Ke Manila Menuntaskan "Visita Iglesia"

By , Senin, 29 Februari 2016 | 12:00 WIB

 Napas masih tersengal. Jantung masih berdegup kencang. Keringat mengalir deras. Saya baru saja sampai di lantai pelataran Gereja Quiapo, Manila, Filipina. Tangan pun langsung meraih air suci yang tergantung di pintu.  Saya membungkukkan badan untuk menghormati empu dunia ini. Itulah pertanda saya memasuki gereja sebagai bangunan suci bagi umat Katolik.

Menjelang perayaan Paskah, dalam minggu suci, umat Katolik Filipina memiliki ritual mengunjungi tujuh gereja untuk berdoa. Kamis Putih atau Jumat Agung adalah waktu mereka melaksanakan Visita Igelsia. Inilah perayaan yang diperkenalkan pertama kali oleh para misionaris Agustin pada 1560-an. Angka tujuh melambangkan hari penciptaan dan luka kudus.

Waktu kunjungan saya tidak bertepatan dengan perayaan Paskah. Melihat bangunan-bangunan yang memiliki beragam langgam arsitektur eropa.  Saya pun memodifikasi Vista Iglesia. Waktu dan lokasi gereja disesuaikan dengan keinginan saya. Utamanya, gereja-geraja itu saling berdekatan dan mudah dijangkau. Kemauan untuk menyaksikan sisa perjalanan misionaris di Manila menjadi dasar saya mencoba mengikuti ritual Visita Iglesia.

Upaya saya menerobos kerumunan orang di sekitar Quipao tak juga membuat saya tepat waktu menghadiri misa pertama. Bukan karena berniat mengikuti misa, melainkan saya ingin melihat bangunan ini secara saksama tanpa mengganggu umat yang khusyuk bermisa mingguan.

Berada di tepi jalan Quezon Boulevard, bangunan coklat muda ini memang agak mencolok ketimbang gedung di sekitarnya. Sebenarnya mudah menjangkaunya, namun saya ingin menikmati perjalanan tanpa menggunakan kendaraan pribadi. “Jeepney”, kendaraan umum beroda empat yang menjadi transportasi andalan selama saya berada di Manila. Saya segera turun dari jeepney begitu jarak GPS di telepon pintar menunjukan seratus metermenjelang titik bangunan Gereja Quiapo.

Di sela koridor dan kursi panjang akhirnya saya bersujud dan menderaskan doa syukur. Tak banyak waktu mengelilingi bagian dalam bangunan. Selain karena tidak mau mengganggu umat yang sedang berdoa, saya ingin menikmati suasana senja menjelang matahari terbenam di pelataran gereja.  Suara riuh kehidupan khas kota metropolitan terdengar jelas dari balik dinding bangunan. Namun, keramaian ini tak mengurangi suasana takzim di dalam gereja.

Ketika beranjak keluar, saya menjumpai suasana hiruk pikuk yang menjejali pandangan dan pendengaran. Kontras dengan suasana di dalam. Pagar besi berwarna putih, pagar yang membatasi antara kawasan gereja dan kawasan publik. Di seberangnya saya menyaksikan Plaza Miranda.

Gereja Quiapo terkenal dengan patung Yesus yang dinamai Black Nazarene. Warga Manila menyebut gereja ini dengan nama “The Minor Basilica of the Black Nazarene”. Patung setinggi satu meter ini terlihat ditutupi dengan jubah warna merah marun. Mahkota berduri berbentuk tiga sinar perak melengkapi Black Nazarene.

Patung ini dibuat oleh seniman asal Meksiko. Dibawa hingga ke Manila pada 1606. Awalnya, patung ini berada di kawasan Intramuros. Kemudian dipindahkan ke Gereja Quiapo pada 1790-an,  sebelum gereja ini terbakar untuk kedua kalinya.

Suasana hiruk pikuk sekitar bangunan gereja seolah-olah menggambarkan dua dunia yang berbeda. Perjalanan ini memberikan beragam rasa dalam melihat perbedaan antara dunia religi dan dunia kehidupan warga Manila. Hanya sekat pintu dan pagar gerejalah yang membatasinya.

Menurut catatan sejarah, Distrik Quiapo merupakan sebuah desa nelayan yang berkembang. Sungai Pasig mengalir di dekat distrik ini terhubung langsung dengan Teluk Manila yang merupakan terusan dari Laut Cina Selatan. Aliran sungainya bercabang dan berpotongan membentuk daerah kanal dan rawa. Di permukaannya tumbuh waterlily, tanaman air yang tumbuh di daerah tropis.

Distrik Quiapo berkembang menjadi daerah pusat perdangan serta pusat keramaian yang ditandai dengan tumbuhnya aneka bangunan seperti gedung teater dan pasar. Selain menjadi pusat perdagangan, Quiapo berkembang menjadi kawasan hunian bagi orang kaya pada zamannya.

Di seputaran Gereja Quiapo, berdiri aneka bangunan modern sebagai lambang pusat perdagangan: Plaza Miranda dan Manila City Plaza. Keduanya mengapit gereja yang dibangun pertama kali pada 588. Plaza Miranda adalah bangunan perdagangan yang pernah dibom pada 1972.