Nationalgeographic.co.id - Tim ilmuwan interdisipliner dari Universitas Northwestern dilaporkan berhasil mengungkap misteri mekanisme reaksi bakteri metanotropik yang dapat menghasilkan metanol cair atau yang juga dikenal dengan nama dagang spiritus. Bakteri tersebut dapat menghasilkan metanol dengan menyerap udara yang tercemar dengan metana.
Temuan tersebut diproyeksikan akan menjadi solusi bahan bakar alternatif di masa akan datang. Laporan penelitian tersebut telah diterbitkan di jurnal Science dengan judul "Particulate methane monooxygenase contains only mononuclear copper centers" yang dapat diakses secara daring.
Untuk diketahui, gas metana adalah salah satu polutan atau bahan pencemar udara yang sangat kuat. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global saat ini.
Dengan mengungkap mekanisme reaksi pada bakteri yang dapat menghasilkan metanol cair yang dapat digunakan sebagai bahan bakar cair. Tentu itu adalah kabar yang baik dan dapat menjadi sumber bahan bakar alternatif.
Sementara itu, bakteri metanotropik (menyerap metana) telah lama membuat peneliti terpesona karena kemampuannya menghilangkan metana dari lingkungan dan mengubahnya menjadi bahan bakar yang dapat digunakan yaitu metanol cair. Namun, bagaimana bakteri tersebut melakukan reaksi yang sedemikian kompleks telah lama menjadi misteri di kalangan ilmuwan.
Sekarang tim interdisipliner di University of Northwestern telah menemukan bagaimana mekanisme reaksi pada bakteri tersebut terjadi. Para ilmuwan menemukan bahwa bakteri tersebut memiliki enzim tertentu yang dapat mengubah metana menjadi metanol.
Bakteri tersebut mengkatalisasi reaksi tersebut di tempat yang hanya mengandung satu ion tembaga. Bakteri itu menyerap metana dari udara dan kemudian menghasilkan metanol cair.
Amy C. Rosenzweig dari Northwestern, penulis senior studi tersebut mengatakan, temuan tersebut dapat mengarah pada katalis buatan manusia yang dirancang untuk dapat mengubah metana. Mengingat, metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang sangat kuat dan telah menjadi polusi penyebab pemanasan global saat ini dan menjadikannya metanol yang dapat digunakan untuk bahan bakar cair.
"Studi kami memberikan lompatan besar untuk dapat memahami bagaimana bakteri metanotropik dapat mengonversi metana menjadi metanol," kata Rosenzweig dalam rilis media.
Baca Juga: Parasit Berbahaya Buat Manusia Bisa Menumpang Lewat Mikroplastik
Baca Juga: Biarawan Zaman Kuno Minum Bir Tiap Hari, Ternyata Ini Khasiatnya
Baca Juga: Para Ahli Kembangkan Bakteri Ini untuk Mengubah Karbon Dioksida
Sementara itu, Brian M. Hoffman, salah satu penulis senior mengatakan, dengan mengidentifikasi jenis ion tembaga yang terlibat, mereka telah meletakkan dasar untuk menentukan bagaimana alam melakukan salah satu reaksi yang paling menantang.
Rosenzweig adalah Profesor Ilmu Kehidupan Keluarga Weinberg yang Terhormat di Kolese Seni dan Sains Weinberg Northwestern. Hoffman adalah Profesor Kimia Charles E. dan Emma H. Morrison di Weinberg.
Dengan mengoksidasi metana dan mengubahnya menjadi metanol, bakteri metanotrof memiliki dua keunggulan. Mereka tidak hanya mengurangi gas rumah kaca berbahaya dari lingkungan, tetapi mereka juga telah menghasilkan bahan bakar berkelanjutan yang dapat digunakan untuk mobil, listrik, dan lainnya.
Proses industri saat ini untuk mengkatalisasi reaksi metana menjadi metanol membutuhkan tekanan luar biasa dan suhu ekstrem, mencapai lebih dari 1.300 derajat Celcius. Namun, metanotrof melakukan reaksi pada suhu kamar dan "gratis."
Amy C. Rosenzweig dari Northwestern, peneliti senior penelitian tersebut mengatakan, identitas dan struktur ion logam yang bertanggung jawab untuk katalisis tetap sulit dipahami selama beberapa dekade.
"Sementara situs tembaga diketahui mengkatalisis konversi metana menjadi metanol dalam bahan buatan manusia, katalisis metana menjadi metanol di situs satu ion tembaga dalam kondisi sekitar belum pernah terjadi sebelumnya," kata Matthew O. Ross, seorang mahasiswa pascasarjana yang dibimbing oleh Rosenzweig dan Hoffman dan penulis pertama makalah ini.
"Jika kita dapat mengembangkan pemahaman yang lengkap tentang bagaimana mereka melakukan konversi ini pada kondisi ringan seperti itu, kita dapat mengoptimalkan katalis kita sendiri."