Area Taman Nasional Komodo Kebakaran Lagi, Akankah Terus Berlanjut?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 5 November 2021 | 09:00 WIB
Warga sekitar Pulau Rinca bersama Jagawana Balai Taman Nasional Komodo dan warga setempat berusaha memadamkan api dengan peralatan seadanya. (Labuan Bajo Info via Twitter)

Nationalgeographic.co.id—Selasa (02/11/2021) kemarin pukul 15.25 WITA, Pulau Rinca di kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, dilaporkan mengalami kebakaran. Kebakaran itu membutuhkan waktu lebih dari enam jam untuk pemadaman oleh Jagawana Balai Taman Nasional Komodo dan warga setempat.

Dalam rilis Balai Taman Nasonal Komodo (BTNK), kebakaran itu terjadi di Loh Serai SPTN Wilayah I BTNK yang bukan bagian dari kawasan wisata. Meski demikian, dalam zonasi Taman Nasional Komodo terbaru, setidaknya ada sembilan pembagian zonasi, dan Loh Serai termasuk kawasan inti.

Pemadaman dilakukan dalam dua kelompok yang salah satunya bertugas di bagian utara Loh Serai hingga 00:15 WITA. Sedangkan kelompok lainnya, baru bisa memadamkan sekitar 05:30 WITA di bagian selatan hingga timur Loh Serai dengan alat seadanya.

Pemadaman ini juga sekaligus untuk menyelidiki penyebab kebakaran. Tetapi pihak Balai Taman Nasional Komodo memberikan dugaan kebakaran disebabkan cuaca yang sangat kering dan panas. Sementara sebuah video di Twitter dari @KawanBaikKomodo mengungkap dugaan lain akibat sambaran petir.

"Bisa dilihat di belakang saya ada kobaran api dimana di dalamnya terdapat sekitar 1.000 ekor Komodo," terang Desti dalam video laporan tersebut. "Mohon bantuan dan rekan-rekan basarnas supaya bisa membantu evakuasi bagaimana cara komodo-komodo ini juga bisa terselamatkan."

Bagaimana nasib komodo?

Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang, dikutip dari Antara mengatakan belum jelas apakah komodo terpapar karena kebakaran. "Itu belum dipastikan soal luas lahan. Sampai sekarang ini juga belum ada informasi soal ada yang mati atau terluka," terangnya.

Dia memastikan bahwa ribuan Komodo yang tinggal di Pulau Rinca dalam kondisi aman dari kebakaran. Tetapi Kepala Sub Bagian Tata Usaha BTNK Dwi Putro Sugiarto mengatakan, kebakaran di Pulau Rinca sementara diperkirakan sekitar 10 hektare.

Baca Juga: Studi: Populasi Komodo Kian Memburuk Akibat Interaksi dengan Manusia 

Komodo di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo. (Zika Zakiya)

BTNK kemudian mengirimkan kloter ketiga tim jagawananya pada 3 November pukul 08:00, untuk mengkaji penyebab kebakaran. Mereka dibekali dengan alat pemindai unmanned aerial vehicle (UAV) dan digitalisasi peta untuk memperoleh data yang lebih akurat.

Mereka memastikan agar kebakaran tidak mencapai ekosistem hutan gugur terbuka yang memerlukan waktu lebih lama, untuk beregenerasi dan menunjang keberlangsungan hidup satwa liar.

Dalam sebuah studi tahun 2020 di Ecology and Evolution menerangkan, perbatasan antara pohon gugur daratan rendah dengan kawasan pesisir adalah habitat komodo. Suhu panas dapat menyebabkan perubahan perilaku mereka untuk menyesuaikan habitat, yang berisiko pada kepunahan.

Baca Juga: Perubahan Iklim dan Sempitnya Habitat Ancam Kepunahan Komodo Pada 2050

"Indonesia akan mengalami tingkat kenaikan suhu dan penurunan curah hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya," tulis para peneliti yang di pimpin Alice R. Jones dari The Environment Institute and School of Biological Sciences di University of Adelaide, Australia.

Perubahan iklim yang tidak ditekan dapat "mengarah ke musim kemarau yang berkepanjangan dengan peningkatan frekuensi dan penurunan kelembaban tanah.". Studi itu memodelkan perubahan iklim yang menyebabkan panas dapat membuat komodo punah pada 2050.

Akan terus berlanjut?

Kabar kebakaran di areal Taman Nasional Komodo sempat terjadi pula pada Agustus 2018, ketika lingkungan kering. Kebakaran itu terjadi diduga karena kelaialain wisatawan yang mengunjungi Gili Lawa—yang meski bukan habitat untuk kawanan komodo.

Kebakaran lainnya di habitat komodo baru terjadi pada Agustus 2020 di Kawasan Cagar Alam Wae Wuul, atau berada di luar lingkungan Taman Nasional Komodo. Kebakaran itu menghanguskan 17 hektar lahan cagar alam, termasuk kawasan sabana.

Baca Juga: Singkap Musik Beghu yang Sakral dan Tersembunyi di Pedalaman Flores

Seekor komodo betina mengecap udara di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. (Stefano Unterthiner)

Kemudian sebelum yang terbaru, pada 7 dan 8 Agustus lalu lagi-lagi kebakaran menghanguskan Taman Nasional Komodo di Laju Pemali, Pulau Komodo. Kendati demikian, belum jelas faktor penyebabnya.

"Transformasi vegetasi ini kemungkinan akan berdampak negatif pada komodo dengan mengubah habitat dan ketersediaan mangsa yang berdampak pada kelangsungan hidup dan reproduksi," lanjut para peneliti.

Ancaman lainnya, sebagaimana yang diungkap para peneliti dalam laporan National Geographic Indonesia sebelumnya, adalah permukaan air laut yang akan semakin naik. Ketika permukaan aair laut semakin naik, habitat terpadat komodo diperkirakan akan tergenang, dan mempengaruhi keberlangsungan mereka.

Para peneliti memperkirakan permukaan air laut akan makin, naik dan menggenangi lembah dataran rendah yang menyebabkan rusaknya habitat terpadat komodo.

"Model kami memprediksi bahwa komodo di Flores akan punah di bawah enam skenario iklim masa depan yang masuk akal jika tidak ada intervensi pengelolaan konservasi lebih lanjut," terang Jones dan tim, terkait hasil temuan yang berjudul Identifying island safe havens to prevent the extinction of the World’s largest lizard from global warming.

"Komodo sensitif terhadap perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi di habitat yang tidak dilindungi di Flores selama beberapa dekade terakhir," terang mereka.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT, Umbu Wulang T.A Paranggi memandang kebakaran terus terjadi di ekosistem komodo dari tahun ke tahun, tetapi tidak pernah ada hasilnya.

Baca Juga: Untold Flores: Ritual Adak Pua Kopi di Colol Manggarai Timur

Pemadaman kebakaran di Pulau Komodo yang sempat terjadi Agustus 2021. Sudah lebih dari dua kali kejadian kebakaran di areal habitat dan ekosistem komodo berlangsung, tetapi belum kunjung ada kejelasan. (KLHK)

 

"Mereka terus menyebut kebakaran hutan disebabkan cuaca yang panas atau faktor alam lainnya, tetapi tidak pernah jelas memunculkan ke publik dengan jelas hasil investigasinya," ungkapnya saat dihubungi, Kamis (04/11/2021).

Dia menyarankan sebaiknya pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan pihak lainnya untuk mengantisipasi kebakaran hutan. "Jika benar demikian, seharusnya juga ada kerja sama lintas lembaga, misal dengan BMKG agar memprediksi dan melakukan langkah preventif." Umbu menambahkan, sejauh ini Indonesia masih sangat kurang kajian kondisi lingkungan, khususnya di kawasan Taman Nasional Komodo.