Ikonoklasme, Ketika Karya Seni Memecah Belah Kekaisaran Romawi Timur

By Sysilia Tanhati, Kamis, 20 Oktober 2022 | 12:13 WIB
Pemujaan terhadap seni religius dianggap menimbulkan bencana alam. Maka ikonoklasme atau pemusnahan karya seni keagamaan pun dilakukan di Bizantium. (Chludov)

Nationalgeographic.co.id - Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium memiliki karya seni yang tidak kalah indah dengan Romawi Barat. Salah satunya adalah ikonografi, karya seni yang berhubungan dengan gambar-gambar keagamaan. Namun, selama 113 tahun, tradisi artistik ini menderita kerugian besar dan mengalami masa-masa kegelapan. ikonoklasme, tindakan penghapusan karya seni keagamaan ini memecah belah Kekaisaran Romawi Timur.

Dengan dekrit kekaisaran, produksi gambar-gambar keagamaan tidak hanya dilarang tetapi juga karya-karya seni yang sudah ada dimusnahkan secara aktif. Berakar dalam elite politik dan agama di Konstantinopel, gerakan ini memiliki efek jangka panjang di dunia abad pertengahan. Digambarkan sebagai “zaman kegelapan” seni Bizantium, ikonoklasme meninggalkan bekas yang tak terbantahkan. Tidak hanya pada masa depan seni Kekaisaran Bizantium saat itu tetapi juga di Eropa abad pertengahan pada umumnya.

Ikonografi dianggap menyebabkan bencana alam dan dicap sebagai berhala

Antara 726 dan 727, letusan gunung berapi yang sangat besar melanda pulau Thera dan Therasia di Laut Aegea. Kaisar Bizantium Leo III menafsirkan bencana alam ini sebagai kemarahan Ilahi. “Menurutnya, murka ini hanya bisa diredakan dengan melarang pemujaan ikon,” tulis Dusan Nicolic di laman The Collector.

Serangkaian dekrit dikeluarkan antara tahun 727 dan 730, Leo III secara resmi menetapkan ikonoklasme di seluruh wilayah kekaisaran. Meskipun Leo III menyulut semangat ikonoklasme, puncaknya terjadi pada masa pemerintahan putranya, Konstantinus V.

Konstantinus mengambil inisiatif untuk menulis 13 risalah teologis tentang ikonoklasme. Ia menolak kemungkinan mewakili sifat Ilahi Kristus. Dalam Konsili ikonoklasme di Hieria pada tahun 754, kaisar itu secara resmi menyatakan ikon sebagai berhala, memerintahkan penghancurannya, dan mengutuk semua aktivitas yang berkaitan dengan ikonografi.

Jeda ikonoklasme

Sebuah jeda singkat terjadi antara 787 dan 815, berkat serangkaian kaisar Ortodoks yang tidak mengikuti gerakan penghancuran itu. Namun jeda itu tidak berlangsung selamanya.

Kaisar Leo V kemudian mengembalikan politik gereja ke ikonoklasme pada tahun 815. Meski demikian, gerakan tersebut tidak memiliki kekuatan seperti saat abad ke-8.

Baca Juga: Kota Kuno Busra asy-Syam, Saksi Kejayaan Tiga Peradaban Besar Dunia

Baca Juga: Jatuhnya Kekaisaran Romawi, Kenapa Lebih Cepat daripada Bizantium?

Masa ini dikenal sebagai gelombang kedua ikonoklasme ditandai dengan pemerintahan dari Leo V, Michael II, dan Theophilos. Kontribusi Michael pada gerakan ikonoklas adalah melarang diskusi tentang ikon. Kaisar Theophilos menambahnya dengan penganiayaan terhadap orang-orang yang memuja ikon-ikon.

Setelah Kaisar Theophilos meninggal pada tahun 842, istrinya Theodora dan patriark baru Methodius mengembalikan kembali ikon-ikon itu lewat sebuah konsili. Di akhir konsili, sebuah prosesi besar dilakukan di seluruh kota, merayakan kemenangan atas bidat ikonoklasme.

Mengapa Kaisar Leo III melakukan ikonoklasme?

Selain interpretasi Leo III tentang bencana alam sebagai tanda murka Tuhan, ada beberapa argumen teologis dan filosofis untuk penghancuran ikon. Memang, yang paling penting datang dari Perjanjian Lama dan salah satu dari 10 Perintah Allah tentang larangan menyembah hal lain selain Tuhan.

Salib di Hagia Eirene, Istanbul. Contoh utama seni selama ikonoklasme Bizantium. (Wikipedia)

Argumen lain datang dalam bentuk ajaran Neoplatonis dari filsuf abad ke-3 Plotinus. Bagi para Neoplatonis, dunia material tidak selalu jahat tetapi hanya sebuah "gambar" atau cerminan dari dunia yang lebih tinggi. Bagi mereka, manusia harus berjuang menuju pola dasar gambar-gambar ini. Dalam pengertian itu, satu-satunya hal yang harus disembah adalah pola dasar itu sendiri, bukan salinannya. "Dalam hal ini, ikon-ikon tidak boleh disembah," tambah Nicolic.

Sumber lain mungkin berasal dari tulisan Eusebius dari Kaisarea, seorang sejarawan dan teolog abad ke-4 yang menganggap bahwa sifat Ilahi Kristus tidak dapat dipahami.

Meskipun alasan untuk ikonoklasme Leo III tampaknya terutama religius, sejarawan berpendapat lain. Sebagian sejarawan merasa kaisar ingin menahan pertumbuhan kekuatan politik dan kekayaan biara dengan melarang ikon.

Hipotesis lain, meskipun kecil kemungkinannya, berpendapat bahwa kaisar berusaha mengintegrasikan populasi Muslim dan Yahudi, yang memandang citra Kristen sebagai berhala.

Seni setelah ikon-ikon dihancurkan

Penciptaan gambar yang tidak terpisahkan dengan seni Bizantium mengalami stagnasi selama periode ikonoklasme. Jadi, jenis seni apa yang dibuat oleh “penghancur ikon”?

Karena ikonoklasme adalah gerakan yang terikat pada politik ibu kota dan sebagian besar ditolak di bagian lain kekaisaran, beberapa ikon masih bertahan.

 Baca Juga: Seperti Apa Kehidupan Masyarakat di Kekaisaran Romawi Timur?

 Baca Juga: Jejak Bizantium dari Penemuan Sarkofagus Berusia 1.800 Tahun di Israel

Contoh utama seni selama ikonoklasme Bizantium adalah salib di apse Hagia Eirene, salah satu gereja terpenting di Konstantinopel. Gereja tersebut rusak parah akibat gempa bumi tahun 740 dan mungkin dibangun kembali oleh Kaisar Ikonoklastik Konstantinus V. Selama perbaikan itu, salib ditambahkan. Motif salib merupakan salah satu simbol langka yang diperbolehkan oleh kekaisaran pada masa itu.

Mosaik salib polos juga dapat ditemukan di gereja-gereja lain di Konstantinopel, termasuk Hagia Sophia. Di sebelah lunette di atas pintu kekaisaran di Hagia Sophia ada dua lunette lainnya dengan salib. Luar biasa, salib ini tidak digantikan oleh mosaik lain atau dihancurkan pada abad-abad berikutnya.

Konsekuensi jangka panjang dari ikonoklasme

Ikonoklasme tidak hanya meninggalkan lekukan dalam sejarah seni Bizantium. Konsekuensi politik yang lebih luas terlihat dengan kerenggangan Gereja Katolik Roma, yang menolak ajaran ikonoklasme.

Ini memulai konflik antara kepausan dan kaisar Bizantium serta patriark ikonoklasme Konstantinopel. Konstantinus V mengambil yurisdiksi gerejawi Romawi atas Balkan dan memberikannya kepada Patriarkat Konstantinopel. Akibatnya, Roma kehilangan kendali agama atas Balkan, kecuali di pantai baratnya.

Meskipun Bizantium segera kembali ke pemujaan ikon, hubungan antara Roma dengan Konstantinopel tidak membaik. Dengan merusak hubungan antara Roma dan Konstantinopel, ikonoklasme membantu mengantarkan era baru Eropa Barat di bawah kekuasaan Kekaisaran Carolingian.

Tidak hanya memecah belah Kekaisaran Romawi Timur, ikonoklasme ini juga memengaruhi hubungan antaragama.