Begini Cara Kerja Otak yang Membuat Anda Menjadi Kecanduan Kafein

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 2 April 2022 | 16:00 WIB
Penarikan kafein dikategorikan sebagai gangguan mental. (Nathan Dumlao/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id - Seperti banyak obat-obatan, kafein secara kimiawi membuat ketagihan, sebuah fakta yang diungkapkan para ilmuwan pada tahun 1994. Dalam jurnal Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) edisi ke-5, sakau kafein dikategorikan sebagai gangguan mental.

24 jam pertama setelah seseorang menghentikan asupan kafein, ia akan merasakan gejala sakau. Hal pertama yang muncul adalah ia akan merasa berkabut dan kurang waspada. Otot juga terasa lelah meski tidak melakukan pekerjaan berat.

Jangan heran jika seseorang akan mudah tersinggung atau kesal, ini juga menjadi salah satu gejala sakau dan kecanduan kafein. Seiring berjalannya waktu, sakit kepala pun muncul dan membuat sulit berkonsentrasi.

Akhirnya, tubuh memprotes mengapa kafein tiba-tiba dihilangkan. Seseorang mungkin merasakan nyeri otot yang tumpul, mual, dan gejala mirip flu lainnya.

Bukan, itu bukan gejala kecanduan narkoba. Ini adalah gejala kecanduan kafein, zat yang ditemukan dalam kopi, teh, dan beragam makanan serta minuman.

Bagaimana kafein membuat ketagihan? “Ini berasal dari caranya memengaruhi otak manusia, menghasilkan perasaan waspada yang diinginkan oleh peminum kafein,” ungkap Joseph Stromberg di laman Smithsonian Magazine.

Segera setelah Anda minum (atau makan) sesuatu yang mengandung kafein, kafein diserap melalui usus kecil dan larut ke dalam aliran darah.

Karena bahan kimia ini larut dalam air dan lemak, kafein mampu menembus penghalang darah-otak dan masuk ke otak.

Secara struktural, kafein sangat mirip dengan molekul yang secara alami ada di otak kita, yang disebut adenosin. Kafein juga dapat masuk dengan rapi ke dalam reseptor sel otak kita untuk adenosin, secara efektif menghalangi mereka. Biasanya, adenosin yang diproduksi dari waktu ke waktu mengunci reseptor ini dan menghasilkan rasa lelah.

Ketika molekul kafein menghalangi reseptor tersebut, mereka mencegah hal ini terjadi. Jika ini terjadi, maka akan menghasilkan rasa kewaspadaan dan energi selama beberapa jam.

Selain itu, beberapa stimulan alami otak sendiri bekerja lebih efektif ketika reseptor adenosin diblokir. Semua kelebihan adenosin yang mengambang di otak memberi isyarat kepada kelenjar adrenal untuk mengeluarkan adrenalin, stimulan lain.

Untuk alasan ini, kafein secara teknis bukanlah stimulan tersendiri, tutur Stephen R. Braun, penulis Buzzed: the Science and Lore of Caffeine and Alcohol. Menurutnya, kafein adalah stimulan enabler. Ini merupakan zat yang membuat stimulan alami kita menjadi liar.

Meminum kafein, tulisnya, mirip dengan “meletakkan balok kayu di bawah salah satu pedal rem utama otak.” Balok ini tetap di tempatnya selama empat hingga enam jam, tergantung pada usia, ukuran, dan faktor lainnya, hingga kafein akhirnya dimetabolisme oleh tubuh.

 Baca Juga: Kafein Meningkatkan Kewaspadaan dan Reaksi pada Target yang Bergerak

 Baca Juga: Kopi atau Teh Hijau? Preferensi Makanan Kita Ternyata Dipengaruhi Faktor Genetika

 Baca Juga: Catatan Penting dari Seorang Overdosis Kafein Setara 200 Cangkir Kopi

Pada pecandu kopi atau teh, soda, atau minuman energi, kimia dan karakteristik fisik otak benar-benar berubah seiring waktu. Perubahan yang paling menonjol adalah bahwa sel-sel otak menumbuhkan lebih banyak reseptor adenosin. Ini merupakan upaya otak untuk menjaga keseimbangan dalam menghadapi serangan konstan kafein, dengan reseptor adenosinnya yang terpasang secara teratur.

Nah, itu alasan mengapa peminum kopi biasa membangun toleransi dari waktu ke waktu. Karena Anda memiliki lebih banyak reseptor adenosin, dibutuhkan lebih banyak kafein untuk memblokirnya dan mencapai efek yang diinginkan.

"Ini juga menjelaskan mengapa tiba-tiba melepaskan kafein sepenuhnya dapat memicu berbagai efek penarikan," tutur Stromberg. Kimia yang mendasarinya kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Akan tetapi prinsipnya adalah bahwa otak Anda digunakan untuk beroperasi dalam satu set kondisi yang bergantung pada konsumsi teratur dari kafein.

Tiba-tiba, tanpa kafein, kimia otak yang berubah menyebabkan segala macam masalah, termasuk sakit kepala.

Kabar baiknya adalah, dibandingkan dengan banyak kecanduan narkoba, efeknya relatif jangka pendek.

Untuk mengatasinya, Anda hanya perlu melewati sekitar 7-12 hari gejala tanpa minum kafein. Otak secara alami akan menurunkan jumlah reseptor adenosin pada setiap sel, merespons kekurangan konsumsi kafein secara tiba-tiba.

Jika Anda bisa bertahan selama itu tanpa secangkir kopi atau teh, tingkat reseptor adenosin di otak akan diatur ulang ke tingkat awal. Ini akan memilihkan kecanduan kafein yang dialami.