Di Inggris Abad ke-16, Gelandangan dan Pengangguran Dihukum Mati

By Galih Pranata, Sabtu, 24 Desember 2022 | 19:00 WIB
Bangsal malam santai pada rumah kerja di West London Union of parishes workhouse. (Mary Evans Collection/Peter Higginbotham)

Nationalgeographic.co.id—Dalam masyarakat Inggris, sangat dapat diterima bagi penyandang disabilitas dan penyakit mental untuk menganggur, karena mereka tidak punya pilihan lain.

"Jika mereka terlihat mengemis di jalanan, tidak apa-apa," tulis Shannon Quinn kepada History Collection dalam artikelnya berjudul "It Doesn’t Get Harder than the Lives of the Poorest People in History terbitan 15 November 2022.

Justice of the Peace sebenarnya bisa memberikan lisensi kepada orang cacat untuk menganggur. Namun, ada orang yang memilih untuk mengemis hanya karena mereka menganggur.

Orang-orang ini dicap sebagai "sturdy beggar" atau "sturdy vagabond". Namun pada tahun 1536, Undang-Undang Hukuman bagi Gelandangan atau sturdy Vagabonds dan Beggars disahkan menjadi undang-undang.

Jika mereka terbukti melanggar, maka akan ditegaskan. Pelanggaran pertama adalah dua tahun penjara, serta huruf "V" yang akan dicap pada tubuh mereka. "V" dimaksud untuk menandai mereka sebagai Vagabonde atau gelandangan.

Baca Juga: Bagaimana Rasanya Menjadi si Miskin Kala Itu di Romawi Kuno?

 Baca Juga: Perang Kedongdong, Perlawanan Rakyat Miskin Cirebon Atas Penjajah

 Baca Juga: Mengulik Kehidupan Orang Romawi Kuno Lewat Penggunaan Jamban

Jika mereka ketahuan berkeliaran di jalanan tanpa pekerjaan untuk kedua kalinya, bukan tidak mungkin bahwa mereka "akan dijatuhi hukuman mati," imbuh Shannon Quinn.

Ketegasan terhadap hukuman ini terlihat pada masa pemerintahan Raja Henry VIII, sekitar 72.000 orang dieksekusi mati karena menganggur!

Cuplikan sosok Saoirse Ronan yang memerankan Ratu Mary dalam film terbarunya (Liam Daniel/Reuters)

Berbeda setelah Ratu Mary I naik tahta. Ia berupaya untuk menggolongkan beberapa kategori pengangguran dan orang miskin