Nationalgeographic.co.id—Pemberontakan Taiping, yang pecah pada tahun 1850, menjadi perang saudara paling berdarah dalam sejarah manusia. Sejarawan memperkirakan korban mencapai 30 juta nyawa. Apa penyebab pecahnya pemberontakan melawan Dinasti Qing di Kekaisaran Tiongkok itu?
Masa keemasan Kekaisaran Tiongkok di era Dinasti Qing
Dinasti Qing didirikan pada pertengahan abad ke-17 saat aliansi pemberontak merebut kekuasaan dari Dinasti Ming. Setelah mengonsolidasikan kekuatan mereka, Qing melakukan kampanye ekspansi dan pembangunan.
“Pada abad ke-18, Dinasti Qing berada di puncak kekuasaannya,” tulis James Newman di laman The Collector. Kaisar Yongzheng (memerintah 1723-1735) dan Qianlong (memerintah 1735-1796) memperluas kekuasaan kekaisaran seluas 13 juta kilometer persegi.
Perekonomian juga tumbuh pesat. Kekaisaran Tiongkok mengekspor produk seperti teh, sutra, dan porselen biru dan putihnya yang terkenal. Ketiga produk tersebut sangat diminati di Barat. Barang-barang ini dibayar dengan perak. Ini semua memberi Tiongkok kendali atas sebagian besar pasokan perak dunia dan neraca perdagangan yang positif dengan barat.
Populasi juga tumbuh dengan cepat. Jumlah penduduk berlipat ganda dari sekitar 178 juta pada tahun 1749 menjadi hampir 432 juta pada tahun 1851. Kota-kota di Tiongkok tumbuh dan tanaman baru seperti kentang, jagung, dan kacang diperkenalkan dari Dunia Baru.
Terlepas dari keberhasilan ini, kekaisaran menjadi semakin tidak stabil menjelang akhir periode Qing. “Dalam istilah ekonomi, ledakan populasi yang signifikan menjadi beban,” kata Newman.
Tanaman Dunia Baru awalnya membantu mendukung pertumbuhan ini. Tetapi, pertanian dan irigasi besar-besaran membutuhkan tanah subur yang terkikis dan terdegradasi. Rakyat kelaparan dan surplus pertumbuhan penduduk juga menimbulkan masalah baru seperti meningkatkan pengangguran.
Seakan beban rakyat masih belum cukup berat. Para penganggur itu masih dikenakan pajak yang tinggi oleh kekaisaran.
Semua masalah tersebut diperparah dengan munculnya kecanduan opium. Kecanduan opium mewabah di antara penduduk Tiongkok setelah candu diperkenalkan secara luas oleh British East India Company.
Akar Pemberontakan Taiping
Sementara rakyat makin merana, birokrat Qing dan istana kekaisaran semakin korup dan hidup bergelimang harta. Birokrat Qing mencuri, menimbun pendapatan pajak dan dana publik serta memeras penduduk. Di Pengadilan Kekaisaran, pejabat dihujani dengan bantuan dan hadiah. Mereka juga menggunakan posisinya untuk mengumpulkan kekayaan besar.
Selain masalah dalam negeri, Tiongkok juga semakin didominasi oleh kekuatan barat, khususnya Inggris. Setelah Perang Candu Pertama (1839-1842), Qing menandatangani Perjanjian Nanking. Dalam perjanjian yang tidak setara ini, Kekaisaran Tiongkok menyerahkan Hong Kong ke Inggris. Kekaisaran juga harus membayar ganti rugi sebesar $21 juta dan membuka diri untuk perdagangan bebas dengan barat.
Korupsi, kesulitan ekonomi dan sosial, serta penghinaan barat menambah kebencian yang dirasakan sebagian besar penduduk terhadap Dinasti Qing. Han, sebuah kelompok etnis yang merupakan mayoritas penduduk, selalu membenci Qing. Pasalnya Qing merupakan dinasti Manchu yang berasal dari Tiongkok Timur Laut. Qing menggulingkan Dinasti Ming yang merupakan leluhur etnis Han. Han merasa mengalami penindasan budaya tradisional oleh penjajah asing (Qing).
“Karena semua itu, Pemberontakan Taiping pun akhirnya terjadi,” Newman menambahkan.
Hong Xiuquan, pemimpin Pemberontakan Taiping
Pada tahun 1837, seorang pemuda bernama Hong Xiuquan gagal dalam ujian dinas sipil kekaisaran. Ujian ini terkenal sulit namun sangat diminati karena prestise karir pegawai negeri. Kurang dari satu dari seratus kandidat lulus ujian.
Hong telah gagal dalam ujian ini dua kali sebelumnya. Pada kegagalan yang ketiga, kesehatan mentalnya terganggu. Dia mengalami delusi di mana sosok ayah surgawi muncul di hadapannya.
Pada saat itu, dia tidak tahu bagaimana menafsirkan penglihatan ini. Namun, pada tahun 1843, ia terinspirasi setelah membaca pamflet dari seorang misionaris Kristen. Hong menyimpulkan bahwa dia telah menyaksikan Tuhan sendiri. Bahkan Hong merasa bahwa ia adalah putra Allah, saudara laki-laki Yesus.
Hong menolak Buddhisme dan Konfusianisme – sistem kepercayaan tradisional Tiongkok. Ia mulai membagikan interpretasinya tentang agama Kristen. Hong dan temannya Feng Yunshan mengorganisir sebuah kelompok agama baru yang disebut Masyarakat Pemujaan Tuhan.
Perhimpunan tersebut terbukti sangat populer di kalangan petani dan buruh di provinsi Guangxi. Termasuk di kalangan orang Hakka, sub-etnis Han, yang telah lama merasa terpinggirkan secara ekonomi dan sosial.
Newman mengatakan, “Otoritas Qing menganiaya gerakan yang baru lahir.” Sebagai tanggapan, Hong dan Feng menjadi semakin militant. Bahkan Hong menggambarkan Manchu sebagai setan yang perlu dibunuh. Dari 2.000 pengikut pada tahun 1847, pada tahun 1850, Masyarakat Pemujaan Tuhan berjumlah antara 20.000 dan 30.000.
Percikan yang menyalakan perang saudara di Kekaisaran Tiongkok
Pemberontakan itu sendiri dimulai pada Januari 1851. Pada tanggal 11 Januari, di kota Jiantian di Guangxi, Hong mendeklarasikan sebuah dinasti baru, Taiping Tianguo atau Kerajaan Surgawi dari Kedamaian Besar.
Negara bagian ini, Kerajaan Surgawi Taiping, menjadi monarki teokratis dengan Hong sebagai Raja Surgawi. Kerajaan membangun angkatan bersenjata hingga satu juta orang. Bahkan ada sejumlah wanita yang turut bertarung di antara prajurit Taiping.
Pasukan Taiping berbaris ke utara, terus merekrut pengikut hingga mereka mencapai Nanjing. Nanjing adalah salah satu kota termegah di Tiongkok dan berada di pusat wilayah delta Yangtze yang kaya. Pasukan Taiping merebut kota itu pada Maret 1853 dan Hong menyatakannya sebagai ibu kota Kerajaan Surgawinya. Najing berganti nama menjadi Tianjin, atau “Ibukota Surgawi”.
Saat menguasai kota, Taiping berusaha membersihkannya dari “setan” Manchu. Pria dan wanita Manchu dieksekusi, dibakar, dan diusir dari kota.
Di saat yang sama, Taiping mengalami perebutan kekuasaan internal dan serangkaian kemunduran militer saat berkembang. Kepemimpinan kerajaan terpecah. Hong sering bentrok dengan salah satu letnannya, Yang Xiuqing. Pada tahun 1856, Hong menyelesaikan masalah tersebut dengan membantai Yang dan para pengikutnya.
Sementara itu, pada Mei 1853, pasukan Taiping berusaha untuk merebut ibu kota Dinasti Qing yaitu Beijing. Ekspedisi itu terhambat oleh perencanaan yang buruk, ketidaksiapan menghadapi musim dingin di Tiongkok Utara, dan perlawanan Qing yang gigih.
Pasukan Taiping sangat lemah karena mereka tidak berhasil mengepung kota-kota antara Nanjing dan Beijing. Pasukan Qing melancarkan serangan balik yang sukses pada awal tahun 1856. Ini berakhir dengan pasukan Taiping dipaksa kembali ke Nanjing.
Meskipun Ekspedisi Utara gagal, Kerajaan Taiping tetap menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Pasukan kekaisaran Qing mengepung Nanjing sejak 1853. Pada tahun 1860, Taiping mampu mengalahkan pasukan ini secara meyakinkan dalam Pertempuran Jiangnan. Kemenangan ini membuka pintu ke arah timur untuk penaklukan provinsi Jiangsu dan Zhejiang. Wilayah pesisir ini merupakan provinsi terkaya di Qing China dan membuka pintu ke Shanghai.
Pertempuran Shanghai Dan Nanking
Kemajuan di Shanghai akan menjadi titik balik dalam kisah Kerajaan Surgawi Taiping. Shanghai adalah pusat kepentingan politik dan komersial barat di Tiongkok. Melihat kepentingannya terancam, kekuatan barat kini bergabung dengan Dinasti Qing. Panggung disiapkan untuk pertempuran yang menentukan.
Taiping mengepung Shanghai pada bulan Januari 1861 dan melakukan dua upaya untuk merebutnya. Menyerang dengan 20.000 orang pada Maret 1861, mereka berhasil menduduki distrik Pudong di kota itu. Namun pasukan Taiping akhirnya didorong mundur oleh pasukan kekaisaran yang dibantu oleh perwira Inggris, Prancis, dan Amerika.
Pada bulan September 1862, Taiping melakukan serangan kedua, kali ini dengan 80.000 orang. Namun lagi-lagi Qing dan sekutu barat kembali mampu menghalau serangan ini. Pada bulan November, Taiping menyerah pada upaya lebih lanjut untuk merebut Shanghai.
Pasukan Qing ditata ulang oleh komando kekaisaran dan memulai penaklukan kembali wilayah yang diduduki oleh Taiping. Yang terpenting dalam hal ini adalah perekrutan tentara petani di provinsi Hunan. Pasukan ini, yang dikenal sebagai tentara Xiang, mengepung ibu kota Taiping Nanjing mulai Mei 1862.
Pengepungan berlangsung hampir dua tahun, dengan situasi pangan menjadi semakin berbahaya. Pada awal tahun 1864, Hong memerintahkan warganya untuk memakan rumput liar. Dia percaya bahwa ini adalah manna yang disediakan oleh Tuhan.
Ingin memberikan contoh bagi pengikutnya, Hong mengumpulkan rumput liar dan memakannya. Ia akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada bulan Juni 1864. “Beberapa orang berspekulasi bahwa dia bunuh diri dengan racun, tetapi ini tidak dapat dibuktikan,” ungkap Newman.
Akhir dari Pemberontakan Taiping
Pasukan Qing, sementara itu, mengamankan posisi di Gunung Ungu, yang memungkinkan mereka membombardir kota dengan artileri.
Pada tanggal 19 Juli, di bawah naungan tembakan artileri ini, tembok Nanjing dibobol dengan bahan peledak. 60.000 orang mengalir ke kota. Pertempuran tangan kosong yang sengit terjadi.
Akhirnya, pasukan Qing mengalahkan pasukan Taiping dan memulai kampanye penjarahan dan pembakaran. Mayoritas pemimpin Taiping ditangkap dan dieksekusi, termasuk putra Hong yang berusia 15 tahun. Sepeninggal Hong, sang putra menggantikannya sebagai Raja Langit.
Selama lima belas tahun Perang Saudara Tiongkok ini, antara 20 dan 30 juta orang telah tewas, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.
Dalam salah satu perang, kedua belah pihak saling merampas makanan dan perbekalan musuh militer dan sipil. Hal ini mengakibatkan kelaparan dan penyakit yang meluas.
Baca Juga: Beragam Kisah Absurd dan Menarik dari Kepemimpinan Kaisar Tiongkok
Baca Juga: Kecantikan Harem Yang Guifei Jadi Awal Kejatuhan Dinasti Tang Tiongkok
Baca Juga: Aturan Aneh yang Dibuat oleh Kaisar Tiongkok untuk Menjaga Ketertiban
Baca Juga: Mengapa Arkeolog Enggan Membuka Makam Kaisar Pertama Tiongkok?
Selain itu, kedua belah pihak memiliki kebencian fanatik satu sama lain yang sebagian didasarkan pada perbedaan etnis dan bahasa. Taiping membantai warga sipil Manchu di kota-kota yang mereka taklukkan. Sementara pasukan Qing membalas dendam terhadap penduduk pengkhianat Guangxi. Qing mengeksekusi ratusan ribu orang atas kejahatan tinggal di wilayah tempat pemberontakan dimulai.
Warisan Pemberontakan Taiping
Kemenangan Qing atas Taiping bukan tanpa pengorbanan. Kemenangan Qing menunjukkan kelemahan kontrol dinasti atas kekaisaran dan semakin meningkatkan pengaruh barat di Tiongkok. Pasalnya, berkat bantuan barat, Qing bisa mengatasi Pemberontakan Taiping.
Selain itu, itu akan menginspirasi generasi revolusioner Tiongkok dari seluruh spektrum politik dan secara tidak langsung mengarah ke Perang Saudara Tiongkok.
Dinasti Qing berhasil digulingkan pada tahun 1911, dengan berdirinya Republik Tiongkok. Sun Yat-Sen, Presiden Republik pertama dan pemimpin Partai Nasionalis Tiongkok. Sedangkan, Partai Komunis Tiongkok akan menganggap Pemberontakan Taiping sebagai pemberontakan awal komunis setelah kekalahan mereka atas Nasionalis Tiongkok dalam Perang Saudara Tiongkok.