Kartografi yang Mengungkap Misteri Kehidupan dan Perilaku Satwa Liar

By National Geographic Indonesia, Minggu, 1 Agustus 2021 | 14:00 WIB
Setiap titik di peta ini menunjukkan lokasi paus yang berhasil diburu pada abad ke-18 sampai abad ke-19. (James Cheshire & Oliver Uberti/Where the Animals Go)

Buku ini penuh dengan catatan perjalanan yang menakjubkan, seperti catatan dari dutch terns atau sejenis burung laut bergenus Sterna. Burung itu terbang sejauh 90.000 kilometer dari Belanda, menyusuri pantai barat Afrika, Ke Tasmania, dan kembali ke sarangnya setelah tinggal di Antartika. Selain itu, pergerakkan dari lebah asal Jeman yang berpindah dari Prancis serta perpindahan buaya di Australia.

Sebagai alat pelacak yang lebih kecil, cepat dan dilengkapi dengan sensor serta mampu menyimpan data lebih banyak data dari sebelumnya, para ilmuwan sangat dimudahkan untuk mendapatkan informasi bagimana perilaku hewan di alam liar.

Baca Juga: Penelitian Ini Lacak Pola Migrasi Paus Biru Kerdil untuk Konservasi

Para peneliti melacak sekelompok babon yang hidup di sekitar sungai Ewaso Ng'iro di Kenya untuk mengetahu seberapa jauh pergerakan mereka. (James Cheshire/Where the Animals Go)

“Beberapa waktu yang lalu, para ilmuwan mendapatkan satu atau dua informasi tambahan tiap harinya, untuk mendapatkan lokasi keberadaan hewan. Namun, saat ini mereka bisa mendapatkan informasi tersebut hanya dalam beberapa detik,” kata Cheshire.

Di Mplala Research Centre, Kenya seorang antropolog Margaret Crofoot mendapatk keuntungan dari tingkat pengambilan sampel yang lebih banyak untuk mempelajari perilaku, pengambilan keputusan pada babon yang dilengkapi dengan kerah ber-GPS.

Baca Juga: Pengamatan Terbaru: Masih Ada Burung Terancam Punah di Teluk Jakarta

Di Peru, para peneliti menggunakan pelacak GPS dan kamera untuk mempelajari beberapa jaguar dan bagaimana mereka bermigrasi. (James Cheshire/Where the Animals Go)

Salah satu seri dari peta dalam buku ini menunjukkan apa yang terjadi suatu hari pada dua ekor babon yang menggunakan perangkat tersebut untuk memimpin kawanannya. Sangat mengejutkan bagi para peneliti, beberapa ekor babon kemudian mengikuti mereka dalam beberapa menit dan segera seluruh pasukan dari 46 ekor babon itu bergerak bersama.

Teknologi pelacakan semakin banyak digunakan untuk melindungi hewan serta untuk mempelajarinya. Di Tsavo National Park, kelompok konservasi Save the Elephants telah menggunakan kerah GPS untuk menyelidiki gajah. Mereka juga telah bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk melacak gajah secara real time dan menggunakan data dari accelerometer (mirip dengan perangkat pada gawai cerdas kita yang dapat menghitung berapa banyak langkah kita). Alat ini dipasangkan di leher hewan untuk mengirim sebuah pesan teks jika melambat atau berhenti bergerak karena adanya indikasi kemungkinan hewan tersebut telah tertembak oleh pemburu.

"Dalam batas tertentu, alat ini dapat memberitahu para penegak hukum dan mengirim seseorang untuk memeriksa keadaan hewan tersebut," kata Uberti.

Baca Juga: Asal-Usul Monyet Amerika Selatan: Migrasi Menyeberang dari Afrika