Manusia Purba Hidup di Gurun Kalahari 20.000 Tahun Yang Lalu

By Ricky Jenihansen, Minggu, 21 Agustus 2022 | 12:00 WIB
Impresi seniman manusia purba di Gurun Kalahari. (Ancient Page)

 Baca Juga: Manusia Purba Keluar dari Afrika Lebih dari Satu Gelombang Migrasi

 Baca Juga: Ahli Buktikan Manusia Purba Sedang 'Fly' Sambil Menonton Gambar Cadas

"Kami juga menemukan bahwa pada 20.000 tahun yang lalu, manusia hidup di Kalahari selama kondisi kering memberi kami wawasan tentang bagaimana perubahan iklim berdampak pada evolusi manusia," kata Wilkin.

Wilkins dan rekan-rekannya mempelajari endapan tufa, yaitu mata air, air terjun, atau kolam yang telah berubah menjadi batu. Endapan tersebut berada di bukit Ga-Mohana di Kalahari selatan di Afrika Selatan, sebuah situs yang memiliki makna spiritual bagi masyarakat setempat.

Melalui penanggalan uranium-thorium, mereka menghasilkan catatan terbaru tentang ketersediaan air yang berkepanjangan terkait dengan pendudukan manusia di Kalahari selama Pleistosen Akhir.

Penggalian di Ga-Mohana Hill North Rockshelter. (Griffith University)

"Air mengendap dan meninggalkan kalsium karbonat yang dapat dibor oleh tim dan menentukan tanggalnya," Wilkins menjelaskan.

"Tanggal-tanggal ini memberi tahu kita kapan itu lebih basah di masa lalu."

Di sini, para peneliti menggunakan skrining ablasi laser untuk menargetkan bahan yang cocok untuk penanggalan uranium-thorium. "Kami memperoleh 33 usia yang mencakup 110 ribu tahun terakhir dan mengidentifikasi lima episode pembentukan tufa," tulis peneliti dalam makalahnya.

Para peneliti juga menemukan beberapa bukti paling awal di dunia tentang perilaku teknologi inovatif.

"Kami menemukan banyak peralatan batu dan sisa-sisa tulang dari makanan yang akan mereka konsumsi," kata Wilkins.

"Temuan penting adalah kristal kalsit, kubus kristal bening yang tidak memiliki nilai fungsional tetapi mungkin dikumpulkan untuk alasan sentimental seperti kolektor perangko, atau mungkin untuk alasan ritual."

Penelitian mereka, katanya, menunjukkan bahwa ini bukan hanya tentang bertahan hidup bagi Homo sapiens di Gurun Kalahari. "Tetapi mereka berkembang dengan pengetahuan, sistem, dan teknologi canggih untuk dapat mengakses sumber daya yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup dalam kondisi kering," kata Wilkin.

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo