Manusia Purba Hidup di Gurun Kalahari 20.000 Tahun Yang Lalu

By Ricky Jenihansen, Minggu, 21 Agustus 2022 | 12:00 WIB
Impresi seniman manusia purba di Gurun Kalahari. (Ancient Page)

Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari University of Cape Town mengidentifikasi dan menggambarkan peninggalan tufa (batu putih), bukti aliran sungai, air terjun, dan kolam dangkal di masa lalu. Temuan tersebut terdapat di situs Bukit Ga-Mohana di Kalahari selatan, Afrika Selatan.

Temuan tersebut merupakan catatan paleoklimat dan arkeologi yang terperinci dan tertanggal dengan baik. Temuan ini sangat penting untuk memahami dampak perubahan lingkungan pada evolusi manusia.

Laporan penelitian tersebut telah diterbitkan di PLOS One dengan judul "Tufas indicate prolonged periods of water availability linked to human occupation in the southern Kalahari."

"Asumsi umum adalah bahwa Gurun Kalahari adalah lingkungan yang keras yang tidak cocok untuk kelangsungan hidup manusia purba," kata Jayne Wilkins arkeolog yang meneliti temuan tersebut seperti dilansir Sci-News.

"Namun, mereka memang hidup di sana dan berkembang." Wilkin adalah arkeolog dari Australian Research Centre for Human Evolution di Griffith University dan Human Evolution Research Institute di University of Cape Town.

Untuk diketahui, cekungan Kalahari, di pedalaman Afrika bagian selatan, adalah wilayah semi-kering yang telah mengalami fluktuasi iklim yang signifikan dengan catatan paleoenvironment dan arkeologi yang melimpah.

Atas: Peta Afrika Selatan dengan lokasi Bukit Ga-Mohana. Bawah: foto-foto representatif dari masing-masing morfologi tufa yang teridentifikasi di lereng bukit Ga-Mohana. (von der Meden et al.)

Dengan demikian, wilayah ini memberikan kesempatan unik untuk mengeksplorasi lebih lanjut interaksi manusia-lingkungan awal. Misalnya, di Kalahari selatan, banyak bukti menunjukkan periode yang sangat berbeda dan jauh lebih basah selama sebagian besar Pleistosen.

Catatan paleoenvironmental dari sisa-sisa makrobotani dan fauna, serbuk sari, dan komposisi isotop stabil dari email gigi mamalia hingga kulit telur burung unta menunjukkan pergeseran iklim.

Wilkin mengatakan, penelitian mereka menunjukkan selama beberapa periode di masa lalu Gurun Kalahari subur dan jauh lebih basah daripada hari ini. Manusia bisa berkembang dalam kondisi basah ini.

Namun, untuk menilai lebih lengkap respon Homo sapiens terhadap perubahan iklim dan lingkungan, diperlukan catatan yang lebih baik tentang lingkungan masa lalu dari proxy yang berbeda.

 Baca Juga: Temuan Gigi Geraham di Laos, Diduga Milik Manusia Purba Denisova