Dari prasasti zaman Mataram kuno pada seribu tahun silam, kita juga bisa mengetahui langkah-langkah menanam padi. Langkah paling awal adalah membuka lahan, membajak, menanam, menyiangi, menuai panen, sampai menumbuk padi.
Sebagai kebutuhan mendasar, pengelolaan pangan telah menjadi perhatian utama di setiap kerajaan. Pada zaman itu juga sudah dikenal organisasi kerja pertanian yang rapi. Pejabat urusan air, pejabat urusan hari baik untuk menanam, sampai pejabat urusan lumbung.
Bincang Redaksi-33 bertajuk Singkap Ketahanan Pangan Masa Jawa Kuno. Acara diskusi daring ini digelar National Geographic Indonesia dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Bahasannya seputar nukilan prasasti, manuskrip, dan berita asing tentang upaya masyarakat Mataram Kuno hingga Majapahit dalam menjaga kemandirian pangan.
Baca Juga: Bertualang ke Pasar Zaman Mataram Kuno. Adakah Tradisi yang Berlanjut?
Menurut Titi Surti Nastiti, arkeolog dan epigraf Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, pada masa Jawa Kuno telah terdapat para pejabat yang mengurus kegiatan agraris dari hulu ke hilir.
Hulu air, yang disingkat menjadi huler/hulair atau panulu banu: pejabat desa yang mengurus pengairan. Hulu wras/hulu weas: pejabat desa yang mengurusi perberasan. Wariga: pejabat desa yang mengurus hari baik untuk melakukan suatu pekerjaan, termasuk hari baik untuk pekerjaan yang ada hubungannya dengan pertanian seperti memulai menanam benih padi, panen, dan sebagainya. Juru ning kanayakan, patih, dan Wahuta: pejabat yang mengelola lumbung-lumbung padi. Tunggu durung atau penjaga lumbung.
Baca Juga: Dewi Sri, Sosok Perempuan Sebagai Penjaga Kemakmuran Alam Semesta