Manusia Edisi Baru

By , Kamis, 18 Mei 2017 | 12:20 WIB

Di sisi lain, potensi manfaat menerapkan CRISPR pada manusia tak terbantahkan. Glenn berharap setidaknya ada “diskusi matang” dulu tentang bagaimana teknik ini akan digunakan. “Apa yang menjadi norma baru saat kita mencoba memperbaiki diri?” tanyanya. “Siapa yang menentukan standarnya, dan apa arti peningkatan? Kita bisa meningkatkan orang agar lebih pintar, tetapi apakah lebih pintar berarti lebih baik atau lebih bahagia?

Menurut banyak ilmuwan lain, tidak semua orang mau menunggu jawabannya. Begitu CRISPR terbukti aman, pertanyaan etika akan surut, sama seperti dengan bayi tabung. Church merasa pembahasan seperti ini gagal melihat kenyataan: Gerbang sudah terbuka bagi rekayasa genetika—CRISPR hanyalah satu tetes di dalam sungai. Dia mencatat sudah ada 2.300 percobaan terapi gen yang berlangsung. Tahun lalu, CEO perusahaan BioViva mengklaim berhasil membalikkan sebagian efek penuaan pada tubuhnya sendiri dengan suntikan dari terapi gen yang diciptakan perusahaannya. “Tentunya,” kata Church mengingatkan, “peremajaan sel tubuh juga merupakan peningkatan kondisi manusia, sama seperti terapi lain yang kita bicarakan.” Beberapa percobaan terapi gen untuk penyakit Alzheimer juga sedang berjalan. Ini kecil kemungkinan ditentang, karena tujuannya mengobati kondisi medis yang merusak. Akan tetapi seperti yang diingatkan Church, “obat apa pun yang berhasil mencegah penyakit Alzheimer kemungkinan juga bisa berfungsi untuk peningkatan kognitif, dan pasti dapat diterapkan pada orang dewasa.” Pada Februari 2016, batas itu terkikis lagi sedikit, ketika badan pengatur kesuburan independen Inggris mengizinkan sebuah tim riset menggunakan CRISPR untuk menyelidiki mekanisme keguguran dengan embrio manusia (semua embrio yang digunakan dalam percobaan akan dihancurkan kemudian—tidak akan mengakibatkan kehamilan).

Church tidak sabar menunggu bab berikutnya. “DNA dulu tertinggal oleh evolusi budaya,” katanya, “tetapi, sekarang mulai menyusul.”

Tubuh kita, otak kita, dan mesin di sekeliling kita mungkin kelak menyatu, seperti yang diramalkan Kurzweil, menjadi satu kecerdasan komunal besar. Tetapi, evolusi alami menunjukkan dengan jelas bahwa ada berbagai jalan menuju Roma. Kita makhluk yang tak pernah berhenti mengutak-atik batas diri kita. Evolusi pada proses evolusi itu sendiri menempuh beberapa jalan paralel. Keterampilan hebat apa pun yang mungkin dapat diberikan CRISPR sepuluh tahun lagi sudah diinginkan atau diperlukan orang sekarang. Mereka mencontoh Neil Harbisson. Mereka tak berusaha menaklukkan teknologi, tetapi memasukkannya ke tubuh sendiri.

Bidang kedokteran selalu menjadi pemimpin dalam penerapan seperti ini, karena menggunakan teknologi untuk menyembuhkan orang menyederhanakan persoalan moral yang rumit. Ratusan ribu penderita penyakit Parkinson di seluruh dunia mengenakan implan—disebut alat pacu otak—untuk mengendalikan gejala penyakit itu. Retina buatan untuk beberapa jenis kebutaan dan implan koklea untuk ketulian sudah umum. Uang Kementerian Pertahanan, melalui cabang riset militer, Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), mendanai sebagian besar pengembangan ini. Dengan menggunakan dana seperti ini, sebuah lab di Center for Neural Engineering di University of Southern California kini menguji implan cip di otak untuk memulihkan ingatan yang hilang. Protokol ini mungkin kelak diterapkan pada pasien penyakit Alzheimer dan orang-orang yang menderita stroke atau cedera otak parah. Tahun lalu, di University of Pittsburgh, seorang subjek berhasil mengirim denyut listrik dari otaknya, melalui komputer, untuk mengontrol lengan robot dan bahkan merasakan yang disentuh jari robot itu. Bahwa menghubungkan otak manusia ke mesin itu dapat menghasilkan tentara tiada tanding tidaklah luput dari perhatian DARPA. “Semua hal di sini bertujuan rangkap,” kata Annie Jacobsen, yang bukunya The Pentagon’s Brain mencatat upaya seperti ini. “Kita harus ingat bahwa tugas DARPA bukanlah menolong orang, melainkan menciptakan ‘sistem senjata masa depan yang dahsyat.’ ”

Peningkatan manusia tidak harus berkaitan dengan kemampuan super. Ratusan orang menanamkan perangkat identifikasi frekuensi radio (RFID) dalam tubuhnya agar dapat membuka kunci pintu atau masuk ke komputer tanpa menyentuh apa-apa. Perusahaan bernama Dangerous Things mengklaim telah menjual 10.500 cip RFID, serta paket swakriya untuk memasangnya di bawah kulit. Orang yang membelinya menjuluki diri body hacker atau grinder.

Kevin Warwick, profesor emeritus teknik di Reading University dan Coventry University di Inggris, adalah orang pertama yang tubuhnya dipasangi perangkat RFID, pada 1998. Dia bercerita bahwa keputusan itu merupakan kelanjutan alami dari bekerja di gedung yang memiliki kunci terkomputerisasi dan sensor otomatis untuk suhu dan cahaya: Dia ingin dirinya sepintar gedung yang dihuninya. “Hidup sebagai manusia itu lumayan,” kata Warwick kepada sebuah koran Inggris pada 2002. “Tetapi, hidup sebagai cyborg jauh lebih menarik.” Seorang grinder lain menanamkan earbud di telinganya. Dia ingin menanamkan vibrator di bawah tulang kelaminnya dan menghubungkannya melalui web kepada orang lain yang memiliki implan serupa.

Mudah sekali mengolok-olok hal seperti ini. Tetapi, saat saya meminta Harbisson menunjukkan tempat antenanya masuk ke tengkoraknya, saya menyadari suatu hal lain. Saya tak yakin apakah pertanyaan ini pantas.  Dalam novel Do Androids Dream of Electric Sheep karya Philip K. Dick, tidaklah sopan menanyakan mekanisme  yang mendayai android. Tetapi, Harbisson bersemangat menunjukkan cara kerja antenanya. Saya jadi teringat orang senang memamerkan ponsel cerdasnya. Saya pun bertanya-tanya apa sebenarnya perbedaan antara Harbisson dan saya—atau manusia lain.

Nielsen melaporkan pada 2015 bahwa rata-rata orang dewasa di atas 18 tahun menatap layar kira-kira 10 jam per hari. Sebagai perbandingan, kita hanya berolahraga 17 menit per hari. Tujuh dari 10 orang Amerika minum obat resep. Dalam kelompok ini, satu dari empat perempuan berumur 40-an atau 50-an minum obat antidepresi, meski kajian menunjukkan bahwa bagi sebagian dari mereka, kegiatan apa pun dari terapi hingga jalan-jalan sebentar di hutan, bisa memberi manfaat yang sama. Headset realitas virtual adalah salah satu mainan yang paling laris. Mobil adalah kaki kita, kalkulator pikiran kita, dan Google ingatan kita. Kehidupan kita sekarang hanya sebagiannya biologis. Mungkin kita belum tahu tujuan kita, tetapi kita sudah meninggalkan masa lalu kita.