'Marco Polo' Tiongkok, Pengelana Pertama ke Eropa di Abad Ke-13

By Sysilia Tanhati, Senin, 8 November 2021 | 11:00 WIB
Khotbah seorang imam Nestorian pada Minggu Palma. Lukisan dinding di Gaochang (Xinjiang) abad ke-7-8. (Public Domain)

 

Nationalgeographic.co.id—Banyak orang pasti pernah mendengar kisah penjelajahan Marco Polo. Ia adalah seorang penjejah Italia yang melakukan perjalanan luar biasa dari Eropa menuju Asia di abad ke-13.

Di saat yang sama, seorang biarawan dari Tiongkok melakukan perjalanan yang berlawanan dengan Marco Polo. Meski tidak seterkenal penjelajah Italia tersebut, Rabban Bar Sauma memiliki prestasi luar biasa. Ia meninggalkan Tiongkok pada tahun 1275, menyusuri Jalur Sutra menuju Bagdad, Konstantinopel, dan Prancis. Jika Marco Polo melakukan perjalanan untuk menjalin hubungan dagang, Bar Sauma memiliki misi religius.

Bar Sauma lahir di Zhongdu, Tiongkok, pada tahun 1220. Nenek moyangnya adalah keturunan Uighur, kelompok etnis Turki dari Asia Tengah. Ia dibesarkan dalam kepercayaan Nestorian, sebuah denominasi Kristen yang berasal dari Asia Kecil. Nestorianisme berakar di Persia dan kemudian menyebar ke timur ke Cina.

Rabban adalah sebuah gelar kehormatan yang berarti tuan dalam bahasa Semit Suriah di mana liturgi Nestorian ditulis. Di usia 23 Bar Sauma menjadi seorang biarawan dan menghabiskan sebagian besar masa dewasanya sebagai guru.

Tidak seperti Marco Polo, yang memulai perjalanan fenomenalnya di usia 17 tahun, Bar Sauma tidak memulai perjalanannya sampai usia paruh baya. Pada usia 55, ia memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat suci Nestorian. Dalam perjalanannya itu, Bar Sauma kemudian membentuk aliansi Kristen-Mongol untuk mendapatkan bantuan Eropa dalam melawan tentara Muslim.

Namun tujuan utamanya adalah mengunjungi di Tanah Suci yang terletak di ujung barat. Ditemani muridnya, Rabban Marcos, mereka pun menjual semua harta benda sebelum melakukan penziarahan.

Menyusuri Jalur Sutra, perjalanan itu bukanlah tanpa bahaya dan rintangan. Keduanya sering melewati padang pasir untuk menghindari pertemuan yang tidak menyenangkan di sepanjang jalur. Mereka melintasi Gurun Taklimakan, mendaki bukit pasir setinggi 60 kaki dan mencari perlindungan dari badai pasir yang bergejolak.

Baca Juga: Kuliner Ekstrem Tong Zi Dan, Telur Rebus dalam Air Kencing Anak Lelaki

Setelah dua tahun, mereka akhirnya mencapai Bagdad, tahta Katolikos atau pemimpin tertinggi gereja Nestorian. Bar Sauma dan Marcos berniat mengunjungi Yerusalem, tetapi konflik di Tanah Suci membuat perjalanan itu mustahil untuk dilakukan. Keduanya melanjutkan ke Armenia dan tinggal di biara-biara sebelum dipanggil kembali ke Bagdad oleh penganut Nestorian, Denha I.

Kemudian di usia 60-an, Bar Sauma melanjutkan perjalanan ke barat pada tahun 1287, Konstantinopel menjadi tujuan pertamanya. Muridnya, Marcos, tetap tinggal di Bagdad dengan jabatan barunya.

Ibukota Bizantium memiliki pengaruh besar pada Bar Sauma. Ini adalah kali pertamanya berada di kota Kristen dengan perpaduan kemegahan Romawi dan Bizantium. Peziarah Nestorian itu terpesona oleh keindahan Hagia Sophia, yang dibangun tujuh abad sebelumnya oleh Kaisar Justinian I.

Dari Konstantinopel ia melakukan perjalanan ke Italia pada Juni 1287. Perhentian pertamanya adalah Roma. Di sana ia memiliki misi meyakinkan paus agar mengumumkan perang salib baru untuk merebut Tanah Suci dari Mamluk. Paus Honorius IV baru saja meninggal dunia dan penggantinya belum terpilih. Sambil menunggu paus baru terpilih, Bar Sauma mengunjungi basilika Roma dan peninggalan tokoh-tokoh suci yang sangat ia hormati.

Baca Juga: Cerita Penjelajah Richard Garriott Mengunjungi Titik Terdalam Bumi

Dari Italia, Bar Sauma menuju ke Prancis untuk menemui raja Prancis Philip IV. Niatnya untuk membentuk aliansi bersama terhalang oleh fragmentasi kekuasaan di Eropa. Raja Prancis lebih khawatir tentang kontrol Inggris atas wilayah Prancis Aquitaine daripada masalah dengan Tanah Suci.

Di Prancis, Bar Sauma menggunakan kesempatan itu untuk mengunjungi Paris, termasuk universitas dan gereja di sana. Sang Biarawan menyelesaikan putaran kunjungan kerajaannya dengan mengunjungi Edward I dari Inggris, kemudian menetap di Bordeaux. Edward menjanjikan bantuan ekonomi dan militer yang akhirnya tidak pernah terwujud.

Pada Februari 1288 seorang paus baru, Nicholas IV, terpilih. Tidak menunggu lama, Bar Sauma segera mengajukan petisi kepadanya. Melalui pengelana itu, paus menitipkan sebuah surat untuk Arghun Khan, salinannya disimpan di arsip Vatikan. Di suratnya paus menolak aliansi karena rapuhnya situasi internal di Eropa.

Sebelum meningggalkan Roma, Bar Sauma diizinkan untuk merayakan misa menurut tata cara Nestorian. Nicholas IV mencatat bahwa, terlepas dari bahasa, misa yang dirayakan oleh “duta besar Mongol” mirip dengan yang dirayakan di barat.

Setelah bertemu dengan paus, perjalanan panjang Rabban Bar Sauma pun berakhir. Dia kembali ke timur dan menghabiskan hari-hari terakhirnya di Bagdad sampai akhirnya meninggal dunia pada tahun 1294. Di sana ia membuat catatan perjalanan atas kesan-kesan mendalam yang dialami. Salinan dari catatan luar biasa dari pengelana pertama Tiongkok ke Eropa ini ditemukan berabad-abad kemudian.

 

Baca Juga: Krim Wajah Berusia 2.700 Tahun Ditemukan di Makam Lelaki Bangsawan