“Tahta itu dihiasi dengan emas dan permata, belum lagi kayu eboni dan gading. Di atasnya ada gambar-gambar yang dilukis dan gambar-gambar tempa. Ada empat Victory, dilambangkan sebagai wanita penari, satu di setiap kaki takhta, dan dua lainnya di dasar setiap kaki. Di masing-masing dari dua kaki depan dipasang anak-anak Theban yang diperkosa oleh sphinx, sementara di bawah sphinx Apollo dan Artemis menembak jatuh anak-anak Niobe.”
Menurut legenda, seseorang bertanya kepada Phidias apa yang mengilhami dia untuk membuat patung Zeus. Pematung itu menjawab dengan syair berikut dari Homer's Iliad (I.528-530):
“Dia berkata, dan mengangguk dengan alisnya yang gelap;
Bergelombang di kepala abadi dengan kunci ambrosial,
Dan semua Olympus gemetar karena anggukannya.”
Bahkan dengan kesaksian Pausanias dan kata-kata yang menginspirasi pematung, tidak mudah untuk membayangkan bagaimana rupa patung itu. Untungnya, gambar patung itu muncul pada koin Yunani dan Yunani-Romawi kuno, ukiran permata dan batu, lukisan vas, dan patung.
Patung karya Phidias itu kemudian menjadi referensi untuk penggambaran Zeus di kemudian hari. Sosok Zeus digambarkan sebagai sosok kebapakan tua dengan janggut dan rambut panjang.
Di depan takhta, penduduk Elis membuat kolam berisi minyak. Minyak melindungi patung dari kelembapan Olympia dan menjaganya agar selalu dalam kondisi baik.
Legenda seputar Patung
Bagi orang yang hidup di zaman kuno, patung Zeus lebih dari sekadar patung dan tujuh keajaiban dunia kuno. Bagi mereka, itu adalah versi dewa di bumi.
Bukan suatu kebetulan jika Pausanias menyebut patung itu sebagai “ὁ θεὸς” (dewa) dan bukan sebagai patung. Ini bukan hal yang tidak biasa di Yunani kuno dan Romawi.