Suku Taino, DNA Penyintas Zaman Kedatangan Colombus di Amerika

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 17 Juli 2021 | 17:29 WIB
Jimat dari Taino. Haiti atau Republik Dominika. Taíno, 700-1500 M. Cangkang berukir. Jay I. Kislak Collection, Rare Book and Special Collections Division. (Library of Congress )

 

Studi sebelumnya pernah menunjukkan adanya kontinuitas Taino, namun penelitian ini lah yang pertama kali menggunakan DNA sehingga hasilnya lebih meyakinkan. Para peneliti mendapatkan DNA tersebut dari kerangka gigi perempuan berusia seribu tahun di Bahama.

Mereka lalu membandingkan urutan genom kerangka tersebut dengan data populasi Karibia yang ada saat ini. Hasilnya menunjukkan bahwa DNA kuno itu memiliki kemiripan dengan kelompok berbahasa Arawak di Karibia. Pada masa kini, gen suku Taino banyak ditemukan pada wilayah Puerto Rico.

Migrasi kuno

Untuk menemukan bukti tambahan bagaimana Taino berhasil bertahan dari kolonisasi Eropa, Schroeder juga mampu mengumpulkan informasi mengenai adanya migrasi kuno.

Hubungan Taino dengan Amerika Selatan menandakan bahwa migrasi kuno bermula dari sana. Kepulauan Karibia merupakan satu dari daerah terakhir yang menetap di Amerika, sekitar delapan ribu tahun yang lalu. Ketika bermigrasi, masyarakat purba mungkin membawa jaringan sosialnya dengan mereka.

”Kami tidak memiliki adanya [temuan] perkawinan sedarah,” ujar Schroeder kepada Susan Gibbens untuk National Geographic. Ini mendukung bukti arkeologi bahwa budaya asli di wilayah tersebut saling terkait.

Baca Juga: Melodrama Para Pionir Penjelajah Samudra di Kepulauan Rempah

Lukisan berjudul (The Metropolitan Museum)

Dengan kemampuan yang lebih baik untuk mengurutkan DNA manusia purba, Schroeder yakin, peneliti bisa melacak kelanjutan hidup suku lain yang dianggap sudah punah.

Colombus yang Keras Kepala

Christopher Colombus bukanlah seorang yang  jago ilmu perbintangan. Lelaki asal Italia yang keras kepala ini juga bukan orang Eropa pertama yang menyeberangi Samudra Atlantik. Namun, dia dikenang sebagai penemu “Dunia Baru” yang memisahkan “Dunia Lama”.

Sejatinya, tujuan pelayaran Colombus bukan untuk mencari “Dunia Baru”. Bukan pula untuk membuktikan bumi itu bulat. Dia bertujuan menemukan rute laut menuju daratan yang sudah diketahui letaknya: kawasan Timur Jauh.

Baca Juga: Ludovico di Varthema, Sang Penentu Arah Pemburu Rempah

Christopher Columbus dan awaknya mendarat di pulau yang ia beri nama San Salvador, kini Bahama. (Thinkstock)

Pada 12 Oktober 1492, setelah dua bulan berlayar dari Palos-Spanyol, Colombus melihat daratan—kini Kepulauan Bahama, Amerika Selatan. Setiap tahunnya, hari pendaratan Colombus tadi menjadi hari libur nasional di Spanyol.

Colombus memberi toponimi untuk daratan yang baru dijejaknya dengan nama San Salvador. Suku aslinya bernama Taino—ada pula yang berpendapat Arawak—namun lantaran Colombus sangat yakin bahwa pelayarannya telah sampai ke India, dia pun menyebut mereka sebagai “Indian”.

Colombus memang penjelajah renaisans yang keras kepala. Setelah menghadap bangsawan Barcelona pada 1493, dia pun berlanjut menjelajahi lautan dengan tiga pelayaran berikutnya ke Kepulauan Karibia, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah.

Setiap tahunnya, hari pendaratan Colombus dirayakan sebagai hari libur nasional di Spanyol. Namun, ironisnya, kelak orang juga mengenang pendaratan itu sebagai titik awal pembantaian besar-besaran pribumi Amerika.