Kekacauan dan Pagebluk, Menanti Datang Ratu Adil Pangeran Dipanagara

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 25 September 2021 | 18:30 WIB
Lukisan mahakarya Raden Saleh yang berkisah tentang suasana penangkapan Pangeran Dipanagara. Sebelum bergerilya, ada kekacauan dan pagebluk di tanah Jawa menanti kedatangan Ratu Adil. (Koleksi Lukisan Istana Presiden )

"Setelah diinterogasi dengan berbagai pertanyaan, ia dinyatakan tidak bisa berbicara dalam bahasa Arab sepatah kata pun. Ia hanya bisa berbahasa Jawa dengan aksen Yogya yang kental," tulis Carey.

Juni 1821, pagebluk kolera Asia pertama masuk Hindia Belanda lewat Malaka dan pesisir utara Jawa. Kawasan yang sangat mengkhawatirkan adalah Pacitan yang memakan banyak korban karena tidak memiliki kekebalan tubuh. Ditambah lagi, kota ini mengalami panen padi yang buruk, mengalami krisis industri gula, dan kemarau panjang yang biasanya tidak terjadi.

"Bagi mereka yang beruntung bisa bertahan hidup, ingatan akan bulan-bulan yang mengerikan di tahun 1821 itu tetap mengguncang jiwa," terang Carey. Wabah itu membanjiri Jawa ketika umat Muslim merayakan Ramadan, dan diperkirakan menjadi pertanda keguncangan dalam tatanan alam kosmik Jawa.

Baca Juga: Kecamuk Perang Jawa: Suratan Tragis Sang Pangeran yang Kesepian di Zaman Edan

Sultan Hamengkubuwana IV meninggal di usia remaja dengan cara yang tidak wajar. Dia juga dikenal sangat terlalu terbawa gaya kebarat-baratan. (Kraton Jogja)

"Dalam kosmologi Jawa, masa ini dikenal sebagai goro-goro atau zaman kala-bendu, yang secara tradisional diyakini sebagai pertanda akan datangnya sang Ratu Adil, yang kemunculannya selalu didahulu oleh tanda-tanda alam dan berbagai bencana."

Situasi ini mendatangkan gerakan perlawanan di Jawa selatan-tengah selama akhir Januari hingga sepanjang Februari 1822. Gerakan ini digagas oleh Pangeran Dipasana. Dia ingin mengusir orang Belanda dan Tionghoa, juga menggantikan Sultan Hamengkubuwana IV dari tahta Yogyakarta.

Dipanagara dalam babadnya melukis sosoknya sebagai orang yang bertubuh kecil, difabel (mungkin polio), menderita sakit jiwa sejak muda, dan suka tergoda maksiat. Di sisi lain ia memiliki kelebihan seperti ilmu meramal dan menafsir sastra primbon.

Baca Juga: Rentetan Praktik Korupsi Pemantik Perang Jawa Pangeran Dipanagara