Betapa Keras dan Istimewanya Gladiatrix, Gladiator Wanita Romawi Kuno

By Utomo Priyambodo, Jumat, 28 Oktober 2022 | 14:00 WIB
Relief dua gladiator perempuan ditemukan di Halicarnassus. (Public domain)

Nationalgeographic.co.id - Pada tahun 264 Sebelum Masehi "permainan" gladiator pertama diperkenalkan ke Romawi sebagai bentuk hiburan. Selama bertahun-tahun hiburan ini, meskipun masih sangat terkenal, mengalami stagnasi karena penduduk, terutama orang-orang kaya, menginginkan sesuatu yang berbeda.

Itulah sebabnya gladiator wanita diperkenalkan ke ajang kekerasan ini. Dalam teks-teks lama dinyatakan bahwa gladiator wanita atau gladiatrix hanya akan muncul di acara-acara khusus. Jadi, para pejuang wanita dihadirkan secara lebih eksklusif untuk membuat mereka lebih menarik bagi publik.

Bukti Keberadaan Gladiator Wanita

Bukti yang sangat menarik soal gladiatrix adalah bahwa pada tahun 200 Sebelum Masehi Kaisar Septimius Severus memberlakukan undang-undang baru yang melarang perkelahian antarwanita di dalam coliseum. Ini menyiratkan bahwa para gladiator wanita sudah bertarung di dalam coliseum untuk tujuan hiburan.

Selain teks-teks lama, ada beberapa bukti fisik yang ditemukan pada tahun 2000 oleh Museum London. Para arkeolog menemukan tanah pemakaman gladiator yang dari analisis karbon berasal dari abad pertama Sebelum Masehi. Setelah beberapa analisis lebih mendalam, ternyata sisa-sisa itu adalah seorang wanita!

Hal yang sama diamati dengan sisa-sisa gladiator wanita ini karena dia baru berusia akhir 20-an tahun berdasarkan hasil analisis. Selain itu, struktur tulangnya menunjukkan bahwa tubuhnya mengalami banyak latihan fisik dan pertempuran.

Karena risiko besar di ajang pertempuran, harapan hidup seorang gladiator tentu sangatlah pendek. Namun, para gladiator memiliki tempat yang sangat istimewa dalam masyarakat Romawi.

Sekalipun para gladiator itu adalah budak, mereka dipandang sebagai selebritas dan oleh beberapa orang bahkan prajurit surgawi dengan kemampuan khusus. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai mitos yang beredar di masyarakat pada saat itu. Salah satunya adalah bahwa darah gladiator telah meningkatkan penyembuhan serta kekuatan afrodisiak, sehingga dianggap sangat berharga.

Baca Juga: Gladiatrix, Sebutan Gladiator Perempuan yang Bertarung di Roma

Baca Juga: 'Gladiatrix' Dipandang sebagai Objek Seksual Elite Romawi Kuno

Baca Juga: Beda Praktik Perkawinan Sedarah di Era Yunani Kuno dan Romawi Kuno

Baca Juga: Apa Perbedaan antara Kehidupan Romawi Kuno dengan Yunani Kuno?

Baca Juga: Tujuh Penemuan Romawi Kuno: Inovasi yang Berguna hingga Sekarang 

Dikutip dari History of Yesterday, Dio Cassius yang merupakan sejarawan Romawi yang sangat populer menggambarkan peristiwa tertentu soal gladiator wanita. Ketika ibu Nero (kaisar kelima Roma juga dikenal sebagai Claudius Caesar Augustus Germanicus) meninggal, Nero mengadakan upacara besar untuk menghormatinya di mana hiburan disediakan oleh gladiator pria dan wanita yang akan berburu binatang liar dan melawan penjahat sampai mati.

Cassius juga menyebutkan bahwa gladiator wanita adalah hal yang cukup besar di Romawi pada saat itu. Pertarungan antara gladiator wanita hanya akan diadakan pada sore atau malam hari, menjadikannya acara utama yang disajikan di coliseum.

Gladiator wanita tidak sering disebutkan karena mereka adalah pemandangan yang cukup langka. Tidak banyak wanita yang siap menempuh karier yang begitu keras dan berisiko tinggi. Dengan sifat pekerjaan berbahaya itu, hanya segelintir yang akan berhasil melewati apa yang disebut "masa percobaan" seorang gladiator.

Kita bisa melihat beberapa bukti prasejarah lagi tentang gladiator wanita yang terukir di batu. Ini menyiratkan pentingnya mereka dan sekali lagi eksklusivitas mereka dalam adegan gladiator, benar-benar membuat mereka menjadi pemandangan yang luar biasa seperti yang disebutkan oleh banyak sejarawan lainnya.

Kemarahan gladiator wanita

Jangan berpikir bahwa hanya karena mereka perempuan maka gladiator ini tidak sekejam atau bahkan lebih kejam dari gladiator laki-laki. Dalam banyak tulisan lain, gladiator wanita digambarkan kurang berbelas kasih dan jauh lebih licik daripada gladiator laki-laki.

Karena eksklusivitas mereka, mereka bahkan lebih dipuji daripada gladiator laki-laki. Namun bisa jadi karena mayoritas publik yang menghadiri pertunjukan seperti itu adalah laki-laki, para penonton itu menganggap para gladiator wanita menarik.

Dalam buku berjudul War, Women, and Children in Ancient Rome, penulis sekaligus sejarawan John K. Evans mengakui keberadaan gladiator wanita dan menyebutkan jenis gaya hidup yang harus mereka jalani sebagai wanita dalam kondisi sulit seperti itu. Dia mengambil asumsi bahwa gladiator wanita mengikuti rutinitas latihan dan diet yang sama intensnya dengan gladiator pria.

Hal menarik lainnya adalah bahwa beberapa dari wanita ini mungkin secara sukarela menjadi gladiator. Disebutkan dalam berbagai teks bahwa meski kebanyakan gladiator adalah budak, beberapa wanita sebenarnya secara sukarela karena mereka menyukai sifat pekerjaan dan ketenaran yang datang dengan menjadi seorang gladiator.

Mengakui keberadaan gladiator wanita sangat penting karena ini adalah contoh lain bagaimana perempuan setara dengan laki-laki. Ini juga menunjukkan bahwa profesi sekeras apa pun bisa dilakoni juga oleh wanita dan tidak eksklusif berdasarkan jenis kelamin.