Dua Abad Sebelum Berakhir, Kekaisaran Ottoman Dijuluki Pesakitan Eropa

By Sysilia Tanhati, Kamis, 26 Januari 2023 | 14:00 WIB
Pesakitan Eropa adalah istilah yang digunakan untuk Kekaisaran Ottoman selama dua ratus tahun terakhir sebelum jatuh. (Jean Baptiste Vanmour)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Ottoman berada di puncak kekuasaannya pada abad ke-16 dan ke-17. Saat itu, Ottoman berhasil menguasai sebagian besar Eropa Tenggara, Irak, Suriah, Israel, Mesir, sebagian Afrika Utara, dan Jazirah Arab. Disebut juga Kesultanan Utsmaniyah, Ottoman tumbuh menjadi kesultanan Islam yang kuat, setelah menaklukkan tanah Arab. Setelah kampanye Suleiman yang Agung, dari Eropa Tengah hingga Samudra Hindia, Ottoman menjadi kekuatan Mediterania dan Eropa terbesar. Sayangnya, kejayaan Ottoman menurun dari waktu ke waktu. Bahkan selama 200 tahun sebelum keruntuhannya, Kekaisaran Ottoman dijuluki Pesakitan Eropa. Apa sebabnya?

Krisis di Kekaisaran Ottoman

"Pada akhir abad ke-18, krisis Kekaisaran Ottoman diawali dengan krisis sistem militernya," tulis Igor Ladulovic di laman The Collector. Tentara Ottoman, termasuk organisasi dan peralatannya, masih tertinggal jauh di belakang pasukan kekuatan besar Eropa.

Selain itu, kesewenang-wenangan penguasa lokal memiliki konsekuensi ekonomi dan sosial yang parah. Kekaisaran lambat laun dilanda kekacauan dan keuangan negara semakin menipis.

Sultan menyadari diperlukan reformasi yang komprehensif dan menyeluruh untuk mengembalikan kejayaan kekaisaran ini.

Namun, setiap upaya reformasi ternyata membahayakan banyak kepentingan pribadi dan berpotensi merusak banyak hak dan keistimewaan yang diperoleh. "Gagasan reformasi segera memicu perlawanan sengit dari berbagai kekuatan di masyarakat," kata Radulovic.

Akar terdalam dari krisis di Kekaisaran Ottoman terletak pada penurunan bertahap dari fondasinya. Kekaisaran didasarkan pada sistem feodal, sebuah sistem yang menjadi sandaran kekuatan militer dan ekonomi negara. Di bawah pengaruh kedua faktor internal dan penetrasi pengaruh ekonomi yang lambat namun terus-menerus dari Eropa, sistem ini mulai terganggu sejak akhir abad ke-16.

Permasalahan Timur

Pesakitan Eropa adalah julukan diberikan kepada negara atau kekaisaran yang terletak di beberapa bagian Eropa dan sedang mengalami krisis ekonomi.

Kaisar Nicholas I dari Rusia dianggap sebagai orang pertama yang menggunakan istilah "pesakitan". Saat itu, julukan Pesakitan Eropa diberikan pada Kekaisaran Ottoman pada pertengahan abad ke-19.

Di tengah krisis, ada beberapa kekuatan besar yang menginginkan bagian mereka dari Ottoman. Itulah mengapa Permasalahan Timur menandai politik abad ke-19. Permasalahan Timur adalah masalah ketidakstabilan politik dan ekonomi di Kesultanan Utsmaniyah dari akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-20 dan persaingan strategis selanjutnya serta pertimbangan politik kekuatan besar Eropa sehubungan dengan hal ini.

Krisis di Kekaisaran Ottoman mengancam keseimbangan kekuasaan di Eropa, itulah mengapa banyak negara atau kerajaan berusaha turut campur.

Rusia paling tertarik pada Permasalahan Timur. Selama perjanjian damai tahun 1774, ia memperoleh hak untuk melindungi umat Kristen Ortodoks di Kekaisaran Ottoman. Sebaliknya, Inggris dan Prancis menginginkan kelangsungan hidup Kekaisaran karena kepentingan ekonomi mereka di Mediterania.

Ottoman, yang dilemahkan oleh kekalahan militer dan pemberontakan Kristen, memulai serangkaian reformasi besar di awal abad ke-19. Penerima ide-ide reformasi ini adalah Sultan Selim III, yang naik tahta pada tahun dimulainya Revolusi Prancis. Sejak awal, upaya terbesarnya diarahkan pada pemulihan keuangan negara dan reformasi tentara. Tujuan utamanya adalah untuk mengatur kembali tentara menurut model baru. Bersamaan dengan ini, diperlukan organisasi administrasi dan keuangan yang baru.

Reformasi lebih lanjut

Tetapi rupanya Pesakitan Eropa tidak dapat sembuh dengan mudah. Tahun 1826, Sultan Mahmud II berhasil menyelesaikan masalah Yanisari dengan mengalahkan dan menghapuskan anggota unit infanteri elite.

Mahmud II juga memperkenalkan serangkaian tindakan progresif di Kekaisaran Ottoman, mengenai organisasi negara, militer, dan administrasi.

Dalam sejarah Ottoman, ia dikenang sebagai seorang pembaharu besar di semua bidang kehidupan. Seorang modernisasi yang hebat, Mahmud II memberikan contoh pribadi dengan mengenakan pakaian Eropa dan menghadiri konser, opera, dan balet di kedutaan asing. Bahasa Prancis di Istanbul menjadi tanda budaya. "Rupanya semua ini menyinggung banyak Muslim ortodoks dan institusi keagamaan ditinggalkan dari reformasi," ujar Rudalovic.

Tidak peduli seberapa progresif reformasi baru itu, selalu ada sesuatu yang menahan Kekaisaran Ottoman. Bahkan penguasa yang cakap, seperti Mahmud II tidak dapat mencegah apa yang akan terjadi. Pesakitan Eropa itu sedang sekarat karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan.

Revolusi di Balkan

Selama berabad-abad, negara-negara Balkan mempertahankan identitas dan individualitas etnis dan spiritual mereka, hidup di bawah pemerintahan Ottoman. Hambatan sosial dan agama yang ada antara penguasa Muslim feodal dan Kristen mencegah pemulihan hubungan dan integrasi politik mereka. Itulah sebabnya orang-orang Balkan terlibat dalam Permasalahan Timur pada abad ke-19. Revolusi pertama pecah di Serbia, diikuti oleh revolusi di Yunani, Rumania, dan negara-negara lain yang berlangsung hingga tahun 1878.

Selama berabad-abad, negara-negara Balkan mempertahankan identitas dan individualitas etnis dan spiritual mereka, hidup di bawah pemerintahan Ottoman. Mereka pun akhirnya melakukan pemberontakan. (January Suchodolski)

Permasalahan Timur kembali menjadi pusat politik Eropa, ketika pemberontakan besar petani di Herzegovina pecah pada tahun 1875. Pemberontakan segera menyebar ke seluruh Bosnia. Serbia dan Montenegro membantu Bosnia dalam perang melawan Ottoman. Akibatnya, perang berkembang menjadi masalah Eropa kelas satu — Krisis Timur.

Dalam perang ini, Serbia dan Montenegro merebut kembali beberapa kota penting dan menambah wilayahnya. Rusia, sebagai pemenang perang pada Maret 1878, memberlakukan Perjanjian Damai San Stefano di Ottoman. Ketentuannya mengatur pembentukan negara Bulgaria yang besar di mana Rusia selanjutnya akan mengontrol Balkan.

Kongres Berlin

Tapi kekuatan besar tidak puas dengan keputusan yang dibuat di San Stefano. Perjanjian perdamaian baru ditandatangani, kali ini di Berlin. Kongres Berlin diadakan dari 13 Juni hingga 13 Juli 1878, dan perwakilan dari Jerman, Austria-Hongaria, Prancis, Inggris Raya, Italia, Rusia, dan Kekaisaran Ottoman berpartisipasi.

Keputusan Kongres Berlin mengakhiri Krisis Besar Timur, bagian penting dari solusi jangka panjang untuk Permasalahan Timur.

Kekaisaran Ottoman semakin tenggelam dalam masalah

Lagi-lagi, situasinya tidak banyak membaik bagi Kesultanan Utsmaniyah. Sebagian besar wilayahnya hilang dan sebagian besar pengaruhnya lenyap. Kekaisaran perlahan-lahan menghilang dan tidak ada yang bisa mencegahnya.

Sultan baru, Abdul Hamid II, memprotes keputusan tersebut, tetapi tidak berhasil. Hamid menjadi tidak percaya dan membanjiri kekaisaran dengan mata-mata. Hukuman mati dijatuhkan setiap hari. Situasi di kekaisaran akhirnya memaksa kaum muda untuk pergi ke luar negeri, tempat Komite Turki Muda dibentuk. Abdul Hamid dihadapkan pada sederet tuntutan yang muncul.

Kekaisaran Ottoman tenggelam dalam masalah, salah satu yang terbesar adalah utangnya kepada kreditor asing. Utang itu memungkinkan campur tangan penuh kekuatan Eropa dalam perekonomian Ottoman. Abdul Hamid memerintah dengan sewenang-wenang dan semakin kejam. Di sisi lain, perlawanan rakyat yang dipimpin oleh kaum muda semakin kuat.

Perang baru, masalah lama

Kekaisaran Ottoman menjadi monarki konstitusional. Sultan yang baru diangkat harus bersumpah di hadapan parlemen. Ia bersumpah untuk menghormati konstitusi, bekerja sesuai dengan Hukum Syariah, dan setia kepada tanah air dan rakyatnya.

Semua ini, bagaimanapun, tidak memberikan hasil yang diinginkan, karena orang-orang yang hidup di bawah kekuasaan Ottoman tidak mau ditaklukkan. Serbia, Bulgaria, Arab, Armenia, dan Albania masih tidak menerima Ottoman.

Pemberontakan, pembantaian, dan perang pun tidak terelakkan. Kekaisaran dilanda kekacauan dan sultan sama sekali tidak berdaya.

Mehmed VI, Sultan terakhir Kesultanan Utsmaniyah, meninggalkan negara setelah penghapusan Kekaisaran Ottoman, 17 November 1922 (Wikipedia)

Ketika keadaan tidak bisa menjadi semakin buruk

Perang Dunia I membawa kesulitan dan ancaman baru. "Kekalahan dalam hal yang sama menunjukkan satu hal — kekaisaran tidak bisa lagi eksis," Rudalovic menambahkan.

Di akhir Perang Dunia Pertama, "Pesakitan Eropa" ternyata berada di kubu yang kalah. Sang pemenang pun menentukan nasib Ottoman. Kekaisaran Ottoman menyaksikan pendudukan Istanbul oleh tentara Prancis dan Inggris. Selain itu, diumumkan bahwa kota dan seluruh zona selat akan diambil dari kekaisaran dan ditempatkan di bawah administrasi internasional.

Dengan perjanjian damai, sebagian besar Kekaisaran Ottoman dijarah oleh Prancis dan Inggris. Bagi Kekaisaran Ottoman, semua ini sangat memalukan. "Masa depan yang suram bagi Ottoman," ujar Rudalovic lagi.

Baca Juga: Bertahan selama Enam Abad, Ottoman Jadi Salah Satu Kekaisaran Terkuat

Baca Juga: Hürrem Sultan, Budak Rusia yang Jadi Permaisuri di Kekaisaran Ottoman

Baca Juga: Saling Serang Antara Tentara Austria Buat Ottoman Menang Mudah

Baca Juga: Lelakon Ambisi Ottoman Turki dalam Pengepungan Konstantinopel 

Meski terpuruk, Kekaisaran Ottoman tidak mau menerima kekalahan total dan kehancuran. Pernah menjadi salah satu kekaisaran terhebat, Ottoman memutuskan untuk menentang tatanan baru. Tindakan Ottoman tentu saja mengejutkan dan mematahkan semangat, baik pemenang maupun yang kalah.

Kekaisaran Ottoman: dari kekaisaran ke republik

Pada tahun 1920, pecah perang saudara. Pada 23 April 1920, Majelis Agung Nasional di Ankara memilih Mustafa Kemal sebagai presiden. Sejak itu Ankara menjadi ibu kota negara Turki. Dibantu oleh Bolshevik Rusia yang bersenjata, Mustafa Kemal menghentikan pasukan sultan.

Namun, sistem pemerintahan baru ini tidak dapat berfungsi selama ada pemerintahan paralel di Istanbul. Pemerintahan pararel itu dipimpin oleh Sultan Ottoman Mehmed VI. Kedua pemerintah, di Ankara dan Istanbul, mengeklaim kedaulatan atas wilayah tersebut. Keduanya memiliki tujuan yang bertentangan secara terbuka.

Ataturk menghilangkan masalah ini pada 1 November 1922 dengan menghapus Kekaisaran Ottoman. 600 tahun berkuasa dan pernah menjadi salah satu kekaisaran terhebat, Pesakitan Eropa itu pun akhirnya menghilang.