Nationalgeographic.co.id—Tak dapat disangsikan bahwa gladiator adalah olahraga keras sekaligus hiburan yang menegangkan bagi penduduk Romawi yang pernah terselenggara di Kota Roma.
Lantas muncul pertanyaan, apakah ada seorang gladiator dari kalangan wanita di Roma kuno?
"Meskipun jarang, namun beberapa bukti mencatatnya dalam karya seni, hukum, dan catatan tertulis bahwa wanita memang berpartisipasi dalam olahraga brutal tersebut," tulis De Agostini kepada History.
De Agostini menulisnya dalam sebuah artikel yang berjudul Did Women Fight as Gladiators in Ancient Rome? yang dipublikasi History pada tanggal 16 Maret 2022.
"Selama Republik Romawi akhir dan Kekaisaran Romawi awal, para Gladiatrix (wanita dalam gladiator) saling bertarung sengit dengan senjata sebagai hiburan," tambahnya.
Sebelum para wanita menjadi Gladiatrix, mereka hanya mendapat diskriminasi dalam kehidupan sosial di Romawi. Kota Roma memandang wanita hanya sebagai simbol seksualitas dan hiburan bagi laki-laki.
"Tradisi gladiator yang telah berlangsung berabad-abad lamanya, menjadi hal yang telah biasa dilihat," terusnya.
Para penonton mendambakan sesuatu hal yang baru dan menarik, hingga muncul sayembara kepada siapa saja yang mampu memberi kebaruan pada gladiator, akan mendapat hadiah.
Cassius Dio, sejarawan kuno Romawi, mencatat tentang kehadiran dan kesediaan para wanita yang ingin terlibat dalam pertempuran. Sebagian mereka memiliki amarah dalam dirinya, dengan sukarela turut dalam pertarungan gladiator.
Bagi Cassius Dio, kebanyakan wanita menginginkan martabatnya yang lebih dalam status sosialnya, begitu juga dengan para wanita elite bangsawan yang membutuhkan pengakuan tentang dirinya.
Barulah pada tahun 66 M, Nero tercatat sebagai Kaisar yang membawa para wanita ke dalam arena pertarungan paling brutal di Romawi, gladiator. Begitupun dengan pertunjukannya, gladiator telah memasuki fase baru dengan kehadiran para Gladiatrix.
Adapun bagi Nero, kehadiran para wanita dalam gladiator adalah sebuah penghormatan. "Nero memiliki gladiator wanita yang bertarung dalam arena untuk menghormati ibunya, yang telah dia bunuh," lanjut De Agostini.
Setelahnya, Kaisar Domitianus mengadakan pertarungan gladiator wanita di malam hari dengan cahaya obor, terkadang mengadu perempuan melawan kurcaci ataupun dengan sesama wanita satu sama lain.
Menurut sumber yang disebutkan oleh sejarawan kontemporer, David S. Potter, untuk selanjutnya para pejabat Romawi mendorong para wanita untuk aktif dalam olahraga appaun, membangun kekuatan bagi mereka untuk melahirkan.
Dalam beberapa kurun waktu, para majikan yang memiliki budak wanita di Romawi akan menyuruh mereka agar terlibat dalam gladiator. Para majikan akan berkata, 'ayo kamu kuat! kamu harus ikut gladiator dan menghasilkan banyak uang dari pertarungan itu!'
Bagi wanita bangsawan atau kaya raya, mereka akan membayar sejumlah uang untuk mendapatkan pelatih gladiator dari kalangan laki-laki tangguh, melatih agar mendapatkan tubuh yang bugar dan cara untuk memenangkan pertarungan.
Baca Juga: Spartacus, Gladiator yang Pimpin Pemberontakan Budak Melawan Romawi
Baca Juga: Seberapa Sehat Makanan Sehari-hari para Gladiator zaman Romawi
Baca Juga: Gladiatrix, Sebutan Gladiator Perempuan yang Bertarung di Roma
Baca Juga: Mengapa Masyarakat Romawi Kuno Menggemari Olahraga Berdarah?
Meskipun mulai menjadi lumrah, para laki-laki Romawi yang membiarkan istrinya untuk turut dalam gladiator, dipandang rendah, begitupun dengan Gladiatrix tersebut.
Juvenil, sastrawan Romawi Kuno menggambarkan olok-olok yang dilontarkan pada suami dan istri sebagai Gladiatrix, "sungguh tega (para suami) membiarkan istrinya, melihat dan mendengarkan erangan dan erangannya saat dia bertarung, menangkis dan mendorong."
Tidak sedikit wanita yang terluka akibat sabetan pedang atau gigitan hewan buas, dan beberapa dari mereka tewas di arena, namun pertarungan gladiator tetap memikat para wanita dan terus dicari.
Sejumlah sponsor telah berdatangan untuk mendanai pertarungan para Gladiatrix yang menarik banyak penonton. Pemenangnya akan mendapatkan hadiah dan uang dalam jumlah besar.
Sekalipun Senat di Romawi mengeluarkan Undang-Undang di tahun 11 dan 19 M, yang melarang para wanita dalam gladiator demi melindungi mereka, pertarungan gladiator wanita masih terus berlanjut.