Ereveld Ancol Berbagi Histori: Ziarah Para Pejuang Aceh yang Terlupakan

By Mahandis Yoanata Thamrin, Minggu, 25 Desember 2022 | 07:00 WIB
Kolonel Norbert Moerkens, Atase Pertahanan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta menyaksikan Direktur Oorlogsgravenstichting Indonesia Eveline C. de Vink dan Tjut Putri Alyanur, pemerhati sejarah dan budaya Aceh. Keduanya usai mengheningkan cipta di depan monumen 'Hun Geest Heeft Overwonnen' di Ereveld Ancol. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Dua perempuan berbeda kebangsaan tengah melangkah bersama. Mereka menuju sebuah monumen bergaya Art-deco yang mengesankan sesosok malaikat dengan sayap-sayapnya. “Hun Geest Heeft Overwonnen” demikian untaian inskripsinya, yang bermakna “Jiwa Mereka Telah Mencapai Kemenangan”.

Keduanya menghentikan langkah tepat di depan monumen. Di kaki monumen itu telah berdiri sebuah karangan bunga-bunga putih yang dibingkai daun hijau melingkar. Pitanya berwarna merah-putih-biru yang menyisipkan selarik pesan “Demi Perdamaian” dan “Demi Persahabatan”. Pita itu membentuk tali simpul sebagai simbol keabadian. Setelah mengheningkan cipta beberapa saat, mereka berbalik melangkah menjauhi monumen.

Kedua perempuan itu adalah Eveline C. de Vink dan Cut Putri Alyanur. Di taman kehormatan itu mereka berpelukan, yang menerbitkan suasana haru di antara salib-salib putih Ereveld Ancol. Di pesisir Jakarta ini sehamparan makam kehormatan Belanda didedikasikan untuk korban-korban selama pendudukan Jepang 1942-1945.

Eveline merupakan Direktur Oorlogsgravenstichting Indonesie (OGS), yayasan permakaman perang yang mengelola tujuh taman kehormatan Belanda di Indonesia. Sedangkan Cut Putri merupakan pemerhati sejarah dan budaya Aceh, yang kebetulan tinggal di Jakarta karena berdinas di Badan Penghubung Pemerintah Aceh.

Perhelatan ini bagian dari Pembukaan Pameran Foto "Dari Masa Lalu untuk Masa Depan dalam Persaudaraan Lebih Baik” yang digelar di Ereveld Ancol 10 – 31 Desember 2022. Foto-foto yang dipamerkan merupakan koleksi Oorlogsgravenstichting. Pameran ini juga membagikan kisah Ereveld Ancol dan kisah korban perang lainnya yang dimakamkan di taman kehormatan ini.

“Keluarga mereka tinggal di Belanda dan Australia dan tidak dapat bergabung dengan kita di sini hari ini,” kata Eveline. “Tapi mereka bersama kita di sini dalam hati kita, dan mereka dengan cara mereka juga bersama dengan kita dalam hati mereka.”

“Sebagai bagian dari pameran foto ini kami akan membagikan kisah Bapak Teuku Muhammad Hasan dari Geulumpang Payung di Aceh,” imbuhnya. “Pak Hasan adalah salah satu pahlawan perang yang dimakamkan di Ereveld Ancol.”

Ereveld Ancol, yang berlokasi di dalam kawasan Taman Impian Jaya Ancol. Taman Kehormatan Belanda yang diresmikan pada 14 September 1946. Sebelumnya, kawasan ini merupakan ladang pembantaian pada masa 1942-1945. Selama ini masyarakat menganggap makam kehormatan ini didedikasikan untuk korban dari pihak Belanda. Namun, banyak juga orang-orang di pihak Indonesia yang dimakamkan di sini. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Misi utama Oorlogsgravenstichting atau Yayasan Makam Kehormatan Belanda adalah untuk merawat makam-makam kehormatan perang. Tujuannya, “supaya korban-korban perang yang kita cintai bisa beristirahat dengan damai, dan Anda memiliki tempat untuk mengenang mereka,” ujar Eveline. Dia juga menambahkan, “Kami sebagai OGS adalah mendukung pencarian dan identifikasi korban perang dan memastikan mereka dapat dimakamkan dengan bermartabat, dan keluarga mereka memiliki tempat untuk berziarah.”

Sementara itu Kolonel Norbert Moerkens, Atase Pertahanan di Kedutaan Besar Belanda, mengatakan, “Mereka yang terbaring di sini telah melawan ketidakadilan dengan mengorbankan nyawa mereka sendiri, tanpa membedakan ras dan kepercayaan. Itu menjelaskan kepada saya sekali lagi bahwa perang tidak baik untuk siapapun.”

    

Misi menemukan kembali pejuang Aceh yang hilang