Sains Ketakutan: Menyeramkan, tetapi Mengapa Kita Suka Menantangnya?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 27 Oktober 2022 | 16:00 WIB
Ilustrasi ketakutan. Walau menyeramkan, kenapa terkadang kita menyukai rasa takut? (Akshay Gupta/Pixahive)

Nationalgeographic.co.id - Ketakutan adalah emosi kita yang sudah ada sejak lama, dan berfungsi sebagai cara bertahan hidup. Saat manusia mulai mengenal bahasa dan sistem sosial, mereka memanfaatkan cerita menakutkan mulai dari hewan buas hingga makhluk mitologi. Semua bertujuan untuk melindungi populasi kelompok mereka untuk tetap waspada.

Cerita rakyat yang menyeramkan juga bisa berguna untuk melacak pengaruh budaya, apa lagi saat manusia tersebar di berbagai benua. Misalnya, zombi yang kita kenal dan dijadikan film-film Barat berasal dari tradisi Afrika Barat, vampir dari Eropa Timur, dan jin dari dunia Arab.

"Ada peran menarik yang dimainkan monster-monster ini dalam membentuk budaya kita," Tok Thompson, profesor antropologi dan komunikasi di University of Southern California Dornsife dalam kuliahnya. "Dan masyarakat terus-menerus menciptakan kembali cerita-cerita ini untuk membicarakan apa yang mereka takuti dan dihantui."

Kemudian makhluk-makhluk menyeramkan baru bermunculan ketika dunia berkembang. Makhluk-makhuk itu berhubungan dengan sains pula, khususnya potensi teknologi melawan penciptanya. Contohnya robot atau komputer yang mengalami 'malafungsi', dan melawan penciptanya, bahkan mengancam peradaban manusia.

“Ketika monster baru ini muncul, itu menunjukkan kepada Anda bahwa orang-orang tidak terlalu yakin tentang beberapa teknologi baru ini, bahwa mungkin ada sesuatu yang perlu ditakuti,” terang Thompson.

Baca Juga: Penyebab Manusia Memiliki Fobia, Apakah Berhubungan dengan Evolusi?

Baca Juga: Penjelasan Sains Hantu: Mengapa Pengalaman Supranatural Biasa Terjadi

Baca Juga: Mengapa Hewan Nokturnal Dikaitkan dengan Hal yang Menyeramkan?

Baca Juga: Wharton, Menulis Horor Lewat Permainan Diksi dan Psikologi Pembacanya

Thompson adalah ahli cerita rakyat. Dia mempelajari bahwa budaya menggunakan cerita tentang hantu dan monster untuk membentuk identitas diri dan sistem moralitas. Cerita menakutkan bisa bermanfaat untuk anak-anak tentang pemangsa alami, dalam tahap evolusi misalnya beruang dan serigala, jelasnya. Akan tetapi, saat kita mulai merenungkan kehidupan dan kematian, kisah itu mencerminkan pengenalan diri dan berjuang dengan kejahatan batin.

Sigmund Freud, ilmuwan psikoanalisis, mencetuskan teori psikodinamik. Teorinya mengatakan bahwa berbagai perilaku dan ketakutan dapat dikatakan dengan pengalaman sejak masa anak-anak. Beberapa kasus yang traumatis, ingatan ketakutan di awal kehidupan bahkan bisa menjadi fobia.

Terkadang, ketakutan kita timbul dari tekanan evolusi manusia. Kebanyakan orang bisa berhati-hati dengan objek berbahaya yang sangat dekat dengan manusia. "Mungkin saja beberapa fobia yang paling umum, seperti takut ketinggian, sebenarnya muncul karena tekanan evolusi," terang Ron Rapee, pendiri Centre for Emotional Health di Macquarie University.

Ketakutan yang teramat sangat akan hewan laba-laba dan arachnida lainnya disebut arachnofobia. (Thinkstock)

Rapee menjelaskan, fobia atau ketakutan itu masuk akal secara evolusioner. Kita hampir tidak pernah melihat fobia kabel dan soket listrik yang sebenarnya sangat berbahaya. Alih-alih demikian, kita justru punya fobia pada laba-laba atau ular, yang sebenarnya bisa membunuh manusia sejak zaman kuno, bahkan muncul dalam cerita mitologi.

Mengapa ada yang menyukai ketakutan?

Meski kebanyakan saat masa anak-anak dijejali cerita dan rasa menakutkan, rasa takut bisa berubah sebagai sensasi lain saat hidup berjalan. Rasa takut yang hebat, secara biologis, ketika dipasangkan dengan rasa aman dapat melepaskan opioid yang terjadi secara alami seperti endorfin. Hal itulah yang menciptakan sensasi kesenangan, ditambah dengan pukulan dopamin—bahan kimia yang terkait dengan pusat penghargaan otak.

"Amigdala Anda akan memberi Anda respons ketakutan, respons penghindaran untuk menjauh dari sesuatu yang secara sah menakutkan," terang Irving Biederman, spesialis ilmu saraf kognitif di USC Dornsife. "Jadi, bagi seorang anak, pergi ke salah satu rumah berhantu ini bisa sangat menakutkan."

Thompson, menjelaskan, ketika orang semakin dewasa ketakutan ini berubah. "Fase kehidupan yang menarik di mana orang membangun sistem kepercayaan mereka," tuturnya. "Mereka jauh dari orang tua mereka dan sering mencoba menguji diri mereka sendiri, untuk mencari tahu apa yang membuat mereka takut."

Ilustrasi zombi. (badmanproduction)

Itulah sebabnya mengapa banyak orang menyukai cerita horor dan thriller yang dibuat oleh sastrawan dan pembuat film. Alex Ago, pegiat sinema di USC School of Cinematic Arts berpendapat, film thriller modern sering kali mencerminkan ketakutan atas eksperimen dan biologi, seperti pelepasan penyakit buatan manusia.