Habitat Dasar Laut Lebih Lama Pulih Akibat Cantrang daripada Badai

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 30 Agustus 2021 | 09:25 WIB
Kehidupan bawah laut lebih cepat pulih dari badai, daripada dampak cantrang laut. Padahal, kekuatan kerusakannya sama-sama besar. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Usaha memperbaiki ekosistem laut saat ini kebanyakan terfokus pada sampah plastik. Maret 2021, sutradara film Ali Tabrizi lewat dokumenter Seaspiracy, ancaman terbesar dunia maritim adalah penangkapan ikan yang menggunakan cantrang, dan dampaknya bisa berdampak pada kerusakan lingkungan terlebih jika alat itu tersisa di laut.

Penelitian terbaru dari University of Plymouth, Inggris, juga melaporkan bahwa dampak penangkapan ikan dengan cantrang di laut bisa mengakibatkan kerusakan. Kerusakan itu setara dengan dampak badai ekstrem.

Laporan itu berjudul Rewilding of Protected Areas Enhances Resilience of Marine Ecosystems to Extreme Climatic Events, dan dalam tahap peer-review di jurnal Frontiers in Marine Science, Senin (27/08/2021). Mereka juga menemukan bahwa meski dampaknya sama, habitat dan spesies dasar laut dapat pulih lebih cepat setelah badai ekstrem daripada penangkapan ikan dengan cantrang.

Temuan itu didapatkan para peneliti dengan memantau kondisi lingkungan dasar laut Kawasan Konservasi Laut (KKL) Teluk Lyme di lepas pantai selatan Inggris. Pengamatan dilakukan dengan kamera bawah air, dan laporan data tahunan sejak 2008. Khususnya sejak peraturan larangan penangkapan ikan dengan cantrang diberlakukan sebagai tindakan konservasi.

Para peneliti melaporkan, ekosistem kembali pulih dengan beberapa spesies kembali ke daerah tersebut sejak kawasan konservasi ditetapkan, guna mencegah pengerusakan akibat aktivitas penangkapan ikan dengan cantrang. Pemulihan itu secara signifikan mengembalikan kehidupan dasar laut seperti berbagai jenis ikan dan kerang.

"Dalam temuan kami pada tahun 2014, tampaknya badai musim dingin sebelumnya telah menghancurkan KKL. Sedimen terlepas dan puing-puing lainnya yang produktif untuk kehidupan dan habitat terumbu biogenik telah diamati tahun dari sebelumnya," ujar Emma Sheehan, salah satu profesor Marine Ecology di University of Plymouth yang menjadi penulis utama studi.

Baca Juga: Uniknya Cacing Penis, Mengapa Mereka Menarik dan Penting Bagi Laut?

Gambar a dan b diambil pada 2013, lima tahun setelah kerusakan akibat penangkapan cantrang. Sedangkan gambar c, d, dan e, diambil dari pasca terjangan badai hingga 2016, dua tahun setelah kejadian. (University of Plymouth)

"Namun, pada tahun 2016 (dalam waktu tiga tahun), sejumlah besar kipas laut merah muda dewasa (Atrina) dan spesies lain diamati sekali lagi dengan lebih banyak kipas laut merah muda remaja daripada sebelumnya. Ini menunjukkan pemulihan di KKL mulai terjadi," tambahnya, dikutip dari rilis universitas tersebut.

Kondisi itu berbeda dengan kerusakan yang disebabkan aktivitas penangkapan dengan cantrang yang terakhir kali pada 2008. Efek kerusakan itu membutuhkan waktu lima tahun (hingga 2013) sebelum akhirnya terkena badai.

Dalam laporannya bersama tim, 29 persen terumbu karang dasar laut di pesisir sekitar Inggris kian terancam karena badai yang belakangan sering terjadi, dan kian parah sebagai dampak perubahan iklim.

Penelitian ini juga menjadi yang pertama kali meneliti dampak badai musim dingin yang dilaporkan sangat ekstrem di Inggris pada 2013 hingga 2014 lalu. Badai itu diperkirakan sebagai hantaman alam terbesar yang terjadi di Eropa barat, setelah sebelumnya yang terjadi pada 1948.

Baca Juga: Meningkatnya Hujan Salju, Menjadi Penyeimbang Kenaikan Permukaan Laut

 

"Mengingat kekuatan badai ekstrem, sangat sedikit yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan yang meluas saat terjadi," ujar Martin Attrill, profesor ekologi kelautan yang menjadi peneliti senior dalam makalah ini.

"Namun, karena badai seperti itu cenderung menjadi lebih sering sebagai akibat dari perubahan iklim, sebagian besar garis pantai Inggris dapat mengalami kondisi gelombang ekstrem yang serupa atau lebih besar daripada yang terlihat di Teluk Lyme pada 2013 hingga 2014."

Attril menyarankan terkait hal yang perlu dilakukan yakni, memperluas langkah-langkah perlindungan yang meningkatkan pemulihan dasar laut, termasuk pada publik. "Dan meningkatkan kekuatan ketahanan [lingkungan dasar laut] dan proses pemulihannya," ujarnya.

Dalam temuan itu, pelarangan penangkapan ikan dengan cantrang, secara positif dapat memberi jangka panjang bagi nelayan dan lingkungan. Peraturan itu juga melarang penangkapan kepiting dan lobster dalam pot fishing—alat penangkap dasar laut yang menggunakan jaring, dan menjebak banyak makhluk di dasar laut.

Baca Juga: Seperti Manusia, Terumbu Karang Juga Memiliki Sistem Kekebalan

 

Hasil terkait manfaat ini didapatkan dengan survei yang melibatkan nelayan lokal di garis pantai Dorset dan Devon, Inggris, terkait hasil yang didapat dengan penangkapan ikan sederhana.

Di Indonesia, cantrang dilarang oleh Susi Pudjiastuti melalui Permen Nomor 71 Tahun 2016, saat dia masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Alasan Susi juga sesuai dengan temuan itu, bahwa cantrang dapat merusak karena talinya yang panjang berbahaya bagi ekosistem laut.

Sempat dilonggarkan kembali oleh Edhy Prabowo, banyak kalangan yang mengkritiknya, termasuk Susi sendiri. Maka, setelah Edhy Prabowo tidak menjabat dan digantikan Sakti Wahyu Trenggono, pelarangan cantrang berlaku kembali lewat Permen Nomor 18 Tahun 2021.

Baca Juga: Tak Hanya Sebabkan Krisis Kesehatan dan Ekonomi, Covid-19 Turut Ancam Keberlangsungan Ekosistem Laut