Menelisik Asal Nama 'Sumatra' dalam Catatan Penjelajah Barat dan Islam

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 20 November 2021 | 07:00 WIB
Peta Sumatra yang ukuran luasnya belum bisa dipastikan oleh kartografer. Banyak penjelajah di masa lalu memberikan berbagai nama yang membuatnya sukar mencari nama asli dari pulau terbesar keenam di dunia ini. (Willem Lodewijcksz/Koleksi Bertelle Gallery)

Penamaan dengan lokasi yang lebih akurat baru terjadi pada abad kesembilan oleh penjelajah bangsa Arab pertama. Mereka menyebut Ramni sebagai pulau yang terletak di jalur antara Sarandib (Srilangka) dan Sin (Tiongkok), dengan hasil bumi yang sangat cocok pada Sumatra.

Keakuratan itu juga tertuang dalam penyebutan sebagai pulau yang memisahkan Laut Herkend (Samudra Hindia) dan Laut Shelahet—yang Marsden anggap sebagai penyebutan 'Selat' untuk Selat Malaka.

Pada abad ke-12, Al-Idrisi, seorang kartografer Andalusia membuat peta untuk Roger II dari Sisilia. Hampir seperti penjelajah Arab lainnya, ia menamakan Sumatra sebagai Al-Rami. Namun dalam petanya memiliki kesalahan dalam penulisan jarak dari Srilangka yang hanya tiga hari berlayar, padahal seharusnya 15 hari.

Satu abad berikutnya, Marco Polo sebagai penjelajah Eropa pertama ke Asia Tenggara melakukan perjalanan. Dia menyebut Sumatra sebagai Java Minor "sebagai macam analogi yang artinya sudah terlupakan, atau belum mempelajari penduduk aslinya tentang penamaan yang sesuai."

Baca Juga: Nagari Sijunjung: Emas Hitam Tuan De Greve sampai Jejak Jepang

Meski ada beberapa kekeliruan dalam catatan perjalanannya dan sempat terabaikan, dia memiliki bukti keaslian yang kuat. Yang membuat sukar adalah tidak ada keterangan pasti kapan Marco Polo menyambangi Java Minor itu. Marsden berpendapat kedatangannya ke Sumatra berlangsung pada 1290, berdasarkan perhitungan awal perjalanannya hingga kembalinya ke Venesia pada 1295.

Sebenarnya ia hampir mendekati Sumatra pada 1280 di Champa, ketika kawasan Timur didominasi kekuatan Kubilai Khan. Menurutnya, dari Champa menuju Java Major (Pulau Jawa) adalah 15.000 mil, tetapi keterangan ini bukan didapat dari pengalamannya melainkan sumber lain.

Sementara, terkait Java Minor digambarkan ada enam kerajaan yang berkuasa. Pertama yang disebut sebagai Ferlech atau Perlak, yang berada di ujung timur pantai utara yang beberapa penduduknya sudah beragama Islam. Kerajaan lain dituliskan sebagai Basma atau Basman, yang Marsden perkirakan merujuk pada Pasai karena keselarasan dengan bahasa Portugis yang menyebutnya sebagai Pacem.

Ada juga Samara atau yang diperkirakan sebagai Samarlanga di pantai utara Aceh, dan pernah disambangi Marco Polo selama lima bulan untuk menunggu perubahan musim. Kerajaan berikutnya ada Dragoian atau yang diperkirakan sebagai Indragiri di pantai timur, dan Lambri yang dianggap sebagai asal mula nama 'Jambi'.

Terakhir, ada pula Fanfur atau Fansur yang diperkirakan adalah Kampar yang menghasilkan kamper berkualitas dan nilainya sebanding dengan emas. Marco Polo menggambarkan penduduknya suka mengonsumsi beras dan mengolah minuman keras dari pohon tertentu.

Baca Juga: Studi Terbaru: Longsoran Anak Krakatau pada 2018 Mampu Mengubur London

Prajurit Tanah Batak yang menyandang parang dan tombak, sekitar 1870. (Mahandis Yoanata Thamrin)