Kekacauan dan Pagebluk, Menanti Datang Ratu Adil Pangeran Dipanagara

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 25 September 2021 | 18:30 WIB
Lukisan mahakarya Raden Saleh yang berkisah tentang suasana penangkapan Pangeran Dipanagara. Sebelum bergerilya, ada kekacauan dan pagebluk di tanah Jawa menanti kedatangan Ratu Adil. (Koleksi Lukisan Istana Presiden )

Rencananya, adalah memancing bala tentara Keraton Yogyakarta dengan memulai pemberontakan di Kedu. Dia merekrut banyak pimpinan rampok untuk gerilya, yang kemudian menyerbu ibu kota Yogyakarta.

Carey menilai, "Pengerahan pemimpin bandit adalah cara tipikal menggalang dukungan dari anggota elite Keraton. namun, terlepas dari elemen-elemen tradisional ini, besarnya kegeraman rakyat pada umumnya terhadap orang Eropa dan Tionghoa merupakan pertanda penting pada masa itu."

Pergerakan awal 1822 itu menjadi gangguan stabilitas politik Hindia Belanda dan Keraton, terutama tahta Sultan Hamengkubuwana IV. Beberapa tahun berikutnya, persis menjelang perlawanan Pangeran Dipanagara, Sultan meninggal dengan cara yang tidak wajar dan digantikan Hamengkubuwana V yang masih balita.

Baca Juga: Dipanagara, Benarkah Sebuah Nama Pembawa Sial?

Pangeran Dipanagara (1785-1855). (KITLV)

Banyak urusan Kesultanan sementara dipegang oleh Patih Danureja IV. Lewatnya, corong investasi sewa tanah orang Eropa di Yogyakarta berjalan muncul pada awalnya. Hingga akhirnya munculnya krisis baru menjelang gerilya yakni penarikan sewa tanah yang dianggap merugikan pemerintah Hindia Belanda.

"Pemberontakan Diposono dengan demikian menjadi semacam pemanasan bagi pemberontakan besar Diponegoro yang akan terjadi persis tiga tahun kemudian," Carey berpendapat.

Baca Juga: Riwayat Sewa Tanah Keraton Yogyakarta Penyulut Perang Dipanagara