Mengulik Keseharian Wanita Sparta, Apakah Mereka juga Turut Bertempur?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 5 Mei 2022 | 14:00 WIB
Sedangkan wanita Sparta berpartisipasi secara bebas di hampir setiap aspek kehidupan politik dan sosial di Sparta. (Metropolitan Museum of Art)

Nationalgeographic.co.id—Tidak banyak catatan sejarah yang mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari wanita Sparta. Dikenal sebagai bangsa yang tangguh saat berperang, apakah kaum wanitanya juga turut bertempur?

Para wanita Sparta menghabiskan waktu berjam-jam di bawah terik matahari. Mereka menggerakkan dan mengayunkan tangan, serta berlari dan bergulat. Lainnya mengangkat suara mereka dalam paduan suara.

Apakah benar semua itu dilakukan oleh para wanita Sparta? “Setidaknya, itulah yang diperkirakan oleh para ahli,” ungkap Jessica Leigh Hester dilansir dari laman Atlas Obscura.

Para ahli klasik menunjukkan bahwa tradisi Sparta kurang kuat jika dibandingkan dengan tradisi Athena. Maka tidak heran jika petunjuk arkeologis tentang budaya Sparta tidak terlalu banyak.

Wanita Sparta memiliki lebih banyak hak dan menikmati otonomi yang lebih besar daripada wanita di negara-kota Yunani lainnya pada Periode Klasik. Mereka bisa mewarisi properti, memiliki tanah, melakukan transaksi bisnis, dan berpendidikan lebih baik daripada wanita di Yunani kuno. Tidak seperti Athena, di mana wanita dianggap warga negara kelas dua, wanita Spartan dikatakan memerintah pria mereka.

Bagaimanapun, rumah tangga Spartan cukup sederhana. Di tempat lain, para cendekiawan mengumpulkan petunjuk dari tokoh-tokoh wanita tentang relief pemakaman atau mata uang lokal. Untuk waktu yang lama, Sparta tidak memiliki keduanya.

“Hampir semua sumber utama kami tentang wanita Spartan tidak berasal dari orang Sparta itu sendiri,” tulis Sarah B. Pomeroy, seorang profesor di Pusat Pascasarjana Universitas Kota New York, dalam bukunya Spartan Women.

Banyak dari penulis sejarah itu adalah laki-laki, yang memilih untuk melatih fokus mereka pada laki-laki lain. Komentar tentang wanita biasanya merupakan sebagian kecil dari teks yang ditujukan untuk subjek lain.

Tapi Pomeroy dan cendekiawan lainnya mencoba mencari tahu tentang bagaimana keseharian wanita Sparta. Terlepas dari catatan sejarah yang relatif jarang, mereka membayangkan segalanya. Mulai dari seksualitas hingga partisipasi politik dan agama.

Keseharian wanita Sparta

Gadis Sparta bergulat dan menggerutu saat melakukan latihan fisik. Mereka tidak mempersiapkan diri untuk bertempur meski tubuh berotot karena latihan yang dilakukan.

“Seperti pria, wanita juga menganggap bahwa kebugaran tubuh itu penting. Para wanita ikut serta dalam perlombaan dan uji kekuatan”, kata sejarawan Sue Blundell dalam bukunya, Women in Ancient Greece. Plutarch menggambarkan latihan di mana gadis-gadis berlari, bergulat, dan melemparkan lembing. Latihan ini kerap menjadi tontonan publik.

Para wanita Sparta dididik dalam mousike atau seni renungan juga. Sementara dunia kaum lelaki berputar di sekitar latihan militer, para wanita menyempurnakan keterampilan bermusik, membaca puisi, dan menari.

Wanita Sparta dewasa dilaporkan terkenal dengan tarian yang disebut bibasis. Tarian ini memiliki koreografi yang ‘nakal’ dan menantang, tulis Pomeroy. Dalam bibasis, penari harus melompat ke udara dan menghentakkan bokong dengan tumitnya.

Saat bertumbuh, wanita menjalani kehidupan olahraga, terkadang berburu, berlari dalam kompetisi, atau balap kuda. Pomeory juga menambahkan, “Para wanita Sparta mungkin satu-satunya wanita Yunani yang meminum anggur.”

Kaum wanita Sparta cenderung menikah pada usia 18 tahun atau lebih. Ini adalah usia yang oleh Pomeory dianggap ‘jauh lebih lambat’ daripada usia pernikahan di tempat lain di Yunani. Meskipun banyak wanita istimewa memiliki properti, mereka biasanya tidak terbebani kepemilikan itu.

Hukum yang menentukan kesetaraan pria dan wanita Sparta

Mengapa para wanita Sparta bisa begitu bebas jika dibandingkan dengan wanita di budaya lain? Salah satu alasan mengapa wanita Sparta dapat menikmati begitu banyak kebebasan adalah karena tentara mereka menaklukkan wilayah lain di luar Sparta. Sehingga, wanita sering kali menyerahkan tugas-tugas rumah tangga kepada orang-orang seperti helots. Helots adalah sebuah kelompok yang digambarkan oleh sarjana Yunani abad kedua Julius Pollux memiliki status antara ‘orang bebas dan budak.’

  

Baca Juga: Kisah Leonidas, 300 Tentara Sparta dan Pertempuran Thermopylae

 Baca Juga: Prajurit Thebes yang Lebih Kuat dari Sparta, Ternyata Homoseks

 Baca Juga: Perpeloncoan dan Kekerasan Jadi Bagian dalam Pendidikan Anak Sparta

 Baca Juga: Gladiatrix, Sebutan Gladiator Perempuan yang Bertarung di Roma

    

Hukum Sparta direformasi oleh raja Lycurgus (abad ke-9 SM) dan menekankan pentingnya kesetaraan di antara semua warga negara. Anak perempuan diberikan latihan fisik yang sama dengan anak laki-laki dan dididik pada tingkat yang sama di rumah. Sementara anak laki-laki akan bersekolah di sekolah umum.

Pentingnya peran seorang ibu

Helot mengurus pekerjaan kasar, termasuk menenun pakaian. Ini memungkinkan seorang wanita Sparta untuk berkonsentrasi pada apa yang diyakini Lycurgus sebagai peran terpenting mereka: menjadi ibu.

Wanita Sparta terkenal bangga dengan anak-anak mereka. Seorang anak diharapkan untuk menghormati negara kota melalui perilaku yang baik. Pada saat yang sama, wanita memiliki tanggung jawab menjalankan pertanian atau perkebunan serta mengelola keuangan. Mereka juga menjalankan bisnis karena laki-laki sering pergi berperang.

"Tujuan seks dalam pernikahan adalah untuk menciptakan anak-anak yang kuat dan sehat," ungkap Joshua J. Mark di laman World History.  Bukan cuma pria, wanita juga diizinkan mengambil kekasih pria untuk mencapai tujuan yang sama.

Meskipun Athena sering disebut sebagai ‘tempat kelahiran demokrasi’, wanita Athena tidak memiliki suara dalam politik atau bisnis suami mereka. Sedangkan wanita Sparta berpartisipasi secara bebas di hampir setiap aspek kehidupan politik dan sosial di Sparta.