Bukan Cuma Siklus Alami, Manusia Memang Penyebab Perubahan Iklim

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 4 Februari 2023 | 09:00 WIB
Seekor beruang kutub menyeberangi lapisan es di Arctic Bay, Nunavut, Kanada. Ketika es mencair, keseimbangan ekosistem di kutub-kutub Bumi pun bergejolak akibat perubahan iklim. (Florian Ledoux)

Nationalgeographic.co.id - Planet Bumi terbentuk 4,5 miliar tahun silam. Ada banyak kehidupan yang telah lalu di muka Bumi ini sebelum kehadiran manusia. Semua kehidupan itu telah punah di periode-periodenya sendiri.

Ahli purbakala sepakat bahwa ada 5 masa kepunahan terbesar di masa sejarah, sebelum akhirnya kelak kita akan menghadapi yang keenam akibat perubahan iklim. Periode-periode kepunahan itu berhubungan dengan perubahan iklim. Tidak terkecuali akhir zaman Cretaceous-Paleogene yang disebabkan oleh dentuman asteroid di Chicxulub (Teluk Meksiko hari ini).

Empat sebelumnya, disebabkan oleh perubahan iklim karena siklus alami. Fakta ini, pada akhirnya, membuat orang-orang percaya bahwa perubahan iklim yang sedang terjadi disebabkan siklus alami.

Mahawan Karuniasa, dosen Sekolah Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia, mengatakan bahwa perubahan iklim dan pemanasan global memang ada disebabkan oleh selain manusia.

"Pemanasan global atau bertambahnya gas rumah kaca di atmosfer sebelum abad ke-18 itu aspek vulkanologis sama panas matahari yang berpengaruh," terangnya kepada National Geographic Indonesia. Akan tetapi, ia menekankan, "setelah dari [periode] itu, faktor-faktor manusia—aktivitas manusia dengan energi fosil, dan seterusnya."

Pemanasan global yang terjadi hari ini terjadi sangat cepat, sehingga tidak dapat dijelaskan jika penyebabnya adalah siklus alami pemanasan dan pendinginan. Banyak fenomena yang berhubungan dengan perubahan iklim yang terjadi selama beberapa dekade, menurut para ilmuwan, seharusnya terjadi selama ratusan ribu tahun.

Cobalah Anda bandingkan suhu sekitar Anda tinggal. Suhunya lebih hangat secara drastis daripada 10 tahun sebelumnya, saat Anda masih lebih muda dan mengenal baik lingkungan sekitar.

Jika Anda berada di kawasan pedesaan pinggir kota, mungkin Anda teringat waktu kecil masih ada kunang-kunang setiap malam dan kabut setiap pagi. Semua berubah pada hari ini dengan suhu yang lebih hangat, tiadanya lagi kunang-kunang, dan kabut berganti polusi akibat pembangunan di sekitar.

Hal yang buruk dari aktivitas manusia yang memperburuk perubahan iklim adalah karbon dioksida. Melansir halaman Climate Change di situs NASA, karbon dioksida di atmosfer telah meningkat sejak revolusi industri. Kadar karbon dioksida meningkat berkali-kali lipat setelah 1950 hingga hari ini.

Revolusi industri sendiri adalah momen ketika manusia mengenal teknologi yang menghasilkan uap dan karbon. Saat revolusi industri terjadi di abad ke-18, Inggris sebagai negara pelopornya, penuh dengan polutan dan kelimpahan karbon dioksida.

Melansir The Collector, demi kebutuhan ekonomi, produksi digenjot oleh negara-negara Barat pada saat itu. Barulah kesadaran untuk kebersihan lingkungan dipedulikan ketika pemahaman tentang hujan asam dan perubahan iklim diketahui.

Singkatnya, perubahan iklim yang terjadi hari ini mutlak karena manusia (antropogenik), bukan karena siklus alami yang pernah dihadapi makhluk hidup purba ratusan juta tahun lalu. Pemanasan suhu rata-rata Bumi yang terjadi, disebabkan oleh aktivitas seperti pembakaran batu bara, minyak dan gas, demi menghasilkan energi bahan bakar rumahan.

Baca Juga: Beruang Kutub dan Perubahan Iklim: Seputar Kabar Hoaks dan Faktanya

Baca Juga: Bukan Besok atau Lusa, Dampak Perubahan Iklim Terjadi Hari Ini!

Baca Juga: Polusi Plastik Menjadi Salah Satu Penyebab Terbesar Perubahan Iklim

Baca Juga: Permukaan Laut Naik dengan Pesat, Negara Mana yang Cepat Terdampak?

Namun di satu sisi, pengurangan lahan hutan yang ditujukan sebagai lahan pertanian untuk kita makan, atau pertambangan untuk perekonomian, juga menjadi penyebabnya. Aktivitas penggundulan hutan dan perubahan lahan menyebabkan emisi karbon tidak terserap dengan baik, padahal itulah fungsi keberadaan mereka.

Hilangnya hutan juga bisa berdampak buruk dalam siklus hidrologi, yang pada akhirnya membuat cuaca semakin sulit ditebak. Beberapa lahan terbuka pun menjadi lebih rentan terkena abrasi dan erosi. Fungsi mereka sebagai sebagai tutupan ekosistem di bawahnya, menjadi hilang sehingga paparan suhu panas bisa menerpa makhluk hidup.

Ribuan hasil penelitian pun sepakat, manusia adalah biang kerok perubahan iklim yang terjadi. Oleh karena itu, spesies manusia modern adalah yang paling bertanggung jawab, sehingga berbagai lembaga lintas negara, belakangan, menyepakati ragam usaha untuk menanggulangi dampak perubahan iklim. Lagipula, siapa yang bisa menanggulangi perubahan iklim selain kita?