Mengintip Produksi Kelapa Sawit Berkelanjutan

By , Rabu, 27 Januari 2016 | 20:00 WIB
Proses produksi lilin di pabrik pengolahan produk sawit milik Musim Mas di Medan, Sumatera Utara. Bahan baku yang digunakan untuk membuat lilin ialah Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari daging dan kulit buah kelapa sawit. (Lutfi Fauziah/National Geographic Indonesia)

“Biaya untuk mengelola kebun sawit itu nggak sedikit. Bermitra dengan perusahaan dan koperasi membantu kami menyediakan modal penanaman dan pengelolaan sawit,” kata Jakfar, petani sawit yang rumahnya kami kunjungi.

Program kemitraan ini merupakan salah satu bentuk realisasi dari prinsip berkelanjutan RSPO terkait kesejahteraan sosial masyarakat sekitar perkebunan. Selain kemitraan, Musim Mas juga membangun sekolah, klinik, mendukung kegiatan seni dan budaya masyarakat setempat untuk membantu menunjang kesejahteraan pekerja dan masyarakat setempat.

Penerapan prinsip-prinsip produksi berkelanjutan yang dilakukan oleh Musim Mas, diharapkan dapat memberi inspirasi kepada perusahaan lain di Indonesia untuk turut menerapkan prinsip prinsip berkelanjutan dalam kegiatan produksinya.!break!

Pentingnya penerapan prinsip berkelanjutan di industri sawit

Kelapa sawit (Elaeis) merupakan tanaman industri yang menjadi sumber minyak nabati terbesar di dunia.  Pengolahan kelapa sawit menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). CPO dan PKO digunakan sebagai bahan baku produk yang kita gunakan sehari-hari.

Artikel terkait': Apakah Produk yang Anda Gunakan Bersahabat dengan Bumi?

“Hampir semua produk yang kita konsumsi setiap hari mengandung minyak sawit atau turunannya. Bukan cuma minyak goreng, tapi juga margarine, cokelat, sabun, shampoo, lilin, alat kosmetik dan detergen,” ujar Dhiny Nediasari, Communication Manager RSPO Indonesia.

Pekerja sedang menyortir sabun yang diproduksi di pabrik pengolahan produk sawit milik Musim Mas Grup di Medan, Sumatera Utara (23/1). (Lutfi Fauziah/National Geographic Indonesia)

Minyak kelapa sawit begitu populer di banyak kalangan karena berbagai alasan. Seperti dapat disimpan lebih lama dan awet, jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Selain itu harganya lebih murah dan efisien. Tak heran, banyak perusahaan tertarik untuk membuka lahan demi menanam kelapa sawit.

Baca juga: Konsumsi Bijak untuk Lingkungan Lestari

Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa terbesar di dunia, yang memasok sekitar 50% kebutuhan minyak sawit dunia. Dari segi ekonomi, industri ini dianggap sangat menguntungkan. Keuntungan menggiurkan bisnis kelapa sawit memicu ekspansi perkebunan kelapa sawit serta praktek perkebunan yang sembrono dan mengancam kelestarian lingkungan di Indonesia.

“Tingginya permintaan minyak nabati meningkatkan deforestasi hutan,” ujar Footprint Campaign Coordinator WWF Indonesia, Margareth Meutia. Ia menuturkan bahwa sejak tahun 1985 hingga 2014, Pulau Sumatera telah kehilangan lebih dari setengah hutan alamnya.

Baca juga: Degradasi Lingkungan di Balik Keuntungan Sawit

Alih fungsi hutan menjadi perkebunan merupakan penyebab utama hilangnya habitat satwa sehingga berujung pada kematian satwa. Konflik sosial dengan masyarakat sekitar perkebunan kelapa sawit juga kerap terjadi. Itulah sebabnya, praktek industri kelapa sawit di Indonesia seringkali menuai kontroversi.

Manfaat dan kerugian industri kelapa sawit ini  bisa dijadikan pijakan untuk mencari solusi terbaik. Mustahil jika harus meniadakan sama sekali perkebunan sawit. Sebab, selain sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, jutaan perekonomian rakyat juga bergantung pada industri ini.

Artikel terkait: Sulit Mencari Solusi Konflik Sawit

Di lain sisi, membiarkan hutan habis terbabat dan berganti menjadi perkebunan kelapa sawit merupakan tindakan bodoh yang berdampak fatal terhadap kelestarian alam Indonesia. Saat ini, upaya yang bisa dilakukan ialah meminimalisasi dampak dari produksi kelapa sawit, salah satunya dengan menerapkan praktek produksi minyak sawit berkelanjutan.