dia mengingatkan bahwa peti kemas yang membawa sarkofagus-luar Shesepamuntayesher ke AS dikirim oleh Amal Star Antiques, perusahaan Dubai. Menurut Easter, Amal Star dimiliki oleh Noor Sham, dari keluarga Sham yang pedagang barang antik dan berbasis di Mumbai, India. Wartawan investigatif Peter Watson, dalam bukunya Sotheby’s: The Inside Story, menduga bahwa anggota keluarga Sham memimpin operasi penjarahan dan penyelundupan besar yang membawa ukiran kuil dari India ke Inggris pada 1990-an, kadang melalui Dubai, dan menitipkan penjualan beberapa benda penting di Sotheby’s di London.

Tidak seperti barang haram lain, barang antik jarahan dimulai kotor tetapi berakhir bersih (setidaknya tampak demikian), asal-usul ilegalnya dicuci saat melalui jaringan perdagangan. Tanpa dokumen asal-usul terperinci—catatan rantai kepemilikan—mustahil diketahui apakah suatu benda itu halal atau haram. Namun, banyak benda yang dikoleksi secara legal pun tidak memiliki dokumen asal-usul yang kukuh. Mousa Khouli menjual Shesepamuntayesher kepada pengusaha farmasi dan kolektor barang antik bernama Joseph Lewis, yang tinggal di Virginia. Lewis didakwa bersama Khouli dan yang lain pada bulan Mei 2011 dengan dakwaan yang mencakup konspirasi penyelundupan dan konspirasi pencucian uang. Setelah hampir tiga tahun proses pengadilan yang melelahkan, dia menerima perjanjian jaksa tertunda dan akhirnya dibebaskan dari semua dakwaan. Lewis menyangkal semua kesalahan, berkata bahwa dia membeli benda itu di AS dari pedagang yang menangani urusan impornya.

Kalau ada gen kolektor, Joe Lewis memi-likinya. Ibunya mengoleksi botol cuka, patung gajah, umpan bebek, sementara ayahnya menggemari senjata api. Sekarang rumahnya yang seluas 600 meter persegi menyimpan botol cuka, umpan bebek, patung gajah ibunya, bersama koleksi serangganya sebanyak 30.000 spesimen dan koleksi penting barang antik Mesir.

“Kalau saya diberi dua benda apa pun, saya akan mulai mengoleksinya,” kata Lewis, pria 60 tahun yang langsing dan ceria. Dia menunjukkan beberapa sarkofagus menakjubkan yang disimpan dalam lemari bermutu museum.

Saat kami mengagumi patung kayu Ptah-Sokar-Osiris berlukis yang indah, saya merasakan tarikan yang sama seperti ketika menatap beberapa barang antik Mesir lain, perasaan aneh bahwa ada kehidupan yang bergetar di bawah permukaan. Saya memahami keinginan untuk memiliki benda semacam itu. Hanya beberapa bulan sebelumnya, saya merasakan getar pesona itu juga di Sotheby’s saat berdiri di hadapan patung dada diorit hitam seorang pendeta dari Kuil Karnak dan mengetahui bahwa, dengan membayar senilai Rp6,7 miliar, benda itu bisa menjadi milik saya.

Masa depan koleksi benda antik sedang terancam oleh pengetatan hukum AS dan asing, kata Lewis, jadi dia baru-baru ini membantu membentuk organisasi untuk mendidik dan membela kolektor. Dia menyebutkan beberapa prinsip mereka: Kolektor, seperti museum, menjaga hak kekayaan budaya umat manusia, yang sering tidak dilindungi oleh negara sumber. Sekalipun tidak digali oleh arkeolog, barang antik tetap memiliki nilai ilmiah besar. Banyak kolektor memperluas pengetahuan masyarakat dengan cara meminjamkan barang antiknya kepada cendekiawan dan museum.

Melalui kerja sama lebih baik antara komunitas kolektor dan komunitas ilmiah, dapat disusun daftar global benda arkeologi sah, yang akan menjadi alat ampuh melawan penjarahan, demikian keyakinan Lewis. “Kalau tidak ada dalam daftar, benda itu tidak boleh dibeli atau dijual,” katanya tentang basis data hipotetis itu. “Kalau tidak terdaftar, benda itu jarahan. Beres!”