Nationalgeographic.co.id—Perubahan iklim mengancam ketahanan pangan Indonesia dan banyak negara lainnya yang bergantung pada ikan. Jutaan orang di Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia dapat menghadapi peningkatan risiko kekurangan gizi karena perubahan iklim mengancam perikanan lokal mereka.
Proyeksi baru yang meneliti lebih dari 800 spesies ikan di lebih dari 157 negara telah mengungkapkan bagaimana dua tekanan utama, yakni perubahan iklim dan penangkapan ikan yang berlebihan, dapat berdampak pada ketersediaan mikronutrien penting di lautan kita.
Selain mengandung asam lemak omega-3, ikan merupakan sumber penting zat besi, zinc, kalsium, dan vitamin A. Kekurangan zat gizi mikro penting ini terkait dengan beberapa masalah kesehatan seperti kematian ibu, pertumbuhan yang terhambat, dan preeklamsia.
Analisis oleh tim internasional dari Inggris dan Kanada yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Lancaster University ini mengungkapkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman paling luas terhadap pasokan mikronutrien esensial dari tangkapan ikan laut. Mereka menemukan bahwa perubahan iklim mengancam pasokan mikronutrien vital dari perikanan di 40 persen negara-negara di dunia.
Negara-negara yang sumber mikronutrien perikanannya berisiko oleh perubahan iklim cenderung merupakan negara-negara tropis. Negara-negara tropis yang dimaksud termasuk negara-negara Asia Timur dan Pasifik seperti Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan Timor Leste, serta negara-negara Afrika Sub-Sahara seperti Mozambik dan Sierra Leone.
Kerentanan sektor perikanan negara-negara ini akibat perubahan iklim bersifat sangat akut mengingat kekurangan nutrisi makanan dalam bentuk kalsium, zat besi, zinc, dan vitamin A sangat lazim terjadi di wilayah tropis. Dan negara-negara tropis ini juga kurang tahan terhadap gangguan perikanan oleh perubahan iklim karena mereka sangat bergantung pada perikanan untuk mendukung ekonomi nasional dan pola makan penduduk mereka. Selain itu, mereka juga memiliki kapasitas masyarakat yang terbatas untuk beradaptasi.
Baca Juga: Petani Alami Kesulitan Selama Pandemi, Ancaman Kelaparan Menghantui
Laporan studi mengenai kerentanan pangan Indonesia dan banyak negara lainnya yang bergantung pada sektor perikanan ini telah diterbitkan di jurnal Current Biology pada 20 Juli 2021. Laporan studi ini bertajuk "Micronutrient supply from global marine fisheries under climate change and overfishing".
Studi sebelumnya mengenai kandungan mikronutrien ikan, yang dipimpin oleh Profesor Christina Hicks dan diterbitkan di jurnal Nature, menunjukkan bahwa masing-masing jenis ikan tidak setara dalam hal kandungan nutrisinya. Berbagai faktor, seperti menu makan, suhu air laut, dan pengeluaran energi mempengaruhi jumlah mikronutrien yang dikandung masing-masing spesies ikan. Studi ini menemukan bahwa ikan-ikan tropis cenderung lebih kaya nutrisi mikro daripada ikan-ikan air dingin.
Dalam hal ketahanan terhadap perubahan iklim dan penangkapan ikan, sekali lagi tidak semua ikan sama. Studi sebelumnya oleh Profesor William Cheung dan rekan-rekan penelitinya telah menunjukkan bahwa spesies-spesies ikan besar yang memiliki jangkauan area yang kecil cenderung lebih rentan terhadap perubahan iklim. Sementara spesies-spesies ikan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kedewasaan dan tumbuh lebih lambat, lebih rentan terhadap penangkapan ikan. Sebab, mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk mengisi kembali jumlah populasi mereka.
Temuan mereka hanya menunjukkan hubungan yang lemah antara kepadatan mikronutrien dari masing-masing spesies ikan dan kerentanannya terhadap perubahan iklim atau penangkapan ikan yang berlebihan.
Namun, ketika para ilmuwan melihat tangkapan perikanan negara secara keseluruhan, maka temuan mereka mengungkapkan dampak yang jelas dari perubahan iklim pada ketersediaan mikronutrien secara keseluruhan untuk sekitar 40 persen negara-negara di dunia. Hal ini mengancam ketahanan pangan jutaan orang yang tinggal di negara-negara tersebut.
Alasan utama mengapa perubahan iklim menjadi ancaman adalah jenis-jenis spesies ikan yang ditargetkan oleh negara-negara tersebut sebagai bagian dari tangkapan mereka. Beberapa nelayan negara tropis menargetkan spesies-spesies kaya mikronutrien yang memiliki kerentanan yang meningkat terhadap perubahan iklim, seperti ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma).
Baca Juga: Misteri Ikan Berdarah Panas di antara Mayoritas Ikan Berdarah Dingin
Meski terlihat mengkhawatirkan, temuan dari penelitian ini juga menawarkan beberapa solusi untuk masa depan. Beberapa negara mungkin dapat mengadaptasi perikanan mereka untuk beralih dari spesies-spesies ikan yang rentan dan sebagai gantinya menargetkan spesies-spesies ikan alternatif yang kaya nutrisi mikro dan juga tahan terhadap perubahan iklim dan penangkapan ikan yang berlebihan, tetapi saat ini kurang terwakili dalam tangkapan.
Dr. Eva Maire, peneliti dari Lancaster Univeristy yang menjadi penulis utama studi tersebut, mengatakan bahwa perubahan iklim dan penangkapan ikan yang berlebihan merupakan tekanan yang signifikan dan terus meningkat pada stok ikan global dan kebutuhan makan jutaan orang. Jadi, penting bagi kita untuk mengetahui sejauh mana tekanan ini akan berdampak pada ketersediaan mikronutrien di laut kita di masa depan.
Baca Juga: Bincang Redaksi-31: Gagasan Bung Karno Demi Daulat Pangan Indonesia
"Kami telah menunjukkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman paling luas terhadap pasokan mikronutrien vital bagi banyak negara di seluruh dunia, dan khususnya di wilayah tropis," tutur Maire seperti dilansir EurekAlert.
Profesor William Cheung, peneliti dari University of British Columbia yang turut menulis studi baru ini, mengatakan bahwa penelitian ini juga menawarkan harpan. "Selain menyoroti meningkatnya ancaman perubahan iklim terhadap ketahanan pangan jutaan orang, penelitian kami juga menawarkan harapan untuk masa depan. Berbekal informasi nutrisi tentang spesies-speses ikan yang berbeda, banyak negara memiliki kapasitas untuk menyesuaikan kebijakan perikanan mereka untuk menargetkan spesies-spesies ikan berbeda yang lebih tangguh. Dengan melakukan ini, negara-negara ini dapat memastikan pasokan mikronutrien yang lebih andal bagi rakyatnya."
Baca Juga: Label Pangan, Hal Penting yang Harus Diperhatikan Sebelum Membeli Makanan dan Minuman Kemasan